Prof Zainuddin Maliki: Cabut Pajak Pendidikan dari RUU KUP karena berbau kapitalis dan bertentangan dengan Pancasila.
PWMU.CO – Pemerintah semakin agresif dalam usaha menaikkan penerimaan negara dari pajak. Di samping mengusulkan tax amnesti jilid II juga berencana memungut pajak sembako yang, kalau jadi, akan membuat rakyat miskin semakin miskin.
Tidak hanya berhenti di situ. Dalam draft RUU Perubahan Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar di masyarakat, pemerintah juga akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen bagi sekolah atau jasa pendidikan lainnya.
Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki mengatakan, pemerintah tampak berambisi untuk menerapkan pajak progresif terhadap pendidikan. Dalam pasal 4A ayat (3) draft RUU KUP tersebut, pendidikan dihapus dari jenis jasa yang tidak dikenai PPN yang berarti pendidikan sengaja dijadikan obyek pajak baru.
“Jika pungutan pajak juga merambah ke dunia pendidikan, tentu harus ditolak,” ungkap Prof Zainuddin Maliki yang juga Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
“Pemerintah diperintah oleh Undang-Undang Dasar 1945 untuk membiayai khususnya pendidikan dasar. Bukan justru memungut pajak pendidikan dari rakyat,” ujarnya, Jumat (11/6/2021) sore.
Dia lalu mengutip Pasal 31 ayat (1) “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,” dan ayat (2) UUD 1945 dengan jelas menyatakan: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Zainuddin Maliki mengungkapkan, dalam pasal 7 ayat (4) RUU KUP dinyatakan tarif pajak PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
“Jelas penerapan pajak seperti itu berbau kapitalistik yang tentu bertentangan dengan jiwa Pancasila,” ungkap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu. Oleh karena itu dia meminta kepada pemerintah untuk mencabut usulan memungut PPN terhadap jasa pendidikan dari RUU KUP.
Anggaran Pendidikan 2022 Turun
Mantan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur itu juga mengungkap fakta bahwa masyarakat tidak akan mendapat layanan pendidikan yang lebih baik dari pada layanan yang diberikan pemerintah tahun 2021.
Pasalnya pagu anggaran pendidikan tahun 2022 dikurangi lebih Rp 10 triliun, dari Rp 83,5 triliun pagu 2021 tinggal Rp 73,08 trilun pada pagu indikatif 2022.
“Kalau tidak bisa memberi layanan lebih baik jangan pula menambah beban pajak pendidikan kepada rakyat,” kritik legislator PAN asal Dapil Jatim X Gresik-Lamongan itu. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni