Piala Eropa: Spanyol dan Taktik Tiki Taka oleh Dhimam Abror Djuraid, CEO Hizbul Wathan FC Liga 2 PSSI.
PWMU.CO– Spanyol menemukan dunia baru. Pada 12 Oktober 1492 Cristopher Columbus yang mengarungi Samudera Atlantik mendarat di Amerika. Ia mengira telah sampai ke India karena tujuan awalnya adalah India.
Penemuan Amerika adalah sebuah kecelakaan sejarah yang menghasilkan sejarah besar, karena di kemudian hari Amerika menjadi negara penguasa dunia.
Tanpa sponsor dari Raja Ferdinand dan Ratu Spanyol Isabella, Columbus tidak akan pernah bisa berlayar dan menemukan dunia baru Amerika. Columbus sudah mengirim proposal kepada banyak penguasa Eropa dan para investor yang tertarik membiayai ekspedisinya. Tapi proposal itu selalu ditolak karena dianggap tidak feaseable.
Baru setelah bertemu dengan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, Columbus mendapat dukungan biaya untuk menjalankan ekspedisi itu. Dalam hitung-hitungan Ratu Isabella, proyek Columbus itu masuk akal dan bisa membawa keuntungan material. Terbukti prediksi itu benar. Dari temuan dunia baru itu kemudian peradaban Eropa berkembang ke seluruh dunia.
Pada abad ke-18, para imigran Inggris yang melarikan diri dari persekusi di negaranya sendiri memilih Amerika sebagai tempat hijrah. Sebagaimana kisah sukses Nabi Muhammad saw yang melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah pada abad ke-6. Para emigran Inggris itu juga sukses membangun negara baru di sebuah benua baru.
Muhammad saw akhirnya kembali ke Mekkah sebagai pemenang dengan menundukkan kota asalnya itu tanpa perang dan darah. Amerika juga akhirnya bisa menjadi negara unggul yang lebih digdaya dari Spanyol yang menemukan tanah Amerika maupun Inggris yang menjadi nenek moyang bangsa Amerika.
Tiki Taka
Spanyol menemukan dunia baru di Amerika. Tim Spanyol juga menemukan sepakbola baru di tanah Eropa. Pada dekade 1970-an Spanyol adalah pemain kecil di kancah sepakbola Eropa. Sudah ada klub-klub tua di Spanyol seperti Real Madrid dan Barcelona FC, tapi kiprahnya di Eropa masih belum membawa perubahan revolusioner.
Sepakbola Eropa masih dikuasai kekuatan-kekuatan Eropa tradisional seperti Inggris yang memperkenalkan hit and rush, Belanda yang menjadi raja karena total football, Jerman yang ditakuti karena sepakbola mesin diesel, atau Italia yang memperkenalkan sistem pertahanan gerendel catenaccio dan corto e stretto yang pendek merapat.
Spanyol tidak punya tempat. Sampai kemudian lahirlah sepakbola tiki-taka yang menjadi kekuatan baru yang mampu menghancurkan kokohnya gerendel Italia, kasarnya pemain-pemain tinggi besar Inggris, kokohnya mesin Jerman, dan gelombang total football Belanda.
Tiki-taka adalah revolusi yang memengaruhi seluruh dunia sepakbola. Permainan ini mengandalkan teknik dan skill individual tinggi nan canggih dengan umpan-umpan pendek cepat dan berputar-putar yang membingungkan pemain lawan. Tipe tiki-taka sangat cocok dengan pemain-pemain Spanyol yang umumnya berpostur kecil untuk standar Eropa
Tiki-taka adalah temuan Spanyol yang menghasilkan dunia baru dalam sepakbola sebagaimana Spanyol menemukan dunia baru di Amerika. Dengan tiki-taka Spanyol merajai dunia. FC Barcelona di bawah kepemimpinan jenius Pep Guardiola menjadi kekuatan yang sulit dibendung di kompetisi nasional dan kompetisi Eropa serta dunia.
Barcelona menjadi kampiun Liga Champions Eropa empat kali selama kurun 2006 sampai 2012. Pep Guardiola membawa Barcelona dua kali juara Eropa pada edisi 2008 dan 2011. Tim Matador Spanyol juga merajai Eropa dengan menjadi juara Eropa 2008. Dua tahun kemudian Spanyol menjadi juara dunia, dan masih dilanjut back to back juara Euro 2012.
Barcelona sangat digdaya dengan tiki-taka karena punya tiga pemain kunci, Lionel Messi, Xavi Hernandes, dan Andres Iniesta. Di timnas pun pelatih Luis Aragones maupun Vicente del Bosque mengandalkan tiki-taka dengan Xavi dan Iniesta sebagai episentrum.
Ditambah dengan pemain-pemain Real Madrid, timnas Spanyol sebenarnya adalah gabungan dari Barcelona dan Real Madrid. Perpaduan dua kekuatan itulah yang menjadikan timnas Spanyol tidak tertandingi di level mana pun.
Superpower Bola
Kekuatan-kekuatan superpower dunia pun bergiliran dari satu negara ke negara lainnya. Inggris pernah menjadi superpower dunia, tapi kemudian Amerika Serikat mengambil alihnya. Sekarang pun kekuatan Amerika sudah mulai goyah dan akan muncul kekuatan baru dari China sebagai penggantinya.
Di panggung sepakbola dunia Spanyol meredup. Pep Guardiola mencoba peruntungan di Jerman dengan melatih Bayern Munchen. Sihir Pep ternyata tidak laku di Bayern, atau setidaknya tidak sehebat ketika di Barcelona. Pep bisa membawa Bayern juara Bundesliga, tapi tidak pernah bisa membawanya menjadi kampiun Eropa.
Justru ketika ditinggalkan Pep, Bayern malah menjadi raja Eropa dengan menyabet gelar sextuples enam piala berderet dalam satu musim. Sementara Pep yang mencoba sihirnya di Manchester City tetap tidak bisa menghilangkan kutukan Liga Champions. Pep mentransformasikan Manchester City menjadi kekuatan yang ditakuti di Inggris. Tapi di pentas Eropa Pep masih tetap terkutuk.
Barcelona meredup. Real Madrid yang sempat menjadi raja Eropa back to back tiga kali berturut-turut pun mulai redup. Akibatnya dirasakan oleh timnas Spanyol yang juga ikut merosot prestasinya di level Eropa dan dunia.
Pelatih Luis Enrique cukup sukses ketika menjadi pengganti Pep di Barcelona. Tapi di timnas Spanyol tangan dingin Enrique masih belum dirasakan tuahnya. Ia mencoba membongkar pasukan tua yang terlalu bergantung kepada Real Madrid dan Barcelona.
Yang dilakukan Enrique di Euro 2020 sekarang ini sangat ekstrem. Tidak ada satu pun pemain Madrid yang dipanggil masuk timnas, termasuk Sergio Ramos yang selama ini menjadi kapten timnas. Tentu hal itu bukan karena Enrique adalah orang Barcelona, sehingga dia meninggalkan semua pemain Madrid. Enrique melakukannya sebagai upaya menemukan dunia baru untuk menggantikan dunia lama yang telah hilang.
Dalam pertandingan pertama melawan Swedia, Senin (14/6), Spanyol yang main di kandang sendiri bermain kurang meyakinkan dan ditahan imbang 0-0. Pasukan Matador malah diteriaki sendiri oleh pendukung-pendukungnya yang kecewa.
Apakah Luis Enrique mampu menjadi Colombus yang menemukan dunia baru yang mengguncangkan dunia? Kita tunggu di Piala Eropa ini. (*)
Editor Sugeng Purwanto