Pohon Khuldi, Bisikan Setan soal Kekuasaan Abadi oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.
PWMU.CO– Dalam al-Quran surat al-Baqarah (2) ayat 35 menceritakan,
وَقُلْنَا يَٰٓـَٔادَمُ ٱسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ ٱلْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Kami berfirman, hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu di jannah ini, dan makanlah makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Ayat itu didahului kisah Allah menjadikan Adam sebagai khalifah di bumi. Diberi pengetahuan yang terus berkembang sehingga dia lebih hebat dari malaikat dan jin yang sudah diciptakan lebih dulu.
Ketika Allah meminta malaikat dan jin bersujud kepada Adam, semua bersujud kecuali jin yang membangkang. Makhluk pembangkang ini menjadi golongan iblis. Inilah pembangkangan pertama atas perintah Allah yang menjadikan golongan iblis terusir dari jannah dengan membawa dendam kesumat kepada Adam. Dendam itu diwariskan turun temurun oleh iblis.
Adam menjadi khalifah. Diminta tinggal di jannah bersama istrinya. Banyak fasilitas diberikan. Berlimpah sandang, pangan, dan papan. Banyak makanan tersedia di manapun saja berada.
Dengan kekuasaan dan kemewahan yang diberikan Adam itu, Allah hanya membuat satu hukum larangan. ”Laa taqrabaa hadihisy-syajarata…” Jangan dekati pohon ini.
Tidak diterangkan apa jenis pohon itu. Namun orang Barat berani menyebut itu pohon apel. Padahal bisa saja itu pohon juwet, duren, kesemek, atau ciplukan. Karena Allah tak menyebut nama pohonnya, maka janganlah terus menjadi penasaran.
Kurban Hoax Setan
Allah membuat larangan maka patuhi saja. Tak perlu kepo apa sebabnya. Bisa-bisa menjadi kurban hoax setan yang ingin balas dendam.
Seperti dikisahkan dalam surat Thaha (20) ayat 120.
فَوَسْوَسَإِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِالْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَى
Kemudian setan mewaswaskan kepadanya dengan berkata, hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?
Ayat itu menjelaskan, setan membisiki Adam bahwa itu pohon khuldi. Pohon keabadian. Siapa yang memakannya bakal hidup abadi dan kekuasaannya terus dipegang selamanya. Bukan hanya tiga periode tapi bisa seumur hidupnya.
Adam dan istrinya tergoda. Didekatinya pohon larangan itu karena iming-iming setan untuk mendapatkan keabadian hidup dan kekuasaan. Lantas memakan buahnya. Apa yang terjadi?
Surat Thaha ayat 121 menceritakan
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ ٱلْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰٓ ءَادَمُ رَبَّهُۥ فَغَوَىٰ
Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun di jannah, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah.
Setelah Adam dan istrinya makan buah larangan itu ternyata bukan hidup abadi dan kelanggengan kekuasan yang didapat. Hanya rasa malu karena terbuka auratnya. Pesan dari ayat itu adalah orang yang berambisi melanggengkan kekuasaannya dengan melanggar larangan, memakai tipu daya bakal terbuka auratnya, terbongkar rencana jahatnya, kebohongannya, rekam jejak masa lalunya.
Merasa Hebat
Mengutip tulisan Yudi Latif di kompas.id, pemimpin perang kemerdekaan Amerika Serikat George Washington setelah masa jabatan presiden periode kedua berakhir, dia tak mau dipilih lagi untuk meneruskan periode ketiga. Padahal kalau dia mau bisa saja dia menjadi presiden selamanya.
Tapi mengatakan, enough is enough. Keberlangsungan republik tak boleh bergantung pada seseorang sebesar dan sehebat apapun orang itu. Tunas-tunas baru harus meneruskan tongkat estafet kepemimpinan.
Praktik kekuasaan Washington itu kemudian menjadi konvensi, standar etis masa bakti kepresidenan. Meski Konstitusi AS aslinya tidak memberikan batasan berapa kali seseorang bisa memegang jabatan presiden, namun setiap ada orang yang berhasrat mencalonkan lagi setelah dua kali terpilih, kepekaan rasa malunya selalu tak sanggup menghadapi pertanyaan gaib nurani publik. ”Apakah Anda merasa lebih hebat dari Washington?”
Sayangnya, sejarah politik di sini, presiden pertama malah dikukuhkan sebagai presiden seumur dengan dalih agar semangat pemimpin besar revolusi terus berkobar. Tradisi ini diteruskan oleh presiden kedua dengan skenario politik tetap terpilih sebagai presiden hingga berkuasa 32 tahun.
Di zaman Reformasi, masa kekuasaan presiden dibatasi dua kali. Sampai pada masa sekarang ini beberapa kelompok orang bergantian menyuarakan jabatan presiden perlu diperpanjang tiga periode. Bisikan pohon khuldi mulai dihembuskan di negeri ini. (*)