Beda Fadil Jaidi dengan Hendropriyono Melihat Palestina oleh Ady Amar, penulis tinggal di Surabaya.
PWMU.CO– Siapa yang tidak bangga dengan anak muda Fadil Jaidi. Selebgram yang cukup dikenal. Tentu bukan bangga pada penghasilan atau pendapatan sebulan yang didapatnya. Tapi bangga pada kepribadian yang dipunya. Punya empati tinggi dalam membantu sesama , dan itu pada tragedi kemanusiaan di Palestina.
Gaza di Palestina yang dibombardir tentara Zionis Israel, meluluhlantakkan tempat tinggal warga sipil, sekolah, dan bangunan lainnya. Lebih memprihatinkan anak-anak dan perempuan harus meregang nyawa. Begitu pula laki-laki warga sipil.
Melihat itu Fadil Jaidi dan anak muda lainnya, Taqy Malik, prihatin, trenyuh dan merasakan kepedihan yang sangat. Katanya, ini bukan konflik agama semata, tapi masalah kemanusiaan. Mestinya semua pihak yang punya nurani melihat konflik Israel-Palestina itu seperti dua anak muda ini, yang bergerak dengan inisiatifnya.
Mereka berdua mengumpulkan dana lewat jejaringnya. Fadil menargetkan Rp 2 miliar. Taqy menarget Rp 1 miliar. Hasilnya luar biasa. Sepekan Fadil mengumpulkan Rp 6 miliar. Tambah hari berikutnya tembus Rp 7 miliar. Sedang Taqi hampir Rp 6 miliar. Subhanallah.
Siang lalu, Rabu (19 Mei), Fadil menyerahkan Rp 3 miliar ke MUI untuk diteruskan pada lembaga-lembaga di Gaza. Lalu Rp 1 miliar pada PMI diterima langsung oleh Pak Jusuf Kalla. Sisanya disalurkan ke lembaga lainnya.
Gelar Kadrun
Beda lagi dengan Ulil Abshar Abdalla. Tokoh Islam liberal ini belakangan dijuluki kadrun di medsos. Gara-gara sikap Ulil berpihak ke Palestina. Maka nama sebutan barunya Ulil Al-Kadrun. Padahal ia tidak pernah berada dalam kelompok cebong maupun kadrun.
Keberpihakannya pada Palestina karena nilai kemanusiaan. Ulil membenci Zionis Israel. Bukan pada agama Yahudi. Setidaknya itu yang dinyatakan. Tentu menggelikan, karena Ulil menemukan kebenaran lantas dikadrun-kadrunkan oleh pemuja Israel yang menelan propagandanya.
Bagi Ulil, masalah Palestina itu masalah sederhana menyangkut keadilan dan penjajahan. Sebagaimana melihat masalah Belanda menjajah Indonesia.
Memang baru di zaman rezim ini muncul kelompok pembela Israel dan menyalahkan Palestina. Kelompok ini berkata, buat apa membantu rakyat negara lain, di negeri sendiri masih banyak yang hidup sulit dan perlu bantuan.
Kata Jenderal Tua
Ketiganya memahami peristiwa kemanusiaan bukan semata persoalan Israel dan Arab. Tidak perlu menunggu tua untuk paham masalah itu. Sebab yang sudah berumur lanjut pun hatinya sudah mati.
Beda Fadil Jaidi dengan Hendropriyono. Bekas Kepala BIN. Pensiunan jenderal tua yang masih kerap bicara tentang negeri ini. Selalu kontroversial lagi. Angkatan Akmil 1967 seperti ingin tetap eksis sebagai manusia politik. Padahal pensiunan jenderal seangkatan dan juniornya sudah pada ngunduri tuwo.
Pernyataan terakhirnya menyengat. ”Palestina dan Israel bukan urusan kita, melainkan urusan mereka, bangsa Arab dan Yahudi.
”Apakah pengkritiknya tahu siapa Palestina dan Israel itu? Apakah pengkritik itu kenal dengan Mahmoud Abbas, atau kenal dengan Ismail Haniyah, atau kenal dengan Reuven Rivin, atau Benjamin Netanyahu? Saya yakin tidak kenal. Yang dia kenal adalah anak, istri, mantu dan cucu sendiri,” katanya.
Ternyata begitu sempitnya pandangan jenderal tua ini. Tak selaras dengan luasnya dia berkarier di negara ini. Menurut dia, orang yang membela Pancasila, tidak membela Palestina. Dia lupa bahwa Pancasila memperjuangkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Lupa Sejarah
Sepertinya Hendropriyono juga melupakan sejarah. Rakyat Palestina dulu yang mendukung perjuangan Indonesia merdeka. Bahkan ada pengusaha Palestina menyumbangkan semua hartanya untuk Indonesia.
Mungkin dia juga sudah lama tidak membuka Pembukaan UUD 45. Padahal di situ dijelaskan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Alinea lain menyebutkan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Karena itu wajar Indonesia selalu berdiri membela kemerdekaan suatu negara dari cengkeraman penjajahan. Maka hukum membela Palestina itu wajib. Kok malah dikatakan, Palestina bukan urusan kita.
Sosiolog UI, Tamrin Amal Tomagola, menanggapi jenderal tua ini dengan telak. Begini katanya, pernyataan Hendropriyono itu tak mewakili semua masyarakat. Dirinya dan banyak lagi warga Indonesia masih merupakan manusia yang punya rasa kemanusiaan.Merasakan kejamnya Israel kepada rakyat Palestina.
”Urusan Palestina adalah urusan kami. Kami tidak memaksa yang bukan manusia lagi untuk menjadikan Palestina sebagai urusannya,” kata Pak Tamrin. (*)
Editor Sugeng Purwanto