Lahir Telanjang dalam Kekuasaan Mutlak Allah ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Lahir Telanjang dalam Kekuasaan Mutlak Allah ini berangkat dari hadits riwayat Muslim.
عن أبي ذر الغفاري رضي الله عنه ، عن النبي صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربِه عز وجل أنه قال ….: يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ؛ يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ مِنْكُمْ لَمْ يَزِدْ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا؛ يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ مِنْكُمْ لَمْ يَنْقُصْ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا؛…..الحديث (رواه مسلم)
“Dari sahabat Abu Dzar Al Ghiffari dari Nabi saat meriwayatkan dari Tuhannya Azza Wa Jalla bahwa Allah berfirman:… ‘Wahai hamba-Ku semua kalian adalah telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi pakaian pada kalian.
Wahai hamba-Ku sekiranya orang yang pertama dan terakhir dari kalian baik manusia maupun jin, mereka semua di atas ketakwaan hati. semua itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun. Dan sebaliknya jika semua kalian baik manusia maupun jin selalu melakukan kedurhakaan maka tidak akan mengurangi sedikitpu kerajaan-Ku ….’” (HR. Muslim).
Allah Maha Pemilik
Mulk dari kata malaka yamliku yang berarti memiliki. Pemilik berarti sekaligus yang menguasai dan memahami seluk beluk yang dimikilinya itu. Sehingga pemilik memiliki kewenangan yang mutlak terhadap yang dimilikinya. Maka semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Lantas manusia memiliki apa? Tentu tidak ada milik kita sedikitpun di dunia ini, karena semuanya milik Allah tanpa kecuali.
لِّلَّهِ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.” (al-Baqarah 184)
Kullu siwallahi huwal makhluq, semua selain Allah adalah makhluk. Maka semua makhluk-Nya adalah dalam kekuasaan-Nya. Sehingga dunia ini adalah kerajaan milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terlahir Telanjang
Setiap kita terlahir dalam keadaan telanjang tanpa mengenakan pakaian sehelai pun. Allah Subhanahu wa Taala memberikan rezeki kepada kita melalui anugerah dari orangtua kita sehingga mampu membelikan pakaian bayi untuk kita. Atau sanak keluarga yang digerakkan hatinya oleh Allah untuk memberikan pakaian bayi tersebut. begitulah keadaan kita di awal kehidupan di dunia.
Allah Subhanahu wa Taala pemilik karunia semuanya, berkenan memberikan karunia kepada mereka yang memohon karunia-Nya, termasuk pakaian ini.
Pakaian dalam bentuk verbal adalah yang dapat kita kenakan setiap hari untuk menutup tubuh atau aurat ini, sehingga kita menjadi makhluq yang beretika dan memiliki sopan santun. Maka pakaian itu memberikan keanggunan bagi pemakainya. Jika pakaian kurang menutup auratnya maka kehidupan akan kembali dalam kondisi kehidupan yang primitive.
Bagi mereka yang kebetulan dikaruniai tubuh putih-kuning mulus seringkali salah sangka, seolah tubuhnya itu hasil karyanya sendiri. Padahal mereka hanya tahu beres terhadap keadaan tubuhnya itu, bagaimana jika mereka mendapat karunia tubuh yang berkulit hitam legam, adakah mereka berpikir serupa? yakni suka membuka dan memerkan auratnya.
Maka pakaian islami adalah pakaian universal untuk semua warna kulit, sehingga tidak ada diskriminasi dalam soal pakaian. Islam sangat menghormati semua anak manusia tanpa membedakan warna kulitnya.
Pakaian Takwa
Maka takwa merupakan pakaian yang agung bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَدۡ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقۡوَىٰ ذَٰلِكَ خَيۡرٞۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (al-A’raf; 26)
Pernahkan kita berpikir tentang bagaimana seseorang bisa membuat kain yang kemudian bisa menjadi pakaian? Allahlah yang telah menyediakan semua itu untuk manusia.
Dengan berpakaian akan adanya keserasian dan keanggunan seiring dengan kebagusan akhlak atau etika seorang Muslim. Berpakaian bukan dalam pengertian supaya menjadi orang terhormat di hadapan manusia yang lainnya. Tetapi landasan ketakwaanlah yang mendasarinya.
Dan makna pakaian sebagaimana hadits di atas adalah juga penutup aurat kekurangan dan kejelekan kehidupan kita. Begitu banyaknya kekurangan dan keburukan kita yang tertutupi oleh tirai Allah dari penglihatan orang lain. Maka memohon pakaian berarti kita menyadari akan kekurangan diri dan sekaligus memohon kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Kekuasaan Allah Mutlak
Sekalipun seluruh hamba Allah baik berupa manusia dan jin semuanya bertakwa kepada Allah, niscaya tidak akan menambah kebesaran kekuasaan atau kerajaan Allah.
Demikian pula sebaliknya, jika semua manusia dan jin tidak satupun yang bertakwa kepada Allah, maka tidak akan mengurangi sedikitpun kebesaran kerajaan-Nya.
Kekuasaan Allah tidak tergantung pada seberapa besar ketaatan hamba-Nya maupun kedurhakaan kepada-Nya. Allah Maha Agung dari awal hingga kapanpun, dan kekuasaan-Nya tidak dapat dibatasi oleh siapapun.
Hadits di atas juga memberikan isyarat bahwa manusia diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan, apakah memilih jalan takwa atau sebaliknya. Masing-masing pilihan memberikan tanggung jawab dengan konsekwensinya.
Bagi hamba yang senantiasa menggantungkan dirinya kepada-Nya pastilah akan menemukan kebahagiaan yang sejati. Dan bagi mereka yang ingin mencari kebahagiaan dengan jalannya sendiri maka mungkin ia akan menemukan kebahagiaan tersebut, tetapi kebahagiaan itu adalah kebahagiaan yang semu dan sangat sementara, kebahagiaan yang tidak membawa ketentraman dan kedamaian hati. Dan itulah kesenangan belaka.
Memilih Jalan Takwa
Sungguh bagi mereka yang memiliki kecerdasan akan kehidupannya, memilih jalan takwa adalah satu-satunya pilihan tanpa ia menengok ke arah lainnya lagi.
Dengan selalu bersungguh-sungguh menjalani kehidupan ini dan pantang berputus asa, maka karunia Allah diberikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin meraihnya. Sehingga motivasi kehiduapn kita tiada lain adalah motifasi transcendental yakni mengaitkan semua katifitas kita kepada Allah dan kesungguhan kita dalam menjalaninya tersebut.
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al-Ankabut; 69) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni