PWMU.CO– Gerakan Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah) seperti menjadi bintang dalam intifadah Palestina melawan kebrutalan Israel. Rudal Hamas seperti Sijil dan Qassam diluncurkan dari Gaza menyerang kota-kota di Israel kini bisa menembus sistem pertahanan iron dome. Kota seperti Tel Aviv pun terbakar. Keberhasilan serangan ini membangkitkan semangat warga Palestina.
Tapi upaya kampanye hitam terhadap Gerakan Hamas kini gencar disebar lewat medsos. Seperti penyebaran berita pimpinan Hamas Khaled Mashal yang hidup mewah di Doha, Qatar dengan memakai uang donasi Palestina.
Penyebaran video seorang pemuda Palestina dalam pertemuan dunia mengecam Hamas yang tak diakui sebagai perwakilan negaranya. Juga penyebaran kembali berita hoax tahun 2017 soal Mufti Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, yang menyatakan Hamas teroris dan perang dengan Israel haram.
Perjuangan Hamas memang non koperasi, tak mengakui negara Israel yang harus dilenyapkan. Beda dengan faksi Al-Fattah, penguasa pemerintah Palestina sekarang yang koperatif. Pemerintah Al-Fattah pimpinan Presiden Mahmud Abbas sendiri tak berdaya membela rakyat Palestina yang diusir dan dibunuh Israel.
Hamas didirikan pada 14 Desember 1987. Di samping memiliki sayap militer yang dikenal dengan Brigade Izz al-Din al-Qassam, juga merupakan jaringan berbagai organisasi lain yang mencakup asosiasi mahasiswa (Kutla Islamiyyah), pelayanan sosial (al-Mujamma al-Islam), Universitas Islam Gaza (al-Jami’ah al-Islamiyyah), bank Islam (bayt al-mal) dan partai Penyelamat Islam Nasional (Azyumardi Azra, 2009).
Dengan berbagai jaringan itu, Gerakan Hamas memberikan berbagai bantuan pelayanan sosial-ekonomi-hukum kepada masyarakat Palestina. Hamas sangat dekat dengan rakyat sehingga hasil Pemilu 25 Januari 2006 Hamas menang dan berhak membentuk pemerintahan.
Padahal upaya melemahkan sudah dilakukan tahun 1992. Israel mengasingkan 400 pemimpin dan intelektual Hamas ke sebuah puncak bukit di Lebanon Selatan. Pada 22 Mei 2004, atas perintah PM Ariel Sharon, militer Israel membunuh pendiri dan pimpinan Hamas, Syaikh Ahman Yassin. Penggantinya, Dr Abd al-Aziz Rantisi, juga dibunuh Israel pada 17 April 2004. Upaya ini tak menyurutkan popularitas Hamas.
Tersingkir dari Kekuasaan
Sayangnya, pemerintah Hamas tidak pernah efektif karena diganggu Israel, AS dan negara Barat. Mereka takut dominasi dan kukuhnya kekuatan Hamas bakal mengancam keberadaan Israel.
Israel, AS, dan Barat bukan saja menolak mengakui pemerintahan Hamas, melainkan juga memboikot secara ekonomi-politis. Faksi pejuang Palestina warisan Yasser Arafat, Al- Fattah, dikompori terus supaya bermusuhan dengan Hamas.
Berbagai upaya dilakukan Israel dengan dukungan AS dan Barat agar pemerintahan Hamas yang sah itu digulingkan. Upaya itu berhasil. Hamas tersingkir dari pusat kekuasaan. Tapi tetap berkuasa di Jalur Gaza sejak Juni 2007.
Karena itu perlawanan sengit ke Israel selalu meluncur dari Gaza. Situasi ini dipakai Israel dan AS selalu berdalih mereka memerangi kelompok teroris Hamas di Gaza. Bukan Palestina. Israel, AS dan sekutunya membikin opini serangan itu sah.
Taktik licik ini berhasil mengecoh sebagian besar pimpinan dunia, dengan bukti lemahnya tekanan mereka pada sang agresor Israel. Negara-negara Arab bahkan bisa dilobi lewat perantara AS untuk membuka hubungan diplomatik. Seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kini mendekati Arab Saudi. Sebelumnya Mesir dan Yordania sudah lebih dulu berdamai.
Ironisnya Presiden Palestina Mahmud Abbas seolah membiarkan Jalur Gaza, salah satu bagian negerinya sendiri, diporak-porandakan oleh Israel. Tidak terlihat perlawanan yang dilakukan oleh militer resmi Palestina atas komando Abbas dalam membela rakyatnya yang diserang membabi-buta di Jalur Gaza itu.
Dunia kini sedang dibolak-balikkan oleh opini hegemoni AS dan sekutunya memandang konflik Palestina-Israel. Hamas yang dianiaya, dizalimi, dihancurkan, dan hampir dimusnahkan bersama rakyat Palestina di Jalur Gaza dituduh teroris. Sementara Israel dan AS adalah pahlawan.
Dulu imigran Israel datang ke Palestina dalam kondisi kurus kering dan kudisan. Kini mereka telah menjadi kuat berbalik mengusir warga Palestina karena merasa tanah itu warisan leluhurnya. (*)
Penulis Mohammad Nurfatoni Editor Sugeng Purwanto