PWMU.CO – Islam hadir untuk kesetaraan manusia disampaikan Lailatul Fithriyah Azzakiyah SHI MPdI dalam acara Tadarus Ramadhan, yag digelar angkatan muda Muhammadiyah (AMM) yaitu PCPM dan Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) Lowokwaru, Ahad (24/4/21).
Dengan mengangkat tema Jalan Menuju Ketakwaan: Membangun Kolaborasi Peran dalam Dakwah dan Kemanusiaan, Pembina Tahfizh Quran Tematik dan Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Malang dia menjelaskan baik laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama.
“Sama-sama sebagai manusia sebagaimana tercantum pada surat Al-Hujurat ayat 13, yang secara tegas melarang segala bentuk tindakan kebencian kepada sesama manusia dengan mengatasnamakan suku, ras, agama, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Dia mengatakan, penting bagi kita untuk melihat makna di balik makna yang ada pada setiap ayat al-Quran. Artinya tidak sekadar melihat arti teksnya, namun juga mengkaji makna secara mendalam kandungan dari ayat yang dimaksud.
Perbedaan Psikologi
Nara sumber kedua, Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Yudi Suharsono SPsi MSi memaparkan mengenai perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki serta kesalingan peran dalam membangun kehidupan keluarga.
“Secara fisik dan psikologis, perempuan dan laki-laki itu berbeda, baik struktur otak, cara mengambil keputusan dan sebagainya. Dan perbedaan ini dijadikan untuk saling melengkapi,” jelasnya.
Dalam keluarga, lanjutnya, kuncinya adalah komunikasi dan saling memahami kekurangan dan kelebihan antarpasangan.
Fenomena Populer
Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Lowokwaru Malang Kota Yoni Prawardayana—mewakili penyelenggara—mengatakan acara Tadarus Ramadhan ini tidak hanya mendengarkan ceramah dalil agama, namun juga menghadirkan fenomena populer kontekstual.
“Tadarus Ramadhan ini juga mengkaji menggunakan pendekatan teks kitab suci al-Quran dan Hadits,” ujarnya tentang acara yang diikuti 26 peserta itu.
Dia berharap, acara yang digelar menjelang buka puasa dan dilanjutkan pada malam hari itu dapat menjadi ajang menumbuhkan kesadaran gender.
“Utamanya dalam berbagai kolaborasi peran yang setara sebagaimana perempuan dan laki-laki diciptakan sama dihadapan Tuhan, kecuali iman dan takwanya,” ujarnya.
Menurutnya, nara sumber yang dihadirkan telah menyampaikan pandangan—berdasarkan perspektif masing-masing—mengenai kesetaraan relasi dalam konteks keluarga dan kemanusiaan. (*)
Penulis Wilda Kumala Sari. Editor Ichwan Arif.