PWMU.CO – Abdul Mu’ti mengatakan ada tiga hal untuk menyelamatkan pendidikan kita di situasi saat ini. Yaitu kreativitas guru, ketahanan mental guru, dan komitmen terhadap tugas.
Hal inilah yang disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam acara Musyawarah Wilayah (Muswil) II Forum Guru Muhammadiyah (FGM) Jawa Timur secara online, Rabu (2/6/21).
Dalam acara yang mengangkat tema Membangun Guru Berliterasi Digital di Era Millenial, Prof Abdul Mu’ti MEd menjelaskan tiga hal tersebut sangat signifikan agar bisa memberikan harapan pada anak didik kita.
“Dalam kaitan ini, maka fungsi FGM memang sangat diperlukan agar lembaga ini tidak hanya menjadi institusi guru yang saling berhimpun, saling memperkuat satu dengan yang lain. Tetapi juga bisa menjadi institusi pendidikan tempat sharing, tempat saling berbagai, dan saling memperkuat,” ujarnya.
FGM, lanjutnya, hendaknya berfungsi sebagai institusi, di mana tempat untuk saling berbagi ilmu dan keahlian. Di sinilah kreativitas, mental, dan komitmen guru menjadi kunci, bagaimana pendidikan kita tetap bertahan dan terus berkembang.
“Peran guru dalam pengembangan ilmu menjadi sentral karena guru dalam dirinya tertanam etos sebagai pembelajar sepanjang hayat. Dia menjadi representasi dari hidup itu sendiri,” jelasnya.
Perubahan Sangat Cepat
Abdul Mu’ti menjelaskan pentingnya peranan guru pada situasi saat ini. Hidup pada masa sekarang tidak mudah. Sering orang bicara dengan istilah distrupsi.
“Dunia ini berubah sangat cepat. Kita memang tidak bisa lagi mengajar dengan cara-cara yang seperti dahulu. Persoalan itu semakin kompleks karena dalam satu tahun terakhir ini kita hidup pada masa pandemi yang juga sangat sulit,” ungkapnya.
Dia memaparkan dampak pandemi tidak hanya dirasakan Indonesia, tapi juga di belahan bumi lainnya. Beberapa negara mulai khawatir dengan meningkatnya learning lost atau kegagalan pendidikan.
Yang ini, sambungnya, sudah sangat terasa karena perubahan dari pembelajaran tata muka yang sudah berlangsung selama berabad-abad, sebuah model pembelajaran yang sudah melembaga, ke arah pembelajaran bersifat virtual atau pembelajaran online.
Munculnya Persoalan Baru
Abdul Mu’ti mengatakan walaupun beberapa negara sudah melakukan inovasi dan beberapa pembelajaran jarak jauh (PJJ) melalui E-Learning, tetapi selalu muncul persoalan lebih cepat saat terjadinya pandemi ini, bahkan mengguncangkan masyarakat.
“Karena itulah, pada masa awal pandemi berbagai persoalan mengemuka. Mulai dari persoalan keamanan, keselamatan anak didik, bagaimana kita melakukan inovasi untuk mengatasi berbagai kendala,” katanya.
Selain itu, sambunnya, persoalan bagaimana guru sendiri bisa secara pribadi dan kolektif melakukan upaya-upaya untuk survival.
Bersihkan Jiwa Manusia
Abdul Mu’ti menjelaskan dalam situasi seperti inilah, guru harus senantiasa hadir dan menjalankan peran pentingnya. Kalau kita mengaitkan peranan guru dalam hubungannya dengan misi risalah, maka guru itu memilki peranan dalam proses transformasi.
“Yaitu untuk membersihkan jiwa manusia atau proses taskiyah, kemudian mencerdaskan manusia dengan proses-proses taklim, dan kemudian memberikan moralitas yang kuat,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, dan berbagai hal yang berbaikan dengan keadaban publik dengan proses. Di mana guru harus juga melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan proses-proses sosial dan lain yang harus dilaksanakan, selain tugas mereka melakukan transpormasi keilmuan.
Tak Tergantikan Teknologi
Abdul Mu’ti mengatakan dalam teori klasik sebenarnya guru itu adalah semuanya sehingga kalau kita membuat daftar bagaimana peranan guru itu ada puluhan peran guru yang tidak bisa digantikan dengan teknologi.
“Guru itu sebagai mentor, fasilitator, jadi orangtua, pelaksana administrasi, agent knowledge dan juga sebagai agent morality, tetap diperlukan dan sekali lagi tidak bisa digantikan dengan teknologi,” tegasnya.
Dia memaparkan teknologi itu hanya berfungsi sebagai alat, instrumen, untuk membantu bagaimana proses transfer itu berjalan dengan baik. Eksistensi guru tetap diperlukan karena manusia itu memiliki peranan fungsi yang tidak bisa digantikan dengan teknologi. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.