PWMU.CO – Tak Terbatas Harta, Ini 5 Wujud Gerakan Taawun disampaikan Evi Sofia Inayati SPsi, Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah. Dia menyampaikannya pada kajian Ramadhan Aman dan Sehat, Rabu (28/4/21).
Kajian virtual spesial Ramadhan bersama PP Muhammadiyah ini persembahan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), Lazismu dan Wardah. Temanya: Bertaawun dalam Bulan Ramadhan.
Evi mengenalkan istilah taawun melalui penggalan ayat kedua surat al-Maidah: Wa ta-awanu ‘alal birri wattaqwa walaa ta’awanu’alal itsmi wal udwan. Taawun artinya saling tolong-menolong.
Dia mengungkap, maknanya, sifat saling menolong antarmanusia dalam kebaikan dan ketakwaan. Sedangkan, tolong-menolong yang agama larang: dalam perbuatan dosa, kemaksiatan, kemungkaran, kezaliman, dan permusuhan.
Sebab, tambahnya, manusia tidak bisa hidup sendiri. Dari lahir hingga kini selalu tergantung pada orang lain. “Kita selalu berinteraksi, berkomunikasi, membutuhkan kehadiran orang lain,” urainya.
Evi mengatakan, dunia ini seimbang. “Ada kalanya pada posisi sukses, berada, berkemampuan, (atau) berdaya; tapi (sebaliknya) di sisi lain ada kelompok yang tidak seberuntung itu,” terangnya.
Manifestasi Keimanan
Lantas ia mengajak untuk saling tolong-menolong. Karena sifat ini merupakan ajaran dasar dan akhlak mahmudah yang harus dimiliki semua Muslim, baik secara individu maupun kelompok agama.
Selain itu, dia menyatakan, tolong-menolong itu manifestasi keimanan Muslim. “Tidak akan sempurna keimanan seseorang jika dia tidak baik dengan orang lain,” ujarnya.
Semakin kita peduli, merasa terenyuh, tersentuh kondisi orang lain itu menunjukkan bagaimana kita merasakan keimanan kepada Allah.
“Orang yang bermanfaat bagi orang lain adalah orang yang paling dicintai Allah; bukan yang berlimpah hartanya, karena kecantikan-ketampanannya, atau kepopuleran,” jelas Evi.
Asah Simpati-Empati di Ramadhan
Dengan merasa prihatin, lanjut Evi, harapannya muncul simpati dan empati. “Rasa peduli dan solidaritas sosialnya semakin kental,” ucapnya.
Momen Ramadhan ini, menurutnya, sangat tepat menebar kebaikan. Sebab, salah satu amalan yang paling dianjurkan di bulan suci ini adalah memperbanyak shadaqoh, zakat dan infak.
Di masa pandemi ini, banyak yang di-PHK. “Secara ekonomi kurang beruntung, secara sosial juga diabaikan,” ucapnya.
Evi memaparkan salah satu dalil yang memotivasi, surat al-Ma’un ayat 1-3: “Tahukah kamu siapa pendusta agama? Ialah orang yang menghardik anak yatim. Kemudian tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Anak yatim di sini, lanjutnya, bisa kita maknai lebih luas. Tidak hanya secara biologis (tidak punya ayah-ibu), tapi juga bisa secara sosial. “Ada ayah-ibu, ada keluarga, tapi ada pembiaran dan penelantaran,” terangnya.
Miskin, tambahnya, juga bermakna luas. Tidak hanya yang tidak berharta atau tidak mampu secara ekonomi, tapi juga kelompok marjinal. “Perempuan-perempuan korban kekerasan juga termasuk kategori miskin dan perlu dapat perhatian,” ungkap dia.
Wujud Gerakan Taawun
Evi mengatakan, gerakan taawun bisa terwujud dalam banyak hal. Pertama, feeding. Yaitu memberikan makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kedua, healing (pengobatan sakit). “Banyak orang yang tidak bisa mengakses kesehatan dengan baik, tidak mendapat hak-hak kesehatannya,” ungkap Evi.
Ketiga, schooling (pelayanan pendidikan). Misal, berupa beasiswa dan upaya mempermudah sekolah lainnya.
Keempat, lanjutnya, ke depan harus ada unsur pemberdayaannya, agar kelompok yang semula tidak berdaya menjadi berdaya. Bahkan, pada akhirnya, dia menjadi pelaku penolong juga.
Kelima, perlu ada unsur advokasi atau pendampingan.
Evi mengingatkan, jika tidak bisa sendiri, bisa melakukan kerja sama. “Dengan diorganisasi, dengan manajemen yang baik, kita bekerja dengan kelompok-kelompok lain yang punya kepedulian sama,” jelasnya.
Tak Harus dengan Harta
Evi mengatakan, menolong tidak harus dengan harta, melainkan dengan apa yang mampu lakukan atau berikan. “Orang yang punya ilmu ya menolong dengan ilmu,” contohnya.
Orang yang punya power (kekuasaan), tambahnya, menolong dengan memberikan penguatan dan perlindungan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Bisa juga dengan memberi pencerahan kesadaran kepada orang yang tidak beruntung itu, potensi atau kemampuan apa yang dia miliki. Kalau dalam hal ekonomi, berarti bisa menolong dengan mendampingi dan melatihnya berwira usaha.
Selain itu, bisa juga dengan sapaan-sapaan ramah. Mengingat, dalam situasi tidak mudah seperti ini biasanya kurang sabar. Sehingga perlu juga sapaan menyejukkan.
Dengan relasi yang kita punya, imbuhnya, kita bisa menggalang dana untuk beasiswa anak putus sekolah. Atau juga melakukan pendampingan pada keluarga yang berkonflik pada situasi ini.
“Di tingkat desa, kampung, atau ranting bisa dilakukan banyak hal,” ungkap Evi.
Taufiq pun menyimpulkan, semua orang punya kesempatan dan hak melakukan taawun.
Tak Terbatas Sekat Kelompok
Evi menegaskan, kegiatan tolong-menolong ini tidak terbatas pada kelompok tertentu. “Perbuatan menolong itu tanpa sekat: ras, suku, agama. Tinggal yang paling membutuhkan yang mana?” ungkapnya.
Sebenarnya, tambahnya, tidak harus menunggu ada bencana untuk melakukan taawun. Dalam kehidupan sehari-hari dan bertetangga pun bisa melakukannya.
“Kita harus yakin Allah akan menolong kita, hamba-Nya, sepanjang hamba-Nya menolong saudaranya,” motivasinya.
Penjelasan Evi membuat pemandu acara M Taufiq AR MPA menyimpulkan, “Spirit taawun itu dilandasi dengan keimanan pada Allah dan solidaritas kepada sesama.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni