PWMU.CO– Hari terakhir hidup Rasulullah saw dikisahkan dalam kitab Sirah Nabawi. Menjelang tengah malam Rasulullah berkata kepada Abu Muwaihibah, budaknya. ”Abu Muwaihibah, aku diperintah agar memintakan ampunan bagi penghuni kuburan al-Baqi’.”
Berangkatlah Rasulullah dan budaknya. Lantas berdiri di tengah kuburan al-Baqi’. Rasulullah berkata, ”Assalamu alaikum wahai ahli kubur, berbahagialah kalian semua dengan apa yang kalian rasakan di dalamnya, daripada apa yang kini dirasakan manusia. Banyak cobaan kini datang bagaikan serpihan malam yang gelap gulita di mana cobaan terakhir menyusul cobaan pertama dan cobaan terakhir lebih buruk daripada cobaan pertama.”
Kemudian Rasulullah saw menghadapkan wajahnya kepada Abu Muwaihibah. ”Wahai Abu Muwaihibah, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kekayaan dunia, keabadian di dalamnya, dan surga, lalu aku perintahkan untuk memilih di antaranya atau aku memilih dengan pilihan bertemu Tuhanku dan surga.”
Abu Muwaihibah berkata, ”Wahai Rasulullah, ambillah kunci-kunci kekayaan dunia, keabadian di dalamnya, dan surga.”
Rasulullah menjawab, ”Tidak, demi Allah, Abu Muwaihibah. Aku lebih mencintai bertemu dengan Tuhanku dan surga.”
Setelah itu Rasulullah memohonkan ampunan bagi penghuni kuburan al-Baqi’. Kemudian pulang. Di rumah bertemu Aisyah, istrinya, yang mengeluhkan sakit kepala.
”Demi Allah, Aisyah, kepalaku ini justru jauh lebih sakit,” jawab Rasulullah.
“Bagaimana jika kamu meninggal dunia sebelum aku lalu kumandikan dan kafani, setelah itu kushalati dan kukuburkan?” tanya Rasulullah.
Aisyah menjawab, ”Demi Allah, jika itu yang terjadi padaku, engkau pasti pulang ke rumahku lalu bermesraan dengan salah satu istrimu.”
Mendengar jawaban itu Rasulullah tersenyum. Esoknya Rasulullah mulai jatuh sakit. Walau demikian tetap menyempatkan mengunjungi istri-istrinya. Hingga akhirnya sakitnya makin parah tatkala di rumah Maimunah.
Rasulullah lalu memanggil istri-istrinya untuk meminta izin dirawat di rumah Aisyah. Para istri setuju. Ali bin Abi Thalib dan Fadhl bin Abbas memapah Nabi menuju rumah Aisyah.
Sakit Rasulullah makin serius hingga pingsan. Ketika sadar Rasulullah meminta,”Siramkan kepadaku tujuh gayung dari beragam sumur agar aku segar kembali dan dapat keluar menemui orang-orang dan memberi wasiat kepada mereka.”
Aisyah mendudukkan suaminya di gentong air milik Hafshah binti Umar bin Khaththab. Kemudian menyiramkan air kepada badan Nabi. ”Sudah cukup… sudah cukup,” kata Nabi.
Abu Bakar Menangis
Setelah itu Nabi keluar rumah menuju mimbar. Lantas duduk terus mendoakan para syuhada Perang Uhud, memintakan ampunan untuk mereka, memperbanyak mengucapkan shawalat untuk mereka.
”Sesungguhnya salah seorang hamba Allah diberi dua pilihan. Dunia atau apa yang ada di sisiNya, Kemudian hamba tersebut memilih apa yang ada di sisiNya.”
Mendengar itu Abu Bakar menyadari yang dimaksud dengan seorang hamba Allah itu adalah Nabi sendiri. Spontan dia menangis. ”Biarkan kami menebus engkau dengan jiwa kami dan anak-anak kami,” kata Abu Bakar.
Rasulullah berkata,”Tahanlah emosimu, wahai Abu Bakar. Lihatlah pintu-pintu menuju masjid ini. Tutuplah semua kecuali rumah Abu Bakar, karena aku tidak dapatkan orang yang lebih baik persahabatannya denganku daripada Abu Bakar.”
Dalam kondisi itu Rasulullah membentuk pasukan perang dan menunjuk Usamah bin Zaid sebagai panglimanya. Tapi orang-orang mempertanyakan pengangkatan Usamah bin Zaid sebagai komandan perang.
Mereka berkata,”Rasulullah mengangkat anak terlalu muda menjadi komandan perang padahal ada sahabat-sahabat utama dari kaum muhajirin dan anshar.”
Rasulullah lalu duduk di mimbar. ”Wahai manusia, jangan kalian menghalang-halangi pengiriman pasukan Usamah bin Zaid. Aku bersumpah, jika kalian mempersoalkan jabatan komandan perang Usamah, berarti kalian juga mempersoalkan jabatan ayahnya sebelum itu, sebagai komandan. Sungguh Usamah sangat pantas mengemban amanah tersebut sebagaimana ayahnya pantas menerimanya.”
Kemudian Rasulullah turun dari mimbar menuju rumahnya. Pasukan Usamah bin Zaid pun berangkat. Tapi tiba di Al-Jurf, yang berjarak satu farsakh dari Madinah, pasukan istirahat dirikan tenda. Mendengar sakit Rasulullah makin kritis, Usamah tidak meneruskan perjalanan. Mereka tak mau melewatkan hari terakhir Rasulullah.
Kemudian pasukan balik ke Madinah. Usamah menemui Rasulullah yang saat itu hanya diam. Tapi menadahkan tangan ke langit kemudian meletakkan tangannya ke Usamah mendoakan.
Menolak Obat
Hari terakhir hidup Rasulullah, para istri seperti Ummu Salamah dan Maimunah, serta wanita-wanita kaum muslimin seperti Asma’ binti Unais berkumpul menunggui Rasulullah yang tak sadar di kamarnya.
Abbas, paman Rasulullah, juga ada. Mereka sepakat mengobati Nabi. Maka Abbas memasukkan obat ke mulut Rasulullah. Saat Nabi siuman, langsung bertanya, ”Siapa yang melakukan ini terhadapku?”
Orang-orang menjawab, ”Wahai Rasullullah, pamanmu sendiri.”
Rasulullah berkata, ”Itu adalah obat yang dibawa wanita-wanita dari Habasyah. Kenapa kalian berbuat seperti itu?”
Abbas menjawab, ”Wahai Rasulullah, kami semua khawatir engkau terkena serangan penyakit radang.”
Rasulullah berkata,”Penyakit tersebut tidak akan Allah timpakan kepadaku.”
Penulis/Editor Sugeng Purwanto