Pemimpin Integritas dalam Ancaman Negara oleh Dr Slamet Muliono Redjosari, dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.
PWMU.CO– Media Barat sering memberitakan kekurangan Tayyip Recep Erdogan sebagai pemimpin Turki. Ketika sebagai perdana menteri maupun sekarang menjabat presiden. Bahkan saat pemilihan umum 2018, Erdogan diramal sulit menghadapi oposisi dan menang satu putaran. Namun hasilnya di luar prediksi. Erdogan makin berjaya.
Fakta itu menunjukkan ketidakobjektifan Barat dalam dua hal. Pertama, upaya menutup celah pemimpin integritas dari kelompok sekuler untuk tampil.
Kedua, upaya memainkan media untuk membentuk opini buruk terhadap pemimpin muslim yang memiliki visi kenegaraan dan kebangsaan.
Dua hal ini berakar pada kebencian Barat terhadap para pemimpin negara-negara muslim. Barat memandang Erdogan representasi komunitas Islam militan, dipandang membahayakan ideologi kapitalistik sekuler.
Prestasi Erdogan yang berhasil mengubah negara menjadi kuat dan sejahtera dibanding pemimpin sekuler sebelumnya dipandang sebelah mata. Bagi oposisi, prestasi Erdogan dilihat sebagai ancaman sekulerisasi Turki yang sudah ditetapkan dalam konstitusi zaman Mustofa Kemal Attaturk.
Pers oposisi dan Barat masih menyajikan berita negatif. Misalnya, Pemilu 2018 rakyat Turki mengekspresikan kegembiraan atas kemenangan Erdogan, Newsweek hanya menampilkan foto seorang laki-laki sedang mengangkat tangan seperti sedang pidato dengan nada keras, atau seperti mengucapkan suatu pekikan. Tanpa teks keterangan.
Apa yang terjadi di Turki tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Ada upaya meminggirkan pemimpin muslim berintegritas. Contoh, betapa sering Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dibuli. Bahkan pemerintah pusat tampak juga bermusuhan dengannya.
Kinerjanya terus dipersoalkan dan dicari celah negatifnya. Prestasi dan penghargaan tidak terekspos secara berimbang. Upaya menjatuhkan Anies tidak pernah berhenti. Mulai dituduh pendukung khilafah yang mengancam Pancasila hingga sebagai gubernur yang gagal alias ga bener.
Dalam tataran politik, Anies juga menghadapi oposisi yang keras. Terutama ketika membahas APBD. Anggota DPRD dari Partai Solidaritas Indonesia dan PDIP suka menyudutkannya. Oposisi keras ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Kalau Anies Baswedan mampu menghadapi lawan politiknya ini, posisinya bakal lebih moncer terpilih menjadi gubernur lagi atau presiden. Inilah yang menjadikan kelompok sekuler makin dengki.
Anies bisa meniru Erdogan. Pemimpin integritas yang tahan banting dibuli lawan politik dari kelompok sekuler. Sama-sama dituduh ancaman bagi ideologi negara gara-gara taat beragama. Anies tinggal menunggu momen untuk melesat menjadi pemimpin andalan. (*)
Editor Sugeng Purwanto