Aku Adukan Kalian pada Tuhanku: Pray for Palestina oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar.
PWMU.CO– Tuhan di mana engkau? Kezaliman ini sudah terlalu lama. Dan kami tak bisa membantu selain doa dan uang Rp100 ribu yang aku titipkan pada lembaga amal entah sampai entah tidak.
Shalat malamku terhenti pada rakaat ke tiga. Saat terbayang si kecil yang berumur 12 tahun menggendong adiknya yang masih butuh tetek ibunya. Serdadu Israel tanpa ampun memberondong ibunya yang diduga membawa bom bunuh diri.
Ibunya bersimbah darah dan mati di depan matanya. Ia pun menjerit sambil memeluk erat adiknya dan berkata: ”Aku adukan kalian pada Tuhanku.”
Saya tidak akan menarik kejadian ini pada konflik yang bermula dari sentimen agama. Yahudi atau Islam. Tapi soal humanitas. Petaka kemanusiaan akut. Agama hanya alat apalagi sekadar berebut tempat shalat. Agama berubah menjadi sarana marah.
Persoalan besarnya adalah kenapa agama mengajarkan kekerasan, setidaknya membiarkan pemeluknya melakukan kekerasan atas nama agama. Benarkah demikian. Al Aqsha barangkali merepresentasi anak cucu Ibrahim dari keturunan Ishak dan Ismail berebut legitimasi tanah suci itu.
Sesungguhnya kita bersaudara satu bapak lain ibu. Tapi di situlah uniknya. Yang membuat selisih kian rumit layaknya benang kusut.
Balas Dendam
Masjid dan Sinagog mendadak menjadi tempat propaganda melakukan kekerasan atas nama agama. Ulama dan rahib berebut pengaruh. Mengambil ayat dalam kitab suci masing-masing untuk membenarkan satu kata: balas.
Umat mengamini. Balas adalah ibadah. Pada setiap tetes darah adalah kesaksian. Dan takutpun hilang serentak berganti semangat saling membalas.
Pada situasi inilah nilai humanitas ditagih. Masih ingat saat Ali bin Abi Thalib ra melumpuhkan seorang tentara Quraisy kafir. Terdesak dan menyerah. Pedang Ali siap membelah tubuhnya. Tapi Yahudi itu meludahi wajah Ali sambil mengumpat.
Ali ra mengurungkan niatnya dan melepas tentara kalah itu. Dengan heran yang sangat, orang kafir Quraisy tadi bertanya: Kenapa kau melepasku? Ali berkata: ”Aku tak akan mengotori niat jihadku dengan membunuhmu sambil marah.”
Malam ini saya tak bisa membedakan rasa. Palestina sudah terlalu lama tak kunjung selesai. Saya kadang berpikir kenapa Tuhan membiarkan terlalu lama kezaliman menindas. Pertolongan dari Tuhanmu sangat dekat jangan berputus asa. Tapi kapan. Seakan membiarkan tanpa penjagaan. Apa hakku bertanya pada Tuhanku.
”Aku adukan kalian pada Tuhanku.” Kata gadis kecil yang putus asa. Kenapa doa-doa tak diijabah di tempat-tempat yang katanya keramat. Desahnya, sambil menutup wajahnya. Air matanya mengering. Dadanya sesak. Semangatnya mulai susut. Tuhan, bukan aku tak percaya pada janji pertolonganMu. Tapi ini terlalu lama. Aku tak punya siapa pun. Pray for Palestina.
Aku hanya menghibur diri. Mencari pembenar dan mengumpulkan alibi. Saat bertemu dengan saudaraku dari Palestina di Yaum Al Baats nanti aku bisa jawab: ”Aku tak bisa datang membantu karena aku sibuk ….”
Editor Sugeng Purwanto