PWMU.CO – 7 Strategi Siapkan Masa Depan disampaikan Analisa Widyaningrum MPsi Psikolog pada sesi motivasi pendidikan di Wisuda XXI SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb), bertema “Take a Chance and Get Ready for The Next Future“.
Temukan Nilai Hidup
Analisa menyatakan, dia bekerja seperti seolah tidak bekerja. “Saya berkarya dan mencari makna. Pekerjaan yang saya kerjakan adalah core values yang menjadi misi terbesar saya,” ucapnya, Selasa (22/6/21).
Sejak dulu, lanjutnya, dia tidak mau mengerjakan yang tidak dia sukai. “Hari ini saya begitu menyukai pekerjaan saya!” tegas Founder Analisa Personality Development Center (APDC) itu.
Dia lantas memberi gambaran, saat bekerja sesuai keinginan rasanya seolah bermain tapi dibayar. “Dan begitu nikmatnya pada saat kalian bekerja sesuai dengan value (nilai) yang kalian punya,” imbuhnya.
Kemudian, Analisa mendorong wisudawan menemukan nilainya mulai sekarang. Sebab, nilai itu begitu kuat membentuk diri seperti navigasi.
Punya Tujuan
Dia juga menekankan punya tujuan dalam bekerja. “Bukan hanya untuk saya, tapi saya tanya ke diri saya, apa manfaat saya bagi sekitar saya?” ujarnya.
Misal, untuk membuka lapangan pekerjaan, membantu orang lain, memberikan ilmu yang bermanfaat, dan mengubah hidup orang. “Itulah alasan kenapa Analisa ada di dunia ini!” ucap Analisa.
“Tanyakan kepada diri kalian! Artikulasikan jawabannya dengan jelas! Saya yakin, tidak semua orang harus pintar,” tambahnya.
Dengan catatan, Analisa menegaskan agar wisudawan mau mengembangkan diri mereka. Dia juga mengapresiasi, “Saya senang ketika tadi ada penghargaan di bidang pengembangan diri. Artinya teman-teman berkembang.”
Sebab menurutnya, tidak mungkin seseorang lahir sudah pintar. “Ada proses dan kalau kalian menikmati prosesnya, kalian tau itu passion kalian atau bukan. Kita nggak akan berhasil kalau belum pernah merasakan gagal,” jelasnya.
Analisa juga ingin para wisudawan memikirkan visinya, yaitu gambaran di masa depan yang diinginkan dengan sejelas mungkin. Pada perjuangan panjangnya, dia yakin akan tetap berjuang karena punya dampak positif berupa kebermanfaatan ilmu yang dia bagikan.
Temukan Passion, Bukan Hobi
Analisa menerangkan perbedaan hobi dan passion yang umumnya dianggap sama. Kalau hanya hobi, orang rela mengeluarkan uang untuk memperolehnya.
Sedangkan, kalau passion, orang rela belajar supaya bisa dapat uang. Dia mencontohkan, orang yang punya hobi bernyanyi belum tentu mau les menyanyi.
Tapi kalau menyanyi itu passion, lanjutnya, akan berusaha sekuat tenaga supaya bisa menyanyi saat diminta les. Pada saat mengerjakan, juga mengalir begitu cepat.
Pada passion, ada rasa ketagihan. “Kayak saya kalau nggak ngajar, belajar, baca buku, bikin materi; saya kayak ada ketergantungan sama ilmu yang saya pelajari sekarang,” ungkapnya.
Dia menekankan, “Ketika kalian menemukan passion kalian, di situlah kalian lagi membentuk spiritual dan mental.”
Hadapi Lingkungan dengan Paham Konsekuensi
Dalam perjalanan ke depan, Analisa memperingatkan wisudawan akan bertemu lingkungan tertentu yang membawa pengaruh negatif dan positif. “Kalian harus tau semua ada konsekuensinya,” ujarnya.
“Saya tidak melarang kalian bergaul dengan teman tipe apapun,” tegasnya. Lalu mengungkap, “Teman saya banyak yang suka dugem dan mabok, tapi saya tau konsekuensinya. Kalau saya dekat sama mereka, saya akan jadi seperti mereka.”
Mengetahui hal ini tidak membuat Analisa menjauhi mereka. “Saya tetap berteman baik,” ungkapnya. Tapi karena beda nilai atau ideologi, maka konsekuensinya dia harus mencari teman yang satu ideologi.
Bertanggung Jawab
Analisa menegaskan, kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. “Bukan ustadz-ustadzah, orangtua, atau teman kita,” tuturnya.
Sehingga, dia mengarahkan agar wisudawan bertanggung jawab dalam hidupnya. “You have to be responsible in your life!“
Bahkan kalau gagal, tambahnya, jangan salahkan orangtua, sekolah, guru, atau teman; tapi salahkan diri sendiri. “Lihat apa yang bisa kalian pelajari, bertanggung jawab dari kesalahan!” tuturnya dia.
Analisa menyatakan, ” It’s ok to not be ok, but you have to do something ok!” Maksudnya, tidak apa jika sedang tidak baik-baik saja, tapi harus melakukan sesuatu yang baik.
Akhirnya, Analisa menyarankan, agar wisudawan mulai coba mencari siapa mentornya. “Bisa ustadz-ustadzah (atau) alumnus kakak kelas yang kalian tau banget. Tanya kepada beliau, apa yang bisa membuat beliau sukses seperti sekarang?” imbaunya.
Jadikan Orangtua Raja, Kita Jadi Raja
Analisa meluruskan, dia fokus pada niat ingin mendapat keberkahan dari apa yang dia kerjakan, jadi bukan fokus pada prestasinya saja.
Dia menegaskan, “Ketika kita pengin menjadikan orangtua kita sebagai raja, maka hidup kita akan menjadi raja.”
Ini telah dia buktikan. “Allah mempercepat mimpi saya, berbagai kesempatan setelah saya lulus S2 dan menjadi psikolog begitu besar,” ujarnya.
“You don’t have to be the smartest person in the class, but you have to be the most hard worker,” ujarnya mengingatkan wisudawan. Mereka tidak perlu menjadi murid terpintar di kelas, tapi mereka perlu bekerja keras.
“Kalian nggak perlu hari ini jadi yang terbaik, tapi yang pasti, berikan upaya terbaik. Saya yakin orangtua Kalian bangga apapun yang Kalian raih,” motivasinya.
Ingat Orangtua saat Mau Menyerah
Analisa masih ingat ucapan mamanya. “Mama nggak perlu jadi S3 untuk punya anak gelar S3. Mama capek banget kerjanya pagi, sore, sampai malam; karena mama cuma lulusan SMA. Kalau kamu bisa sekolah setinggi mungkin, besok kerjanya enak,” ujar Analisa menirukan mama.
Lalu ketika dia ingin cuti kuliah karena keluarganya mengalami krisis ekonomi, bapaknya mencegahnya dan mengatakan, “Kalau kamu cuti kuliah berarti papa nyerah dong. Kita ketemu di Grha Sabha. Kamu satu-satunya dari dua generasi papa mama yang masuk UGM.”
Analisa mengaku, waktu kuliah, sesusah apapun situasinya, ucapan orangtua yang selalu dia ingat dan pikirkan. Kemudian, dia berpesan, “Saat kalian menyerah, ingat yang disampaikan orangtua kalian. Lelah mereka jadi Lillah pada saat kalian berjuang dan nggak mau menyerah!”
“Saya cuma bertekad, kalaupun saya belum berhasil, at least saya memberikan yang terbaik untuk orangtua saya,” sambungnya. Inilah yang menurutnya dijanjikan sebagai anak shalihah.
“Kita akan diberi kehidupan yang enak oleh Allah suatu hari nanti, saya meyakini itu dan akhirnya saya berjuang keras,” ungkapnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni