PWMU.CO – Anggota DPR Sindir Nadiem Menteri Raja Klarifikasi. Hal itu disampaikan Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN Prof Dr Zainudin Maliki MSi.
Dia menyampaikannya pada Refleksi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 bertema Merdeka Belajar dalam Perspektif Pendidikan Muhammadiyah, Kamis (27/5/21).
Penyelenggaranya, Majelis Dikdasmen PWM Jawa Timur dan Forum Silaturrahmi Kepala Sekolah Muhammadiyah (Foskam) Jawa Timur, Tim Pokja Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Efektif Muhammadiyah.
Jawaban Learning How to Learn
Di awal pparannya, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim itu membahas sola merdeka belajar gagasan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
Menurut Zainuddin Maliki, merdeka belajar bukan tujuan pendidikan, melainkan bagaimana berproses supaya tujuan pendidikan itu sendiri bisa dicapai.
Merdeka belajar, tambahnya, wujud jawaban learning how to learn. “Belajar yang baik itu cara belajarnya seperti apa?” ujarnya.
Dengan merdeka belajar itulah, ungkapnya, Nadiem Makarim menjawab cara belajar yang baik. Tapi, menurut Prof Zainuddin, Nadiem Makarim belum menjawab, “Kalau dia sudah belajar dengan baik, belajar tentang apa dan untuk apa, ini yang sampai hari ini kita belum jelas.”
Permintaan Komisi X DPR
Zainuddin Maliki mengungkapkan permintaan yang dia ajukan bersama anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI lainnya kepada Mendikbudristek.
“Menjelaskan sebenarnya pendidikan di negeri ini mau dibawa ke mana,” ujarnya menyebutkan permintaan sejak bulan Januari 2020 itu.
Sebab, lanjutnya, latar belakang merdeka belajar itu harus jelas. Baik latar belakang sosiologis, filosofis, dan yuridisnya seperti apa. Dengan begitu, nanti jelas mau dibawa ke mana pendidikan ini.
Komisi X, tambahnya, meminta kepada Nadiem Makarim untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang lebih detail itu dengan cara merumuskannya dalam bentuk ‘Peta Jalan Pendidikan’. Begitulah istilah yang Nadiem Makarim gunakan.
“Kita minta menteri membuat apakah itu blueprint, grand design, atau peta jalan; yang penting kemudian, kita tahu sebenarnya latar belakang filosofis, sosiologi, yuridis dari merdeka belajar dan pendidikan di negeri ini mau dibawa ke mana,” jelas pria kelahiran Tulungagung, 7 Juli 1954 itu.
Peta Jalan Pendidikan, Pilihan Nadiem Makarim
Prof Zainuddin menyatakan, dengan peta jalan itu kita bisa memahami arah pendidikan Muhammadiyah di negeri ini mau diproses seperti apa dan menuju ke mana.
Kemudian, Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur periode 2008-2011 dan 2011-2014 itu mengomentari pilihan Nadiem Makarim atas istilah Peta Jalan Pendidikan.
“Menteri kita rupanya lebih memilih Peta Jalan Pendidikan, bukan menggunakan grand design atau blue print,” ucapnya.
Dia memaklumi karena Nadiem Makarim berlatar belakang pengusaha di bidang transportasi Gojek. Dia menduga karena itulah Nadiem lebih familiar dengan istilah jalan, sehingga lebih memilih Peta Jalan Pendidikan.
“Kalau kita melakukan sesuatu memang lebih baik yang sudah familier itu,” komentarnya.
Baginya, pilihan istilah itu tidak masalah, karena yang terpenting substansinya apa peta jalan pendidikan itu. Komisi X, pada Januari 2020, meminta agar Nadiem menyelesaikannya dalam waktu enam bulan. Bulan Mei, belum enam bulan, menteri sudah menyerahkan peta jalan pendidikan nasional 2020-2035 kepada Komisi X.
Kemudian, imbuhnya, Komisi X membentuk panitia kerja peta jalan pendidikan karena hal ini dipandang sangat mendasar. “Penting untuk mengkaji peta jalan pendidikan yang menteri buat,” tutur Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya tahun 2003-2011 itu.
Tapi peta jalan yang menteri sodorkan pada Komisi X disajikan dalam bentuk power point. “Yang namanya power point, yang disajikan hanya poin-poinnya saja, karena poin-poinnya saja banyak yang salah paham,” ucap Zainuddin.
Kemudian Zainuddin meralat, bukan salah paham, tapi punya pemahaman-pemahaman yang berbeda satu sama lain. “Di internal kementerian pendidikan sendiri mungkin berbeda satu sama lain, apalagi yang di luar,” komentarnya.
Tinggalkan Nilai Agama di Pendidikan
Zainuddin mengatakan, Prof Haedar Nashir salah satu yang memahami lain. Di Peta Jalan Pendidikan (PJP) itu memang dirumuskan visi pendidikan Indonesia 2020-2035.
Dia menerangkan, di dalamnya, intinya, ingin menjadikan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Sehingga, bisa menjadi manusia-manusia unggul, yang tumbuh berdasarkan nilai-nilai budaya dan Pancasila.
“Pak Haedar mengingatkan, ‘mana frasa nilai agamanya? Kok pendidikan hanya didasarkan pada nilai budaya?’,” ujarnya.
Zainuddin bercerita, hal ini ramai jadi perbincangan dan perdebatan di publik. Kemudian, menteri klarifikasi dan minta maaf, tidak ada maksud untuk meninggalkan nilai-nilai agama di pendidikan negeri ini.
Kata Zainuddin, masyarakat sempat curiga ke menteri ini. Sebelumnya, pada bulan akhir Mei-awal Juni sempat ribut karena ada wacana menghapus mata pelajaran Agama dan menggantinya dengan Pkn.
Sekali lagi, ungkapnya, menteri pendidikan mengatakan, itu di luar apa yang dipikirkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Karena itu baru muncul di sebuah rapat yang rapat itu sendiri belum mengambil keputusan.
“Terlepas itu ada keputusan atau tidak, tapi dalam rapat itu sudah muncul wacana menghapus mata pelajaran agama,” komentarnya.
Ingatkan ‘Menteri Raja Klarifikasi’
Kemudian, Prof Zainuddin menerangkan, dalam Visi Pendidikan Nasional 2020-2035 tidak ada frasa nilai agamanya. Sedangkan, di PJP yang menteri serahkan ke Komisi X pada bulan Mei 2020 itu ada rumusan profil pelajar Pancasila. Ada 6 atribut di dalamnya.
Zainuddin mengungkap atribut pertama yang dirumuskan bulan Mei, “Hanya disebutkan pelajar Pancasila itu pelajar yang berakhlak mulia. Tidak ada frasa pelajar yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia seperti yang tercantum dalam UU NOMOR 20 tahun 2003.”
Maka, tambahnya, menyebarlah kecurigaan. “Sebenarnya menteri kita ini memandang nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebenarnya seperti apa sih?” tanyanya.
Sampai dengan tahun 2021 kemarin, keluar PP nomor 57 tahun 2021 yang membuat masyarakat juga galau dan gaduh. Pancasila terhapus dari kurikulum perguruan tinggi. Menteri kemudian meminta maaf, bukan kesengajaan, itu adalah kealpaan dan bersedia melakukan revisi.
Lantas, dia mengatakan sudah mengingatkan para pejabat di lingkungan pendidikan. “Sekali lagi kemudian membuat kesalahan dan kealpaan dan sekali lagi melakukan klarifikasi, maka saya ingin memberikan predikat pada menteri ini sebagai ‘Menteri Raja Klarifikasi’ atau ‘Master of Clarification‘,” tegasnya.
Dia berharap, mudah-mudahan tidak ada lagi klarifikasi, karena kealpaannya menyangkut persoalan-persoalan yang sangat esensial.
Pemikiran Instrumentalis Nadiem Makarim
Prof Zainuddin mengatakan hasil bacaannya terkait menteri ini. “Dia sendiri tidak pernah menyebut alirannya apa, tapi saya membaca dia punya pemikiran seorang instrumentalis!” katanya.
Menurutnya, PJP-nya harus ada landasan filosofis, sehingga perlu dibuat landasannya. “Kalau saya lihat, episodenya, I, II… Sekarang episode berapa saya juga belum hafal atau barangkali yang membuat episodenya sendiri juga sudah lupa,” ujarnya.
Dia membaca kerangka berpikirnya itu menganut aliran intrumentalis, dalam arti pendidikan harus bisa memberikan instrumen kepada siswa didik.
Mudah-mudahan, dia berharap, dari refleksi ini mendapat nilai-nilai baru yang bisa kita manfaatkan untuk memajukan pendidikan, khususnya pendidikan di Muhammadiyah. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni