PWMU.CO– Cerita dokter Corona Rintawan SpEM yang ditulisnya di Facebook menjadi viral di medsos. Dokter RS Muhammadiyah Lamongan itu harus membuat pilihan ketika ada tiga pasien gawat terinfeksi Covid-19 masuk IGD (Instalasi Gawat Darurat). Padahal saat itu di rumah sakit ICU dan ventilator hanya tersedia satu orang.
Begini cerita dr Corona Rintawan saat dia berjaga dengan dokter umum di IGD. Cerita dia tulis di FB pada Jumat (18/6/2021).
DU: dokter umum IGD
EM: spesialis Emergensi
Jam 02.00 WIB
DU: ”Lapor, Dok, ada 3 pasien confirm (+). Kondisinya buruk. ARDS berat/gagal nafas ketiganya. Saturasi oksigen di bawah 90 persen semua.”
EM: ”Segera berikan NIV dan cek apakah ada RIK ICU dan ventilator untuk pasien-pasien ini.”
DU: ”Hanya tersisa 1 bed, Dok.”
EM: ”Duh.. ” (terdiam dan berpikir keras)
”Dari ketiga pasien tersebut mana usia paling muda?”
DU: ”Tn C, Dok. Usia 38 tahun.”
EM: ”Ada komorbid?”
DU: ”Tidak ada, Dok,”
EM: ”Okay, segera masukkan Tn C ke ICU dan hubungi keluarga pasien Tn A dan B untuk memberitahu kondisi keluarganya yang memburuk.”
(Dan akhirnya Tn A dan Tn B meninggal di IGD).
Dalam kondisi bencana seperti sekarang di mana fasilitas dan alat terbatas, maka diberlakukan triase bencana. Artinya menyelamatkan yang paling besar kemungkinan untuk selamat, bukan yang paling jelek kondisinya.
Percaya sama saya, kalian tidak akan pernah bisa membayangkan berada pada posisi seperti ini. Apakah saya yakin benar dengan pilihan ini? TIDAK. Tetapi kita sebagai nakes di RS harus segera memutuskan dengan cepat sehingga salah satu pasien tersebut (mungkin) bisa selamat.
Maka tolong kalian lakukan protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya. Sayangi keluarga/teman kalian, agar kami tidak terpaksa membuat pilihan-pilihan yang sangat berat tersebut. Dan dalam kondisi seperti sekarang, hampir setiap hari terpaksa kami lakukan.
Kemarin kita kekurangan ruangan ICU dan ventilator. Dalam waktu dekat jika semua elemen (masyarakat dan pemerintah) tidak segera sadar maka kita akan segera kekurangan suplai oksigen di RS. Maka jangan salahkan kami jika terpaksa harus memilih mana yang akan mendapat oksigen, mana yang tidak kebagian.
Bahkan sekaya apapun, setinggi apapun jabatannya jika oksigennya tidak ada ya tidak akan mampu membelinya. Triase bencana akan dilakukan tanpa melihat jabatan, kedudukan dan kaya/miskinnya.
Jangan seperti India
Dikonfirmasi Ahad (20/6/2021), dr Corona Rintawan menjelaskan, saat itu ketiga pasien positif Covid-19 dalam kondisi buruk. Semuanya membutuhkan ventilator. Namun hanya tersisa satu ventilator, sehingga dokter harus memilih satu pasien.
”Maka dipilihlah salah satu yang paling mungkin selamat dengan pertimbangan usia dan comorbid. Apakah yang dipilih nanti itu akan selamat? Belum tentu juga. Tapi nakes harus memilih salah satunya daripada membiarkan ketiga-tiganya tidak mendapat ventilator semua dan meninggal semua,” cerita dr Corona.
Selain faktor usia dan penyakit peserta, kata Corona Rintawan, dokter juga mempertimbangkan hasil laboratorium, foto rontgen dan lain-lain.
”Jadi tidak ada istilah bergejala ringan. Karena kalau bergejala ringan maka RS malah tidak akan menerima pasien tersebut dan biasanya kita minta untuk isolasi mandiri,” katanya.
Ia mengatakan, rumah sakit hanya bagian hilir dari penanganan Covid-19. Sehingga jika tidak ditangani dari hulu dengan lebih ketat, situasi yang sama di India bisa pula terjadi di Indonesia.
“RS itu hanya bagian hilir dari penanganan covid. Sebanyak apapun disiapkan jika hulunya tidak dikurangi ya pasti akan jebol seperti India,” tuturnya.
Selain testing, tracing dan isolasi, tindakan dari hulu itu meliputi pembatasan mobilitas dan kerumunan. ”Pemimpin di tingkat nasional dan daerah harus memberikan aturan dan regulasi yang kompak, seragam dan tidak tebang pilih,” ujarnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto