Integrasi Sains dan Agama, Ini Jalannya oleh Agus Purwanto, Guru Besar Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya.
PWMU.CO– Sabtu pagi saya beri pengajian pada acara Syawalan Universitas Aisyiyah Yogyakarta (Unisa). Ngaji ini dihadiri semua pimpinan, dosen, mahasiswa, dan alumni.
Ngaji ini merupakan ngaji yang tertunda. Tahun lalu saya diminta untuk ngaji yang sama tetapi jelang acara saya sakit. Alhamdulillah, tahun ini terbayar. Ngaji hubungan agama dan sains. Lebih spesifik lagi integrasi sains dan agama.
Jika diibaratkan penyanyi maka integrasi sains dan agama adalah lagu yang saya nyanyikan secara intensif dan terus menerus sejak 2008. Tahun sejak buku saya Ayat-ayat Semesta terbit. Sejak itulah aku konser. Mulai dari Banda Aceh hingga Merauke. Bahkan ke Paris hingga Melbourne. Integrasi sains dan agama seperti lagu hits andalan ceramah saya.
Seperti biasa, usai presentasi dilanjut diskusi. Pertanyaan pertama dari Bu Cesa, salah seorang dosen Unisa. Pertama, saya dapat info menggembirakan bahwa tugas akhir mahasiswa Unisa harus mengacu dan membahas ayat tertentu dalam membahas topik kesehatan. Artinya, sudah ada aksi nyata.
Setelah info tersebut ada pertanyaan bagaimana menjaga kualitas pembahasan teks ayat karena seringkali yang terjadi adalah sekadar menempel. Ini juga info menarik.
Pertama, masalah ini dapat dilihat dari proses bimbingan. Seorang dosen pembimbing sesuai namanya berperan sebagai pembimbing, pengarah, dan teman diskusi. Itu artinya, pembimbing harus mempunyai bekal minimum tentang ayat yang dijadikan rujukan dan materi bahasan skripsi atau tesis.
Ini berarti dosen Unisa harus mempunyai pemahaman yang memadai tentang Islam atau al-Quran dan sains. Pertanyaannya, apakah dosen Unisa telah memenuhi kualifikasi ini.
Jika belum, langkah Unissula Semarang yang mentraining semua dosennya tentang tema ini hingga enam kali dapat ditiru. Cara lain, misalnya, setiap bimbingan melibatkan dua pembimbing yaitu dosen al-Islam dan dosen bidang.
Paham Bahasa Arab
Kedua, masalah bimbingan ini dilihat dari sisi mahasiswa. Kewajiban pengacuan dan pembahasan ayat dalam skripsi S1 atau tesis S2 jelas menuntut paham minimal tentang al-Quran dari mahasiswa.
Pertanyaannya, apakah dalam seleksi bagi calon mahasiswa Unisa ada persyaratan calon mahasiswa mempunyai pemahaman tertentu tentang al-Quran. Jika tidak, apakah materi kuliah al-Islam dan al-Quran telah cukup untuk mendukung pengerjaan penelitiannya.
Jika tidak ada persyaratan dan perkuliahan belum mendukung memang tuntutan penelitian integrasi menjadi tidak relevan. Kebijakan ini harus dipertimbangkan ulang.
Seperti yang telah sering saya jelaskan, integrasi sains dan agama membutuhkan pemahaman yang memadai tentang sains, agama, dan filsafat serta interaksi ketiganya.
Pemahaman agama secara khusus menuntut pemahaman bahasa Arab agar dapat menangkap pesan al-Quran langsung dari teks aslinya bukan terjemah. Bagaimanapun secara umum terjemah mempunyai keterbatasan sesuai latar belakang penerjemah.
Artinya, proses integrasi sains dan agama bukan proses mudah dan singkat. Sebaliknya, proses panjang dan terjal. Integrasi sains dan agama memang bukan sulapan tetapi ibarat membangun gedung yang harus jelas tahap demi tahapnya sejak fondasi hingga tiang dan seterusnya.
Yang jelas, Unisa telah memulai tinggal membenahi, menyempurnakan, dan melanjutkan. Program tidak boleh berhenti. Show must go on. (*)
Editor Sugeng Purwanto