Kita Bisa Lebih Buruk dari Palestina oleh Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO-Noam Chomsky mengatakan bahwa apa yang terjadi di Jalur Gaza beberapa pekan terakhir ini bukan perang, tapi pembunuhan besar-besaran oleh Zionis Israel atas rakyat Palestina.
Sudah lama rakyat Palestina dari berbagai agama di Jalur Gaza hidup dalam sebuah kamp konsentrasi terbesar di dunia. Mungkin sedikit lebih besar dari kamp serupa di Xin Jiang bagi kaum muslim Uyghur.
Apa yang menimpa Palestina saat ini buruk dan tidak bisa diterima. Kita bangsa Indonesia di bentang alam seluas Eropa yang disebut nusantara ini bisa bernasib lebih buruk dari bangsa Palestina. Menghadapi musuh yang sama, kapitalis global dari Sayap Barat dan Tembok Besar, bangsa ini malah secara terbuka menikmati perpecahan yang menyedihkan.
Bangsa ini dipecah-pecah justru berdasarkan agama dan keyakjnannya. Ekspresi beragama yang dijamin konstitusi, kini dituduh sebagai anti-toleransi, anti-Pancasila, bahkan anti-NKRI, radikal dan terorisme.
Kaum munafik sekuler radikal yang bersembunyi di kantong-kantong kekuasaan terus menyemburkan kebohongan yang menimbulkan ketidakpercayaan antar pemeluk agama, menggerus modal sosial bangsa ini dengan mengatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama.
Kita juga dikejutkan oleh pernyataan seorang pensiunan jenderal tua yang mengatakan bahwa urusan Palestina bukan urusan kita. Mungkin dia lupa bahwa amanah Pembukaan UUD 1945 mengatakan, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Amanah konstitusi juga agar kita ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sekarang tampak nyata di depan kita kedamaian di Palestina rusak karena ancaman jangoisme ugal-ugalan yang dipertontonkan oleh Zionis Israel. Apakah ini bukan urusan kita?
Negeri Keropos
Pada saat penghancuran kawasan pemukiman padat penduduk, sekolah, pasar di Jalur Gaza oleh serangan roket dan artileri Israel, kita jangan segera berbangga dengan banyak gedung bertingkat yang menjamur di kawasan urban negeri ini.
Sesungguhnya Palestina makin kokoh, sementara Republik ini justru makin keropos oleh korupsi dan malpraktik administrasi publik. Bangsa ini sekarang justru berpecah belah melawan musuh yang sama yang dihadapi bangsa Palestina: sekelompok elite politik dan kartel korporasi kaki tangan Zionis.
Para pendukung fanatiknya yang nyaris kebal hukum dan massal rakyat floating mass yang cukup terampil untuk menjalankan mesin-mesin sekaligus cukup dungu untuk terus bekerja bagi kepentingan investor asing.
Ironinya sekelompok warga negara yang masih waras yang menolak pendunguan dan penjongosan oleh kekuatan asing nekolimik ini yang dengan mudah ditangkap dan dipenjarakan untuk delik yang mengada-ada.
Saya perlu ingatkan bahwa negeri ini makin menjauh dari cita-cita Republik, dan bangsanya tercabik-cabik oleh kebangkitan separatisme, favoritisme, serta nasionalisme sempit semacam glorified tribalism hendropriyonoan yang merongrong amanah para pendiri Republik.
Hemat saya, kita butuh seorang Maximus sang Gladiator untuk meluruskan gelagat imperiumisasi nerotik ala Romawi di tangan Nero ke prinsip-prinsip Republik. Segera. Kalau tidak kita bisa lebih buruk dari Palestina.
Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, Surabaya 21/5/2021
Editor Sugeng Purwanto