PWMU.CO– Hari terakhir hidup Rasulullah mulai pemakaman sehari setelah baiat Abu Bakar dilantik menjadi khalifah. Rasulullah wafat hari Senin, mulai pemakaman hari Selasa.
Dikisahkan dalam kitab Sirah Nabawi Ibnu Hisyam, saat para sahabat hendak memandikan Rasulullah, mereka berbeda pendapat cara memandikan jenazahnya. Ada yang usul melepas pakaian Nabi sebagaimana biasa melepas pakaian jenazah kaum muslim. Lainnya usul biarkan saja jenazah Nabi tetap dengan pakaiannya.
Lelah berdebat akhirnya semuanya tertidur dalam posisi duduk. Dagu mereka menempel ke dada. Tiba-tiba seseorang tak dikenal dari pojok rumah berseru, ”Hendaklah kalian memandikan jenazah Rasulullah saw tanpa melepas pakaiannya.”
Mereka terbangun. Akhirnya memandikan jenazah Rasulullah lengkap dengan pakaiannya. Menyiramkan air ke atas pakaian dan menggosok badan lewat pakaiannya.
Ali bin Abu Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Fadhl bin Abbas, Qutsam bin Abbas, Usamah bin Zaid bin Haritsah, dan Syuqran, budak Nabi adalah orang-orang yang memandikan Rasulullah.
Aus bin Khauli, sahabat Nabi dari anshar berkata kepada Ali bin Abu Thalib, ”Demi Allah kami juga berhak terhadap Rasulullah.”
Ali menjawab, “Silakan masuk.” Aus bin Khauli masuk kemudian ikut memandikan Rasulullah. Ali membaringkan jenazah Nabi ke dadanya. Abbas dan Fadhl, anaknya, membolak-balik jenazah Rasulullah.
Usamah bin Zaid dan Syuqran menyediakan gayung berisi air. Ali memandikan tangannya tidak menyentuh langsung jasad Rasulullah karena menggunakan sarung tangan. Ali berkata,”Wahai Rasulullah, betapa harum mewanginya engkau semasa hidup dan setelah wafatmu.”
Selesai dimandikan jenazah Rasulullah dikafani dengan tiga kain. Dua kain produk Shuhari Yaman dan satunya burdah dihiasi katun yang dilipat. Setelah dikafani jenazah Rasulullah dibaringkan di atas ranjang di kamar.
Lokasi Makam di Kamar
Waktu menentukan lokasi makam, kaum muslimin berbeda pendapat lagi. Ada yang usul dimakamkan di masjid. Sahabat lain berpendapat dimakamkan bersama para sahabat yang telah wafat.
Saat itulah Abu Bakar berkata,”Aku mendengar Rasulullah berkata, jika seorang nabi wafat hendaknya dimakamkan di tempat ia wafat.” Maka ranjang tempat jenazah Rasulullah berbaring diangkat. Di tempat itulah lokasi makam Rasulullah.
Waktu menggali lubangpun ada perbedaan cara Mekkah dan Madinah. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah terbiasa menggali dengan galian penduduk Makkah yaitu galian dengan lubang di tengahnya. Sementara Abu Thalhah bin Zaid menggali seperti galian orang-orang Madinah yaitu lahad.
Maka Abbas memanggil kedua sahabat tersebut agar mereka menggali bersama-sama. Disepakati model galian lahad cara Madinah. Saat penggalian sudah memasuki malam hari.
Sambil menunggu galian, shalat jenazah dilakukan bertahap. Pertama, dimulai kaum laki-laki masuk untuk shalat. Setelah selesai, giliran kaum wanita. Setelah itu masuklah anak-anak. Saat itu shalati jenazah dilakukan sendiri-sendiri.
Jenazah Rasulullah mulai dimasukkan liang lahad pada pertengahan malam Rabu. Sahabat-sahabat yang berada di liang lahad menerima penurunan jenazah adalah Ali, Fadhl, Qutsam, dan Syuqran.
Aus bin Khauli kembali minta kepada Ali agar diizinkan ikut turun ke liang lahad. Ali mengizinkan. Ketika jenazah Rasulullah diletakkan di lahadnya, Syuqran memberi alas kain yang sering dipakai Nabi. Syuqran berkata,”Demi Allah, kain ini tidak ada yang memakainya setelah engkau untuk selamanya.”
Hari terakhir hidup Rasulullah telah damai bertemu sang Khaliq. Di makam itu kelak juga dikuburkan jenazah Abu Bakar dan Umar bin Khaththab.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto