PWMU.CO – Dubes Hajri: Mari Kita Isi Panggung-Panggung Palestina dibahas pada Pengajian Nasional Gerakan Solidaritas Palestina dan Politik Timur Tengah, Jumat (21/5/2021) malam.
Yang menyampaikan, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Hajriyanto Y Thohari. Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyelenggarakan kegiatan virtual bertema Gerakan Solidaritas Palestina dan Politik Timur Tengah itu.
Dalam mengikuti berita perkembangan kejadian di Palestina, Hajriyanto mengingatkan untuk mengakses sumber literatur juga. Jadi tidak hanya mengikuti arus opini di berbagai media.
Dengan begitu, harapannya, bisa lebih memahami bagaimana sebetulnya yang terjadi di Palestina—di bawah penjajahan Israel—dengan segala latar belakang pentingnya.
Hajriyanto menyadari, beragam opini mewarnai berbagai media. Menurutnya, jika opini yang salah itu dibiarkan berkembang di media setiap hari, akhirnya dianggap menjadi suatu kebenaran.
Pengetahuan Produk dari Kekuasaan
Pengetahuan yang berkembang kini, lanjutnya, bukan hanya bersumber dari informasi di media. Hajri mengungkap kenyataan pengetahuan sekarang ini, sesuai dengan teori Michel Foucault, seringnya diproduk oleh power (kekuasaan).
“Ilmu pengetahuan itu, karena dihasilkan oleh kekuasaan, relasi kuasa tidak harus bersifat komersial (memaksa) tapi bisa juga koordinatif,” terangnya.
Maksudnya, relasi kekuasaan itu didominasi informasi atau pengetahuan teori tertentu. “Karena terdominasi, akhirnya (orang mau) mengikuti (kekuasaan) itu,” ungkapnya.
Pengetahuan Produk dari Hegemoni
Menurut Hajri, sumber pengetahuan bisa juga dari hegemoni. Yaitu ketika orang terpaksa, tapi sebetulnya dia tidak merasa dipaksa. “Merasa pilihannya padahal itu karena terhegemoni,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, penting sekali terus mengakses sumber informasi dan mempelajarinya. Artinya, jika sudah punya pengetahuan, maka bisa mengetahui jika ada kemasan informasi yang tidak sesuai. Dengan begitu, harapannya pengetahuan bisa memproduksi kekuasaan, bukan sebaliknya.
“Bangsa Palestina yang sebagai korban, karena pandai mengemas informasi dan mengonstruksi pengetahuan, maka kekuasaan memproduksi pengetahuan itu bisa terbalik,” kata Hajri.
Anjuran Islam terhadap Informasi
Hajri memaparkan, umat Islam selalu dianjurkan, bahkan diperintahkan agama, untuk terus selalu belajar, mendengar semua informasi, kemudian memilih informasi yang terbaik.
Dia lantas mengutip, “Fabasyir li-ibadalladzina yastami’un alqoula fayas tabiuna akhsanuhu ulaikalladzina hadha humullah.“
Hajri mengartikan, yang disebut dengan hamba-hamba Tuhan itu orang yang mau mendengar (terbuka terhadap) setiap informasi, tapi tidak cukup dengan terbuka. Kemudian, mereka mengikuti mana yang terbaik di antara informasi, perkataan, opini, wacana, tulisan, atau teori.
Dia menekankan, orang seperti itulah yang disebut mendapat petunjuk dari Allah dan orang seperti itulah yang akan menang.
Agresif Isi “Panggung”
Hajri kemudian menegaskan pentingnya mengisi “panggung-panggung” untuk menebar informasi yang benar. Tidak boleh panggung-panggung itu dibiarkan kosong, karena akan diisi orang lain, di mana semua orang itu membawa kepentingannya masing-masing.
“Salah satu aspek penting adalah kita mengisi panggung-panggung. Sehingga, selesai acara nanti kita lebih mempromosikan diri; termasuk lebih aktif, proaktif, bahkan agresif baik secara fisik (dan) aktivitas (tidak diam saja),” terangnya.
Tidak hanya itu, Hajriyanto juga menyarankan agar lebih agresif secara finansial, dalam artian berinfak. Mengingat, yang berinfak tidak hanya orang beriman, tapi orang kafir juga.
Dia lalu mengutip potongan ayat al-Quran, “Liyasuddu ansabiilillah yunfiquna amwalahum,”
Maksudnya, untuk mencegah orang berada di jalan Allah itu, mereka juga berinfak. Sehingga, Hajri menegaskan agar orang beriman perlu agresif berinfak.
“Kita perlu menggalang solidaritas untuk Palestina, solidaritas panggung-panggung itu tadi, juga solidaritas dalam wacana,” tuturnya.
Karena, tambah Hajri, di mana-mana sudah mulai ada wacana-wacana tandingan. “Setidaknya ada upaya ‘Sudahlah kita netral saja, itu cuma orang perang’ tapi kita berada di posisi berpihak,” imbaunya.
Solidaritas itu bisa meliputi solidaritas sosial, politik, juga finansial terhadap bangsa Palestina. “Semua itu kita lakukan dengan baik karena pemahaman (yang baik terhadap) politik Timur Tengah,” ujarnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni