PWMU.CO – Persoalan Palestina akan selesai apabila dunia Arab bersatu. Demikian kata Prof Dr Din Syamsuddin dalam Halalbihalal PWM Jatim, Sabtu (22/5/21).
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 2005-2010 dan 2010-2015 itu mengatakan, konflik Palestina-Israel memang tidak ada salahnya jika diungkapkan sebagai masalah agama. Namun dalam pengertian bukan konflik antara Islam dan Yahudi.
“Karena tidak semua Yahudi di Israel, Palestina, dan dunia ini mendukung negara zionis. Karena yang mendukung pendirian negara Israel adalah kaum zionis, pendukung zionisme. Yang punya mimpi tentang The Dreamland, yang nyaris sebagai mitos dan tidak bisa dibuktikan. Maka mereka berambisi untuk menjadikan kawasan itu sebagai negeri yang dijanjikan itu, itulah zionisme,” ungkapnya.
Zionis Perusak
Di Israel dan Palestina, lanjut Din, ada kelompok Yahudi Ortodoks, Ortodoks Jews, atau bahasa arabnya al-Yahud al-Qadimi. “Saya pernah bertemu mereka saat diundang Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Tidak bicara hanya hadir saja sebagai guest of honour dalam pembukaan The Second Muslim-Christian Conference in Palestine, Konferensi Kedua Muslim-Kristen di Palestina tahun 2007 di Betlehem,” ujarnya.
Saat acara tersebut, sambungnya, waktu itu juga dihadiri oleh seratusan Yahudi Ortodoks dan mereka bicara mengecam zionis dan Israel. “Banyak juga kaum Yahudi di luar negeri yang tidak setuju dengan konflik, peace now. Jadi ini mohon dipahami dan jangan digeneralisasi, meng-gebyah uyah,” jelasnya.
Maka, kata Din, konflik Palestina-Israel berdimensi keagamaan antara Yahudi dan Islam atau Islam dan Yahudi itu tidak benar seluruhnya. “Tapi ada dimensi keagamaan, karena zionis Israel itu ingin merusak dan menguasai al Masjid al-Aqsa. Bagi umat Islam merupakan tempat suci, kiblat pertama,” terangnya.
Zionis, sambung dia, juga merusak The Holly Site, tempat-tempat suci di Yerussalem yang berhubungan dengan umat Nasrani, Kristen. “Nah itulah dimensi keagamaannya. Tapi jangan disebut pertentangan dua agama. Dan juga ada dimensi politik yang sangat luas sekali dan sekarang berkembang ke arah sana itu,” tambahnya.
Two State Solution
Menurut Din, penyelesaiannya konflik tersebut tiada lain, merujuk pikiran Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) termasuk Indonesia dan negara-negara Islam lainnya adalah diakuinya two state solution, solusi dua negara. “Negara Palestina dan Israel berdampingan dengan syarat. Kalau Iran hanya one state solution. Hanya ada negara Palestina tidak ada negara Israel, itu tidak realistik,” kata dia.
Syarat two state solution ini, terang Din, pertama adalah Jerusalem tidak menjadi ibukota siapapun. Nah ini yang dilanggar atas dukungan Donald Trump. Dan ini menjadi pangkal keributan lebih lanjut. “Kedua, Israel mundur dari kawasan yang didudukinya, yakni sejak perang 1967 dan 1973. Termasuk tidak boleh membangun di Tepi Barat (Westbank),” jelasnya.
Sayangnya, kata Din, two state solution ini tidak dilakukan karena tidak didukung oleh dunia. Amerika Serikat standar ganda. Joe Bidden yang dari Partai Demokrat juga kurang. Dia yang ngipas-ngipasi Israel. “Dan sebetulnya Israel bakal kalah jika terus-menerus berperang itu. Akhirnya menerima gencatan senjata, walaupun kemarin dilanggar saat akan shalat Jumat di Masjid al-Aqsa,” paparnya.
Indonesia, menurut Din bagus sikapnya. Karena ini warisan dan titipan dari Bung Karno, yang berkawan dengan Yaser Arafat. “Maka Megawati juga Pak Jokowi saya kira kuat berpegang pada hal tersebut. Maka kalau ada pensiunan jenderal yang mengatakan tidak ada urusan Palestina dengan kita, itu ahistoris, asosiologis, anti-konstitusi. Jadi tidak mungkin itu, karena Palestina adalah yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. Luar biasa pengorbanannya itu,” jelasnya.
Persoalan Palestina Selesai
Kalau faktor internasional ini tidak terselesaikan maka konflik akan terus menerus. Sayangnya dunia Islam rapuh. Uni Emirat Arab (UAE) sudah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Mengikuti Jordan dan Mesir sebelumnya. “Kita baca di agenda Saudi Arabia, juga akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel,” ungkapnya.
Di Israel, lanjut Din, juga ada konflik internal. Partai Likud-nya Benyamin Netanyahu, yang terkenal keras itu, melakukan penyerangan yang dimulai di Jerussalem. “Karena Benyamin Netanyahu ingin meningkatkan bargaining position-nya yang sebelumnya cukup lemah,” paparnya.
Maka demi kemanusiaan yang adil dan beradab, baik dari Indonesia, Malaysia, Turki, Pakistan, atau juga Iran diajak untuk menggalang dunia Islam.
“Saya kira tidak susah untuk mewujudkan two state solution tersebut. Saya tahu Hamas itu dapat suplai senjata dari Iran, termasuk dari Hizbullah. Kalau kemarin Hizbullah itu nimbrung dalam perang, maka hancur itu Tel Aviv. Hizbullah, kata Pak Hajriyanto Y Thohari itu kekuatan bersenjatanya melebihi angkatan darat Lebanon. Maka kalau dunia Arab itu bersatu sebenarnya selesai. Sayangnya kata Raja Faisal dulu, orang arab bersatu untuk tidak bersatu,” tandas Din. (*)
Penulis Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.