PWMU.CO – Rencana Aksi Bela Islam III, 2 Desember (2/12), di Jakarta pada Jumat besok mendapat tanggapan beragam dari beberapa pihak. Tak terkecuali dari Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Fauzan. Ditemui di kantornya, Kamis (30/11) Fauzan meminta agar masyarakat dapat berpikir jernih dan menyikapi aksi 212 tersebut dengan cara yang tidak berlebihan.
”Saya berharap kita tidak berada di dua titik ekstrem ini. Karena ada yang bilang aksi 212 itu politik makar dengan tujuan untuk menjatuhkan pemerintah. Sebaliknya, ada juga yang menyepelekan aksi tersebut lantaran menganggap aksi demonstrasi 212 itu biasa saja. Bahkan dinilai sama sekali tak ada pengaruhnya bagi stabilitas bangsa,” kata Rektor.
(Baca: 5 Petisi Pemuda Muhammadiyah se-Indonesia untuk Penuntasan Kasus Ahok dan Didatangi Polisi, Rombongan Aksi Bela Islam III dari Gresik Gagal Berangkat)
Tak heran, lanjut Fauzan, jika aksi 212 banyak melahirkan tanda tanya. Terutama soal apakah aksi ini memiliki muatan lain yang sengaja disembunyikan. Terlebih, aksi 212 terjadi setelah pihak kepolisian bergerak cepat mengadakan gelar perkara dan menetapkan Basuki Tjahaja Purnana alias Ahok sebagai tersangka kasus dugaan peinistaan agama.
”Logikanya, jika tuntutan utama aksi 411 agar Ahok dipidanakan, itu sudah terpenuhi. Tetapi ini aksi lagi. Tak heran jika aksi lanjutan membuat orang menafsirkan macam-macam,” jelas Fauzan.
Fauzan mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang bersilaturahim dengan tokoh-tokoh organisasi Islam, terutama Muhammadiyah dan NU pasca aksi damai 411. “Apalagi, sebelumnya terjadi ketegangan akibat pernyataan Jokowi soal adanya aktor politik di balik aksi 411,” papar dia.
(Baca juga: 5 Sikap Muhammadiyah Jatim Tanggapi Rencana Aksi Bela Islam Jilid III, Aksi 212 dan Aksi Bela Islam 212 yang Berencana Shalat Jum’at di Monas, Begini Fatwa MUI)
Fauzan juga mengapresiasi langkah mediasi yang dilakukan Polda Metro Jaya dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI terkait aksi 212. Menurut Fauzan itu bagus dilakukan untuk mencairkan ketegangan akibat pernyataan Kapolri Tito Karnavian soal kemungkinan terjadinya makar pada aksi 212.
Bagi Fauzan, silaturrahim dan mediasi menunjukkan bahwa soal menjaga perdamaian, pemerintah dan massa aksi memiliki visi yang sama. Namun, itu tak berarti bahwa secara politik mereka berada di haluan yang sama. ”Mediasi yang dilakukan hanya bisa mengurangi ketegangan, tapi tak bisa menyamakan kepentingan politik,” terang Fauzan.
Fauzan juga melihat bahwa perkembangan Aksi Bela Islam II, 411, menuju Aksi Bela Islam III, 212, juga punya banyak anomali. Setidaknya ada empat anomali yang mengitari aksi massa yang melibatkan banyak elemen ini: 4 Anomali Aksi 212. (hum/aan)