Tokoh Pendidikan Nasional, Ya Kiai Ahmad Dahlan oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.
PWMU.CO– Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka, teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah, jadilah meester, insinyur dan lain-lainnya dan kembalilah kepada Muhammadiyah.
Itu pesan KH Ahmad Dahlan kepada kader muda Muhammadiyah seratus tahun yang lalu. Pesan itulah yang menjadikan persyarikatan ini sekarang berkembang pesat dengan beragam profesi sumber daya manusia dan amal usaha. Punya sekolah, rumah sakit, toko, koperasi, dan panti sosial. Harapan Kiai Dahlan juga terkabul. Di sini ada banyak guru, dosen, meester, insinyur, dokter, pengusaha.
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) patutlah nama KH Ahmad Dahlan disebut. Bukan hanya nama Ki Hajar Dewantoro. Sebab Kiai Dahlan tokoh pembaruan pendidikan di Indonesia. Perubahan yang dikerjakannya sangat besar memengaruhi perjalanan hidup bangsa ini.
Begitu juga nama Nyai Walidah, istri Kiai Dahlan juga pantas disebut tokoh pendidikan. Sebab usahanya membangun pendidikan pra sekolah berupa TK Aisyiyah Bustanul Athfal terus bersinar hingga kini.
Bukan sekadar mengajarkan semangat nasionalisme. Sekolah yang dibangun Kiai Dahlan dan Nyai Walidah membentuk manusia sempurna menguasai ilmu dunia dan akhirat. Kemampuannya memadukan kurikulum pesantren dan sekolah Eropa seratus tahun lalu, kini menjadi tren sekolah-sekolah modern.
Sekolah bukan hanya mengajar ilmu pengetahuan dunia namun juga memenuhi kebutuhan spiritual manusia untuk makin mengenal Tuhan. Bukan nasionalisme sekuler yang malah jauh dari agama.
Londo Ireng
Sekolah Kiai Dahlan membentuk manusia pejuang agama. Berangkat dari nilai Islam untuk kemaslahatan manusia. Sekolah sekuler menciptakan londo ireng. Orang pribumi berpikiran Belanda. Kebarat-baratan. Keturunannya masih banyak saat ini. Itu, orang-orang yang sekarang makin radikal mencaci maki sak enak udele menyebut kaum muslim sebagai anti Pancasila, intoleran, anti bhineka, teroris. Seolah-olah mereka saja yang berjasa atas negeri ini dan ingin menguasai sendirian.
Mungkin karena berjuang pada inovasi pendidikan Islam gaya baru itu, Kiai Dahlan tidak dianggap sebagai tokoh pendidikan nasional. Sejarah hanya dikuasai orang-orang sekuler ya begini ini isinya. Padahal sekolah yang dirintis Kiai Dahlan sekarang berkembang luar biasa menjadi puluhan ribu tersebar di seluruh nusantara.
Mulai TK hingga perguruan tinggi. Bahkan Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta masih eksis hingga kini menjadi sekolah unggulan yang mengader dai-dai muda brilian.
Keberhasilan Kiai Dahlan bukan hanya mampu membangun sekolah tapi juga mencetak kader-kader penerus perjuangannya yang mengembangbiakan sekolah itu terus update sesuai kebutuhan zaman. Bandingkan dengan keadaan Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar Dewantoro tahun 1922.
Kiai Dahlan mengajar di sekolah Belanda namun tidak menjadi londo ireng. Dia mengajar nilai spiritual di sekolah itu. Dia juga membuka pesantren di Kauman Yogya tahun 1911, namun santrinya tidak ndesit.
Kunci Keberhasilan
Apa kunci keberhasilan Kiai Dahlan? Pertama, rela berkorban. Kisah Kiai Dahlan memukul kentongan di siang hari di kampung Kauman sudah sangat populer. Kiai Dahlan memanggil orang kampung untuk menjual perabotan rumahnya. Butuh biaya menggaji guru.
Kedua, memberi teladan. Kisah Kiai Dahlan mengajarkan surat al-Maun kepada santrinya juga jamak menjadi bahan ceramah di mana-mana. Kiai Dahlan tidak hanya menghafalkan ayat-ayat al-Quran tapi juga praxis perintah ayat itu langsung dilakukan. Hasilnya kader militan.
Ketiga, membangun jaringan. Kiai Dahlan bukan kaum santri kuper. Pergaulannya luas. Bisa diterima mengajar di sekolah Belanda itu menunjukkan kehebatannya. Bayangkan, dia bukan lulusan sekolah Eropa tapi pesantren.
Kiai Dahlan juga bergaul dengan aktivis pergerakan Budi Utomo di Yogya. Itu dia lakukan demi mengembangkan Muhammadiyah dikenal luas di kalangan priyayi dan rakyat jelata. Buktinya, para priyayi ini lantas menjadi pengurus Hoofdbestuur Muhammadiyah.
Kiai Dahlan pun berhubungan baik dengan Sultan Yogya dan pejabat istana. Dua kali naik haji dibiayai kerajaan. Diangkat menjadi khatib amin penghulu kerajaan dan imam Masjid Gede.
Meskipun pernah berselisih paham dengan hoofdpenghulu istana hingga Langgar Kidulnya dibakar massa, akhirnya mampu menyelesaikan konflik itu dengan damai. Keberadaannya bisa diterima kembali di kalangan ulama istana.
Kiai Dahlan pun bisa membangun komunikasi baik dengan Sultan Yogya. Misalnya, ketika memberitahukan perbedaan tanggal Idul Fitri yang mendahului acara Gerebek Syawal bisa diterima oleh sultan.
Dari daftar pengalaman hidup seperti itu maka kalau mencari tokoh pendidikan paling hebat ya KH Ahmad Dahlan. (*)