Dan, Mas Mansyur lah yang meneruskan diksi kata kemajuan ketika dia memperkenalkan Islam dan Muhammadiyah. Kalau kata kemajuan itu lahirnya dari seorang Dahlan dan kemudian dituangkan dalam Anggaran Dasar tahun 1912. Anggaran dasar pertama dalam istilah memajukan dan menyebarluaskan hal ihwal igama Islam di seluruh Hindia Belanda, maka di tangan Mas Mansyur lah kata kemajuan itu memperoleh pikiran-pikiran yang lebih sistematis lagi.
Saya ingin membacakan apa yang ditulis oleh Mas Mansyur pada tahun 1937 ketika khutbah Iftitah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1937 itu, dalam acara Milad seperempat abad Muhammadiyah. Kata Mas Mansyur, dalam tiap-tiap perjalanan dan pekerjaan, Muhammadiyah senantiasa menghitung-hitung akan rugi dan laba pergerakkannya. Terutama tentang usaha untuk memajukan dan mempropagandakan Islam di Indonesia.
(Baca: Dalam Kajian Ramadhan, Haedar Bongkar Penyebab Lahirnya Terorisme)
Kemajuan agama Islam dan ketinggian derajat umatnya, kata Mas Mansyur, adalah menjadi pengharapan Muhammadiyah yang sangat terutama. Sebaliknya kemunduran dan kerusakannya menjadikan renungan dan rundingan keprihatinan Muhammadiyah. Sehingga tidak luput pula Muhammadiyah ingin memanjangkan pandangan dan pikirannya serta pergerakkannya untuk menyebarluaskan dan memajukan propaganda untuk memajukan Islam di seluruh dunia Islam.
Ini spirit Mansyur dan Dahlan serta Soekarno yang perlu menjadi inspirasi baru bagi kita. Bahwa para tokoh ini telah ikut meletakkan landasan Muhammadiyah, Islam, bahkan Indonesia berkemajuan.
(Baca: Haedar Nashir pada Kongres Pancasila VIII: Problem Kebangsaan adalah Inkonsistensi)
Komitmen para tokoh Muhammadiyah dan Muhammadiyah dalam rentang perjalanan satu abad untuk memajukan Islam tidak perlu diragukan lagi. Seluruh pengamat dan berbagai tokoh bangsa mengakui kehadiran Muhammadiyah. Selain Ahmad Dahlan dan Mas Mansyur, kita kenal Sudirman muda yang menjadi tokoh gerilya dan menjadi bapak TNI pertama dan menjadi patriot yang cinta tanah airnya tidak perlu diragukan lagi. (Redaksi: Cerita lengkap keterlibatan Sudirman dalam HW ini bisa dibaca dalam Pak Dirman HW Tulen)
Bahkan tahun 1918 Muhammadiyah telah melahirkan Hizbul Wathan (pasukan tanah air) yang kemudian menjadi kepanduan HW. Bukti ini merupakan satu bentuk dan perwujudan bahwa kehadiran Muhammadiyah adalah untuk kemajuan Islam dan bangsa Indonesia.
(Baca: Haedar Nashir: Penetapan GMT Cermin Islam Berkemajuan)
Bahkan tahun 1917 ketika kaum perempuan direndahkan harkat martabatnya lewat Aisyiyah, Muhammadiyah melalui tokohnya KH Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah Dahlan menggelorakan frase baru di dalam sejarah perjalanan Islam dan Indonesia bahwa kaum perempuan tidak cukup berada di ranah domestik (Redaksi: Siti Walidah, Lebih dari Seorang Kartini). Selanjutnya halaman… 4