PWMU.CO– IPM Lhokseumawe menilai sangat tidak adil putusan hakim menghukum 5 tahun penjara terhadap tiga nelayan Aceh Utara yang menolong puluhan pengungsi Rohingya.
Hal itu disampaikan Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kota Lhokseumawe (IPM Lhokseumawe ) Ipmawan Rizki Maulizar Yusuf, Sabtu (19/6/2021).
Tiga nelayan yang diadili PN Lhoksukon adalah Faisal Afrizal (43) asal Desa Matang Bayu Kecamatan Baktiya Aceh Utara, Abdul Aziz (31) warga Desa Gampong Aceh Kecamatan Idi Rayeuk Aceh Timur, dan Faisal Afrizal (43) Desa Matang Bayu Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Para nelayan itu dinyatakan bersalah melanggar pasal 120 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian juncto pasal 55 KUHP. Tuduhannya menyelundupkan manusia memasuki negara.
Menurut Rizki, tindakan tiga nelayan tersebut merupakan misi kemanusiaan menolong sesama manusia yang harus dilakukan. ”Kenapa perbuatan baik menolong pengungsi Rohingya dianggap salah oleh pemerintah yang sama hukumannya seperti penjahat,” ujarnya.
Dia menyatakan, kalau kebaikan tiga nelayan itu tidak dihargai oleh pemerintah jangan juga mereka dihukum. ”Perbutan nelayan itu mengamalkan Pancasila sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab,” ujarnya.
Rizki menyatakan, negara bukan semata mengadili kesalahan ataupun kebenaran rakyatnya, tapi menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat. ”Pikirkan juga nasib keluarga tiga nelayan,” ujarnya.
Vonis hakim PN Lhoksukon terhadap tiga nelayan itu menjadi kontroversial karena para nelayan dinilai telah bertindak menyelamatkan puluhan imigran Rohingya yang terancam maut dan mengevakuasinya ke daratan pada tahun 2020 lalu.
Belakangan Polda Aceh malah melihat adanya unsur pidana perdagangan orang dari peristiwa itu. Ketiga nelayan itu dianggap berkomplot bahkan menjadi bagian dari sindikat menyelundupkan 99 etnis Rohingya ke Indonesia dengan tujuan akhir Malaysia.
Polisi menangkap mereka dan menemukan alat bukti telepon seluler, GPS, dan kapal motor. Menurut polisi, ketiga nelayan bukan mengevakuasi imigran Rohingya tetapi menjemput mereka di perairan. Kasus ini tak lepas dari pengembangan yang dilakukan di Medan dengan tersangka imigran Rohingya yang lebih dulu menetap di sana. (*)
Editor Sugeng Purwanto