Kyai Dahlan yang sudah dikenal dalam usia 20-21 tahun sebagai pembawa Panji Islam yang pembaharu dikenal luas di lingkungan umat Islam termasuk di Jawa Timur. Sekitar tahun 1916-17-an, Kyai Dahlan yang masih muda dan penuh dengan gelora kemajuan itu sering hadir diundang di rumahnya HOS Cokroaminoto di Gang Paneleh Surabaya sebagai rumah pergerakan yang di situ disemai benih-benih nasionalisme lahir dari rahim pejuang mujahid Islam HoS Cokroaminoto.
KH Ahmad Dahlan sering memberi pengajian di Majelis Tanbihul Ghaafiliin, yang di situ ada Soekarno muda, ada Mas Mansyur, bahkan ada teman Semaun (tokoh PKI, red), Alimin (tokoh PKI, red), dan Agus Salim. Dari situlah para anak bangsa dan calon pendiri bangsa itu menyerap api pencerahan dari sosok seorang Dahlan yang tenang, berpikiran maju dan tidak flamboyan.
(Baca: Sudah di Bandara tapi Ketinggalan Pesawat, Begini Perjuangan Rombongan Haedar Nashir ke Banyuwangi)
Seorang Soekarno yang selalu mencari kebenaran sejati dan tak pernah merasa puas, ia sampai jatuh hati kepada sosok Dahlan, maka di kemudian hari setelah perkenalannya itu, dia belajar dan terus berinteraksi dengan tokoh Muhammadiyah. (Redaksi: Cerita tentang perjalanan spiritual Bung Karno ini secara lengkap bisa dibaca dalam 3 Fase Keagamaan Bung Karno: dari Muslim KTP Jadi Muslim yang Yakin)
Sehingga pada tahun 1938 ia resmi menjadi anggota Muhammadiyah dan setelah pindah ke Bengkulu ia menjadi pimpinan Muhammadiyah. Sewaktu ia dibuang ke Ende tahun 1933-34, Ia justru membangkitkan semangat Muhammadiyah setempat dari kejumudan untuk menjadi masyarakat muslim yang maju. (Redaksi: Kisah tentang masuknya Bung Karno dalam Muhammadiyah bisa dibaca dalam: Begini Cerita Bung Karno Masuk Muhammadiyah)
Apa kata Soekarno ketika dia bertemu dengan Dahlan, ia (Soekarno) mengatakan, saya tertarik pada pemikiran-pemikiran pembaharuan Kyai Dahlan yang bukan sekedar membawa kita pada pemurnian Islam tetapi juga pada kemajuan Islam. Ia mengatakan, saya yang selalu mencari pikiran-pikiran progresif menemukan tambatan hati pada Islam progresif yang diperkenalkan oleh Kyai Dahlan.
(Baca: Tanggapan Haedar Nashir terhadap “Menguak Rahasia Muhammadiyah Selalu Nampak Beda dengan NU”)
Dan tidak sadar lama-kelamaan kata dia, Soekarno ngintil Kyai Dahlan, saya menjadi dzawil qurba Kyai Dahlan. Itulah sosok Soekarno pendiri bangsa ini yang menyerap api Islam dari pendiri Muhammadiyah yakni Islam berkemajuan, Islam sebagai Dinul hadlarah. (Redaksi: Kedekatan KH Mas Masur dan Bung Karno ini bisa dibaca dalam 5 Cerita Kedekatan Bung Karno-Mas Mansur)
Tokoh yang kedua yang juga dalam usia masih muda, yang terpikat hati dan pikirannya adalah Mas Mansyur. Mansyur muda yang pertama kali kenal dengan Kyai Dahlan tahun 1916. Kemudian setelah pulang dari Kairo, ia menyambung kembali pertukaran pikirannya dengan Kyai Dahlan di Jogjakarta.
(Baca: Kisah Haedar Nashir tentang Isi 2 Kali Pertemuan dengan Presiden Jokowi Soal Ahok)
Pikiran-pikiran Mas Mansyur yang waktu itu lebih pada purifikasi atau Islam puritan yang selalu berpikir tentang pemurnian al-aqidah al-islamiyah menemukan dimensi Islam atau pembaharuan dalam hal tajdid dari Kyai Dahlan. Dan sejak itu pula kemudian Kyai Mas Mansyur menjadi anggota dan kader Muhammadiyah bahkan menjadi tokoh penting dan Ketua Pimpinan Besar Muhammadiyah tahun 1935-1936 dan resminya tahun 1938-1942. Selanjutnya halaman… 3