PWMU.CO – Cerita-Cerita Unik Mahasiswa UMM Berlebaran di Luar Negeri. Sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri seperti di Portugal, Taiwan, Polandia, dan Australia memiliki cerita unik seputar Ramadhan dan Lebaran tahun ini.
Septifa Leiliano Ceria misalnya. Alumnus Hukum Keluarga Islam (HKI) UMM yang kini menempuh pendidikan di Australian National University itu mengaku cukup kesulitan untuk mengunjungi masjid karena harus ada proses pendaftaran pengunjung.
Hal itu tidak lepas dari kebijakan protokol kesehatan yang masih berlaku di Canberra. “Suasana bulan suci dan Lebaran tentu tidak semeriah di Indonesia. Namun alhamdulillah masih ada kegiatan-kegiatan yang bisa mengobati rasa rindu dengan tanah air,” ungkap Ano—sapaan akrabnya.
Salah satu agenda yang ia maksud adalah bazar dan festival kuliner makanan halal. Warga Muslim bisa dengan mudah mencicipi makanan dari berbagai negara. Ada makanan khas Turki, India, dan Pakistan.
“Meski begitu makanan Indonesia masih menjadi nomor satu di hati saya, terutama soto. Rasanya seperti di rumah, apalagi kalau bertemu dengan teman-teman dari Indonesia di pengajian,” terangnya, seperti terugkap dalam keterangan pers Humas UMM, Sabtu (15/5/2021).
Di Taiwan Shalat Id di Lapangan Voli
Berbeda dengan Ano di Australia, Adjar Yusrandi Akbar—salah satu pengajar UMM yang sedang menuntut ilmu di Taiwan—mengaku cukup mudah melakukan ibadah di sana. Apalagi sudah ada mushala yang disediakan untuk mahasiswa Muslim. Selain itu jumlah penganut Islam di Asia University yang cukup banyak, memudahkannya dalam menjalankan ibadah puasa.
Adjar menceritaknan, ia dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Asia University Moslem Association menggelar salat Idul Fitri di kawasan kampus, tepatnya di lapangan voli. Tidak hanya hanya itu, adapula ramah tamah yang menyediakan makanan halal bagi para muslim. “Alhamdulillah saya masih bisa merasakan suasana Idul Fitri dengan nyaman meskipun jauh dari kampung halaman,” ucap Adjar, panggilan karibnya.
Adjar juga mengaku turut aktif memeriahkan agenda Ramadhan dan Lebaran di universitasnya. Tidak hanya mengikuti kajian, ia juga beberapa kali sempat mengisi kultum dan memasak untuk berbuka.
“Mungkin karena terbiasa terjun aktif di Kegiatan Ramadhan UMM seperti Baitul Arqam dan Safari Ramadan. Jadinya saya merasa senang ketika bisa memeriahkan agenda yang ada di Asia University Taiwan ini,” ungkapnya.
Sendirian Puasa 18 Jam di Polandia
Cerita berbeda disampakan Firdaus Faraj Ba-Gharib, mahasiswa akuntansi UMM yang menjalani pertukaran pelajar di SGH Warsaw School of Economics, Polandia. Ia merupakan salah satu mahasiswa yang diberangkatkan oleh UMM melalui beasiswa Erasmus.
Faraj mengaku cukup kesulitan dalam menjalani puasa di sana karena durasinya yang cukup lama, yakni 17-18 jam. Belum lagi jarak berbuka, salat Tarawih, dan Sahur yang berdekatan. “Oh iya, saya adalah satu-satunya Muslim yang ada di kampus ini. Jadi hampir tidak ada suasana Ramadhan dan lebaran yang saya temui,” jelasnya.
Oleh karena itu, untuk mendapakan suasana Ramadhan, dia beberapa kali berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Di situ ia ikut dalam berbagai kegiatan. Juga seringkali menjadi volunter dalam membagikan makanan berbuka gratis kepada teman-teman yang ada di Polandia. Di Warsaw dia bisa melaksanakan shalat Id di salah satu flat milik temannya.
Faraj merasa sangat beruntung menjadi bagian dari UMM. Banyak bekal yang UMM beri sehingga memudahkannya menjalani pertukaran mahasiswa di Polandia.
“Banyaknya program dan organisasi yang UMM sediakan memberikan saya begitu banyak dampak positif. Salah satunya dalam bersosialisasi. Jadi saya bisa dengan mudah beradaptasi dan bergaul dengan mahasiswa-mahasiswa asli sini maupun dari negara lain. Saya juga bangga bisa menjadi representasi dari UMM dan Islam di kampus ini,” cerita dia.
Kegiatan di UMM Bermanfaat
Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad Ilham, mahasiswa Bahasa Inggris UMM yang sama-sama menjalani pertukaran mahasiswa di Braga, Portugal. Menurutnya, beragam kegiatan yang ia ikuti selama menjadi mahasiswa UMM sangatlah berguna ketika dia di Universidade do Minho.
Program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK) UMM misalnya, yang membiasakannya untuk mengatur waktu dan prioritas. Utamanya dalam menjalani ibadah puasa dan salat Idul Fitri.
Ia merasa banyak jasa yang sudah UMM berikan sehingga mampu mengantarnya merasakan atmosfer belajar di luar negeri. Apalagi UMM mewajibkan mahasiswa-mahasiswanya untuk mengikuti mata kuliah English for Specific Purpose (ESP) yang mana memudahkannya untuk belajar bahasa Inggris.
“Alhamdulillah saya bersyukur menjadi bagian dari UMM. Berbagai program dan dukungan selalu disediakan untuk memaksimalkan potensi mahasiswanya,” terang Ilham.
Adapun ia melaksanakan shalat Id di salah satu kediaman mahasiswa Indonesia bersama dengan warga tanah air lainnya. Adapula segelintir mahasiswa dari Timor Leste yang diundang sebagai bentuk silaturahmi.
Dia kemudian mengunjungi KBRI yang berlokasi di kota Porto, bertemu dan menjalin persaudaraan dengan warga Indonesia lainnya. “Perasaan rindu akan keluarga di rumah memang sangat terasa. Namun kalau tidak begini, tidak akan ada cerita berbeda terkait Idul Fitri di negara lain,” pungkasnya menerangkan.
Rindu Tanah Air
Tidak jauh berbeda, Dion Maulana Prasetya, Dosen Hubungan Internasional UMM juga merindukan Tanah Air. Apalagi setahun belakangan, Turki menjalankan protokol kesehatan yang cukup ketat.
Kadang juga menerapkan lockdown di beberapa tempat untuk menekan angka penularan. “Sangat rindu tentunya dengan orangtua di Indonesia. Tak lupa para saudara dan teman yang biasanya menemani menghabiskan waktu saat hari raya Idul Fitri,” jelasnya.
Pria yang sedang menyelesaikan studi doktoral di Ankara Yıldırım Beyazıt Üniversitesi ini kembali menceritakan bahwa etos kerja yang selama ini ia dapat di UMM memberikan kemudahan. Utamanya ketika tugas dan kegiatan kampusnya menumpuk. Mental yang ia miliki juga membantunya dalam menghadapi berbagai permasalahan, khususnya kebosanan saat harus menjaga diri di tempat ia tinggal.
Pengalaman menarik lainnya datang dari Salim Toshboyev, salah satu alumni program BIPA UMM asal Uzbekistan. Ia merasakan beberapa perbedaan dalam menjalani puasa dan lebaran di kedua negara. Menurutnya, suasana Ramadhan di Indonesia lebih terasa beserta pernak-pernik yang menghiasi. Begitupun dengan budaya mudik yang tidak ia temui di negara asalnya.
“Saya rindu sekali dengan Indonesia, khususnya Malang dan UMM. Teman-teman, dosen, juga dengan program-program internasional yang ada. Begitupun dengan makanan asli Indonesia. Saya suka sekali dengan nasi goreng, soto dan juga pecel. Semoga bisa kembali ke Indonesia dalam waktu dekat, ya,” tutur pria yang kini sibuk menjadi tour leader Asia di Uzbekistan tersebut. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni