Tata Cara Qiyamu Ramadhan, ditulis oleh Ustadz Maulana Sulthon, Bendahara Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Arab Saudi.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim sebagai bekur:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ رواه البخاري (37)، ومسلم (759)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (yakni salat malam pada bulan Ramadhan) karena iman dan mengharap pahala dan ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari No. 37 dan Muslim No. 759).
Istilah qiyam Ramadhan diambil dari hadist ini yang memiliki makna shalat Tarawih pada malam Ramadhan.
Apa Itu Shalat Tarawih?
Shalat tarawih adalah shalat sunah (tathawu’) yang dikerjakan di malam bulan Ramadhan setelah shalat Isyak. Tarawih dalam bahasa Indonesia adalah kata serapan dari bahasa Arab تراويح. Kata تراويح adalah bentuk jamak (plural) dari kata ترويحة yang secara harfiyah maknanya adalah beristirahat.
Tata Cara Shalat Tarawih
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ ؟ قَالَتْ : ” مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا ، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ قَالَ : ( تَنَامُ عَيْنِي وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي ) روى البخاري (3569) ، ومسلم (738)
Dari Abu Salamah Ibn Abdurahman, ia bertanya kepada Aisyah RA tentang bagaimana shalat Rasulullah dalam bulan Ramadhan. Ia menjawab: ‘Rasulullah SAW mengerjakan shalat (baik dalam) bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan tidak lebih dari 11rakaat. Beliau shalat (pertama kali ) 4 rakaat, dan jangan tanya kamu tentang bagus, indah, dan panjangnya shalat itu.
Kemudian (pada tahap kedua) shalat lagi dengan 4 rakaat, dan jangan tanya tentang bagus, indah, dan panjangnya shalat itu. Terakhir beliau shalat dengan 3 rakaat witir.’
Aku bertanya: ‘Ya Rasul Allah adakah engkau tidur sebelum mengerjakan shalat witir?” Beliau menjawab: ‘Hai Aisyah, sesungguhnya dua mataku tidur, sedangkan hatiku tidak (pernah) tidur.’
Dari hadits ini Aisyah RA menceritakan tentang bagaimana shalat qiyamu Ramadhan Rasulullah yaitu:
- Rasul Allah SAW mengerjakan shalat (baik dalam) bulan ramadhan atau diluar ramadhan tidak lebih dari 11 rakaat.
- Beliau shalat (pertama kali) 4 rakaat,
- kemudian (pada tahap kedua) shalat lagi dengan 4 rakaat,
- Terakhir beliau shalat dengan 3 rakaat witir.
Namun di dalam praktiknya ternyata terdapat banyak jumlah rakaat shalat Tarawih sebagaimana yang disebutkan Prof Syamsul Anwar dalam bukunya yang berjudul Shalat Tarawih pada halaman 122. Ada 10 cara di antaranya:
- 41 rakaat dengan witir
- 36 rakaat dengan witir
- 28 rakaat dengan witir
- 11 rakaat dengan witir. Pendapat ini yang dianut oleh beberapa ulama dan merupakan perintah Umar bin Khattab kepada Ubay bin ka’ab Ketika mentertibkan jama’ah di Madinah.
Dilakukan Berjamaah
Jumhur fuqaha’ mengatakan bahwa Tarawih baiknya dilakukan berjamaah karena nabi mengerjakan secara berjamaah dan para sahabt Nabi pun juga mengerjakan secara berjamaah meskipun dalam kelompok kecil.
Ketahuilah bahwa perbedaaan pendapat tentang jumlah rakaat shalat Tarawih dan yang lainnya yang memang terbuka padanya pintu ijtihad maka tidak seyogyanya menjadi pintu untuk berpecah belah antar umat, terlebih memang salaf pun berbeda pendapat tentang hal itu. Dan hal ini memang tidak menutup kemungkinan pintu ijtihad.
Dan alangkah bagusnya perkataan salah seorang ahli ilmu saat ada orang yang menyelisihi pendapatnya pada masalah yang terbuka pintu ijtihad padanya: “Sesungguhnya dengan Anda menyelisihi pendapatku maka engkau telah sependapat denganku. Maka setiap kita melihat, wajib mengikuti yang benar menurut pendapatnya untuk masalah yang diperbolehkan berijtihad.”
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk semuanya saja agar memberi petunjuk kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni