Tragedi Hamlet dalam Tim Denmark oleh Dhimam Abror Djuraid, Pembina Hizbul Wathan FC, Liga 2 PSSI.
PWMU.CO– To be or not to be, that’s the question. Menjadi atau tidak menjadi. Itulah pertanyaannya.
Itu adalah potongan kalimat yang sangat kita kenal dan sering kita ucapkan. Kalimat itu adalah potongan dari dialog dalam drama Shakespeare berjudul Hamlet. Bercerita mengenai tragedi yang dihadapi oleh pangeran Denmark, Hamlet.
Kesedihannya begitu memuncak menghadapi berbagai tragedi. Sampai akhirnya ia harus membuat keputusan yang menentukan antara hidup dan mati. Pada titik itulah sang Pangeran Denmark memutuskan antara ya atau tidak.
Hamlet merupakan sebuah drama tragedi yang bertutur tentang pembalasan dendam Pangeran Hamlet kepada Raja Claudius, raja Denmark. Kisah ini berlatar di Elsinore, Denmark. Pangeran Hamlet anak Raja Hamlet dan Ratu Gertrude.
Raja Hamlet mangkat digantikan oleh Claudius adik kandungnya. Setelah naik tahta Claudius kemudian menikahi Ratu Gertrude.
Pada awalnya, tidak ada kecurigaan apapun terhadap Raja Claudius. Kematian Raja Hamlet yang tiba-tiba meskipun usianya memang sudah cukup tua, tidak menimbulkan prasangka di benak para penghuni istana.
Namun suatu ketika Pangeran Hamlet didatangi arwah ayahnya dalam bentuk hantu dan memberi informasi bahwa ia mati karena dibunuh oleh Claudius, adik kandungnya sendiri.
Hantu itu menceritakan kejadiannya secara detail, tapi Pangeran Hamlet tidak sepenuhnya percaya. Ia harus melakukan investigasi untuk membongkar persekongkolan yang telah menewaskan ayahnya.
Hamlet lalu bersiasat. Ia pun menulis sebuah skenario drama dan meminta kepada tim drama istana untuk mementaskannya di depan raja dan permaisuri. Kisah yang dipentaskan dalam drama itu sama dengan kisah yang diceritakan hantu Raja Hamlet kepada Pangeran Hamlet.
Kisahnya dibuat sedetail mungkin, tapi setting cerita dibuat di tempat lain yaitu di Vienna. Pangeran Hamlet ingin melihat reaksi Raja Claudius terhadap permainan drama itu.
Reaksi yang ditunjukkan oleh Raja Claudius benar-benar di luar dugaan Pangeran Hamlet. Raja Claudius marah besar dan keluar dari ruangan pertunjukan sebelum pertunjukan selesai. Hal ini meyakinkan Pangeran Hamlet bahwa apa yang dikatakan oleh hantu itu benar adanya.
Terbakar kemarahan dan dendam, Pangeran Hamlet menyusun rencana untuk membalas kematian ayahnya.
Persekongkolan Terbongkar
Di sisi lain, ada seorang penasihat Raja Claudius bernama Polonius. Polonius memiliki dua orang anak lelaki dan perempuan, yaitu Laertes dan Ophelia. Pangeran Hamlet jatuh cinta kepada Ophelia, namun Polonius melarang putrinya berhubungan dengan Pangeran Hamlet.
Polonius khawatir putrinya hanya akan dipermainkan oleh Pangeran Hamlet yang memiliki kasta berbeda dengannya. Ophelia dengan patuh menuruti permintaan ayahnya, dan berusaha menghindari Pangeran Hamlet.
Dalam sebuah kesempatan Hamlet mendesak Ratu Gertrude mengenai kematian ayahnya. Ketika Gertrude tidak mau mengaku, Hamlet menjadi sangat marah. Ketika melihat seseorang sedang bersembunyi di belakang tirai ia menusuknya. Tak disangka, orang itu adalah Polonius, ayah Ophelia.
Laertes dan Ophelia berkabung dan sangat bersedih karena kematian ayahnya. Ophelia sebenarnya telah jatuh cinta kepada Hamlet. Tetapi karena pembunuhan ini ia menjadi gila dan akhirnya tenggelam di sungai. Hati Hamlet semakin pedih.
Raja Claudius kemudian mengirim Hamlet ke Inggris untuk belajar. Walaupun tujuan sebenarnya adalah untuk mengusir Hamlet dari Denmark. Hamlet menyadari tipu muslihat ini dan kabur dari kapal yang hendak mengangkutnya ke Inggris.
Hamlet lari untuk melihat prosesi pemakaman Ophelia, kekasihnya. Pada saat Laertes melihat kehadiran Hamlet di pemakaman ia sangat marah karena menganggap Hamlet telah membunuh ayah dan adiknya. Laertes menuntut balas dan menantang duel pedang.
Dalam perang tanding itu Hamlet terluka dan terdesak. Nyawanya di ujung pedang Laertes. Pada saat itulah Laertes jumawah hingga keprucut omongan. Dia mengaku telah bersekongkol dengan Raja Claudius untuk membunuh ayah Hamlet.
Situasi berbalik Pangeran Hamlet berhasil melepaskan diri dari terkaman Laertes dan menikamkan pedang sampai Laertes tewas.
Hamlet kemudian membunuh Raja Claudius. Lalu Ratu Gertrude ikut mati karena tidak sengaja meminum anggur beracun. Hamlet berhasil menuntaskan dendamnya, tapi akhirnya ia pun mati karena luka dari pedang Leastes yang telah diolesi racun mematikan.
Tim Denmark
Drama dan tragedi mewarnai perjalanan tim nasional Denmark di gelaran Euro 2020. Kalah dua kali di dua pertandingan pertama, dan kehilangan pemain ikonik Cristian Eriksen dalam tragedi yang mengerikan di lapangan. Denmark bangkit pada pertandingan hidup mati melawan Rusia.
Laksana duel maut antara Pangeran Hamlet melawan Laertes, Denmark hanya punya dua pilihan, to be or not to be. Hidup atau mati. Ternyata Denmark bisa lolos dari hadangan maut dan menang dramatis 4-1 untuk lolos ke babak 16 besar.
Denmark mengukir sejarah di Piala Eropa sebagai tim pertama dalam sejarah Piala Eropa yang lolos ke babak knockout setelah kalah di dua laga pertamanya di fase grup. Pada pertandingan pertama kalah 0-1 dari Finlandia yang diwarnai insiden kolapsnya Christian Eriksen. Denmark kemudian harus mengakui keunggulan Belgia di laga kedua 1-2.
Pada pertandingan terakhir fase grup, Denmark seolah mendapat kekuatan ekstra dari bisikan gaib arwah Raja Hamlet. Para pangeran Denmark mengamuk dan pasukan Tsar Rusia dihancurkan tanpa ampun.
Denmark semakin kuat dan lebih kuat lagi. Di babak knock out 16 besar Denmark menjadi tim pertama yang memastikan diri lolos ke babak perempat final. Tiket perempat final ini diraih melalui kemenangan besar 4-0 atas Wales di Stadion Johan Cruijff Arena, Amsterdam, Ahad (27/6) dini hari.
Tentu tidak mudah mengalahkan The Dragons Wales yang diperkuat Gareth Bale dan Alan Ramsey. Denmark menunggu hingga 27 menit untuk bisa memulai pesta gol mereka ke gawang The Dragons. Kasper Dolberg menjadi sang Pangeran yang memborong dua gol. Dua gol lain dicetak Maehle dan Barithwaite.
Denmark pun tercatat sebagai tim keempat dalam 24 pertandingan Wales yang mampu membobol lebih dari satu kali dalam satu pertandingan. Tiga tim lainnya adalah Inggris, Belgia, dan Prancis.
Mengawali turnamen dengan tragedi, Denmark sekarang punya kesempatan terbuka untuk membuat sejarah baru. Sangat mungkin peristiwa Euro 1992 terulang kembali, ketika Denmark yang tidak diunggulkan ternyata bisa menjadi kampiun Eropa.
Spirit Cristian Eriksen menjadi dorongan semangat yang luar biasa bagi tim Denmark. Tragedi dan sejarah selalu lekat dengan Denmark. Sebagaimana Hamlet yang bisa menuntaskan tugas sejarah dalam tragedi, timnas Denmark punya kesempatan mengukir sejarah dalam tragedi. (*)
Editor Sugeng Purwanto