PWMU.CO– Dosen Hukum UMM Shinta Ayu Purnamawati SH MH bahas kebocoran data BPJS Kesehatan. Ini indikasi perlindungan data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) tergolong lemah.
”Dugaan kebocoran data 279 juta data WNI di database Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi polemik dan kekhawatiran masyarakat,” katanya.
Shinta Ayu Purnamawati, dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menuturkan, Indonesia belum memiliki undang-undang (UU) yang melindungi data pribadi konsumen.
”Hingga saat ini UU Perlindungan data Pribadi masih berupa rancangan. Padahal UU ini penting, terutama di zaman informasi yang serba cepat seperti sekarang,” katanya.
Menurutnya, kebocoran data pribadi yang terjadi tentu merugikan peserta BPJS. Data tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak lain untuk kepentingannya.
Shinta berkata, banyak informasi rahasia yang terkandung dalam data BPJS. Beberapa di antaranya adalah rekam medis peserta, alamat rumah, NIK, dan lainnya. ”Data tersebut sangat riskan untuk digunakan sebagai tindak kejahatan seperti pinjaman online, penipuan, bahkan juga eksploitasi data,” ujar Shinta Ayu.
Dia menyatakan, tidak adanya UU khusus yang mengatur perlindungan data pribadi, sulit menerapkan sanksi pidana kepada yg membocorkan data konsumen. Namun para korban tetap bisa meminta ganti rugi.
Terkait dengan hukuman, sambung dia, kasus ini bisa merujuk pada payung hukum yang sudah ada yakni UU Perlindungan Konsumen, UU Kesehatan, UU Pelayanan Publik, UU ITE, serta KUHP. Maka ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Salah satunya, tambah dia, dengan melalui gugatan perdata pidana dan juga adiministrasi. Shinta menuturkan, BPJS telah lalai dalam menjaga informasi milik konsumen. Hal ini akan meninmbulkan kerugian bagi mereka.
”Kerugian yang didapat tidak hanya moril saja namun juga materiil. Kerugian tersebut bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi. Apalagi jika nantinya terbukti bahwa kelalaian tersebut memiliki unsur kesengajaan. BPJS sangat mungkin dapat dikenai pasal berlapis,” jelas Shinta.
Shinta menyarankan agar warga Indonesia berhati-hati untuk memberikan data pribadi, terutama pada aplikasi-aplikasi yang tidak jelas. ”Selain itu diharapkan masyarakat tidak menggunakan kata sandi yang sama untuk berbagai layanan digital demi mencegah penyalahgunaan data,” tandasnya. (*)
Penulis Maharina Novi Editor Sugeng Purwanto