Harmoko Wafat, Ini Kenangan Safari Ramadhan Bersamanya oleh Ainur Rafiq Sophiaan, mantan wartawan The Jakarta Post.
PWMU.CO– Harmoko (82), mantan Menteri Penerangan yang legendaris di era Presiden Soeharto itu telah meninggalkan kita semua di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Ahad malam (4/7/2021).
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Banyak kenangan yang monumental pada diri pria kelahiran Nganjuk, 7 Februari 1939 itu. Salah satunya adalah kunjungan ke daerah-daerah pelosok setiap Ramadhan yang dikenal dengan Safari Ramadhan.
Alhamdulillah, saya beruntung menjadi satu dari sedikit wartawan yang berkesempatan mengikuti kunjungan Harmoko. Bahkan itu ternyata menjadi Safari Ramadhan terakhir karena setelah itu dia terpilih menjadi Ketua DPR-MPR 1997-1999.
Selama menjadi Menteri Penerangan Harmoko setiap Ramadhan selalu mengadakan acara blusukan ke daerah dalam kemasan Safari Ramadhan itu.
Ada sekitar 20 wartawan media cetak dan televisi nasional yang ikut. Saya mewakili harian berbahasa Inggris The Jakarta Post. Rombongan dibagi dua bus kecil yang disewa dari Blue Bird. Satu bus rombongan Pak Harmoko dan pejabat teras Departemen Penerangan (Deppen) dan satu lagi rombongan wartawan dan Humas Deppen. Perjalanan ke lima provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Minum Madu
Sebagai media ternama dan eksklusif, saya diititipi misi khusus oleh Managing Editor (Redaktur Pelaksana) Andy F Basuni, agar berusaha ngintip konsolidasi kader-kader Golkar di tiap kesempatan. Harap diketahui, Harmoko selama 1993-1998 juga menjadi Ketua Umum Golkar.
”Kamu harus sebisa mungkin mencari tahu apa yang disampaikan Pak Harmoko di forum tertutup itu,” katanya. Buat saya, itu angle yang menarik dan penuh tantangan.
Wajar di zaman Soeharto akses informasi tidak semudah sekarang. Safari ini memang sesuai dengan buku petunjuk dimaksudkan untuk mencari masukan dari bawah sambil memetakan potensi masyarakat di daerah pedalaman.
Menariknya, sebagian yang dikunjungi adalah daerah pedesaan yang belum teraliri penerangan listrik. Rumah penduduk juga masih banyak yang beralas tanah biasa.
Safari ini berlangsung selama dua pekan,12-26 Januari 1997. Start perjalanan dimulai pukul 05.30 tepat dari Kantor Deppen Jl Medan Merdeka Timur Jakarta. Tapi saat saya datang rombongan sudah berangkat.
Sempat gelisah beberapa menit. Ternyata saya sudah ditunggu staf Deppen. Langsung diajak menuju titik pertama peresmian Masjid Abidin, Duren Sawit, Jakarta Timur. Lega rasanya bisa bergabung dengan rombongan media lainnya. Di sini Harmoko bertemu dengan tokoh masyarakat dan ulama setempat dan berpidato seperti mubaligh tanpa kutipan ayat al-Quran atau hadits.
Di Jawa Barat dan Jawa Tengah, rombongan sering bermalam di rumah-rumah penduduk. Harmoko biasanya tinggal di rumah Pak Lurah sementara wartawan cukup dititipkan di rumah-rumah penduduk.
Santapan terlezat sudah dapat diduga hasil bumi ubi-ubian rebus. Tidur di atas tikar dengan penerangan yang masih terbatas. Namun suasana guyub desa dengan kedatangan menteri cukup membuat warga tampak gembira ria.
Saya hitung rata-rata mulai pagi setelah Subuh hingga malam tak kurang dari 10 titik pertemuan. Di sana Harmoko juga tak jarang disiapkan podium memberikan ceramah. Anda bisa bayangkan betapa hebatnya kekuatan fisik Harmoko.
Saya sempat bertanya di sela pertemuan, Pak Menteri apa resepnya kok kelihatan sehat saja? Dijawab dengan enteng. ”Minum madu, jangan lupa. Kan disediakan toh untuk kawan-kawan wartawan.” Wartawan nonmuslim memang tak berpuasa. Sedangkan kita yang berpuasa terasa melelahkan.
Indoktrinasi Kader Golkar
Yang menarik dan penuh tantangan juga saat akan kirim berita. Maklum, fasilitas yang tersedia baru facsimile yang ada di wartel perkotaan. Sementara acara lebih banyak di pedesaan. Kerap harus ke wartel menempuh jarak hingga 25 Km ke kota untuk setor berita harian.
Selama di Jawa Tengah hanya semalam menginap di Hotel Santika Semarang. Itu pun benar-benar cuma numpang tidur. Masuk pukul 23.00. Cabut pukul 05.00 esok harinya.
Sesuai perintah Redaktur Pelaksana The Jakarta Post, saya selalu menyempatkan menyisir informasi di sela-sela acara terselubung Golkar. Maklum, acara Golkar itu numpang lewat.
Selama singgah, saya selalu mencari informasi dengan tokoh Golkar setempat. Acara biasanya diadakan setelah acara formal selesai. Banyak wartawan yang tak tertarik acara ini.
Di sanalah terlihat betapa gigihnya Harmoko memenangkan Golkar dengan indoktrinasi dan instruksi pada kader-kadernya. Termasuk ”ancaman” bila target tak terpenuhi.
Hasil nguping dan dan ngintip berhari-hari itu saya tulis dalam kemasan news analysis pada hari kesepuluh. Ketika paginya terbit, Harmoko sudah membacanya, sementara saya belum. Maklum, aksesnya beda jauh!
Rupanya respon dari Harmoko tidak saya bayangkan sebelumnya yang mungkin terusik dan tersinggung. ”Saya sudah baca beritanya, Mas, soal Golkar. Bagus. Bagus. Untuk otokritik dan masukan. Sempat-sempatnya ya kamu!” katanya sambil menepuk pundak saya.
Perjalanan sampai di Pulau Madura. Rombongan setelah sampai Sumenep tengah malam menyeberang ke Bali dengan menumpang kapal milik TNI AL. Dua bus kembali ke Jakarta dalam kondisi kosong. Sampai di Pulau Bali, rombongan setelah dua hari blusukan singgah di Hotel Sheraton Denpasar. Itu pun numpang tidur. Masuk tengah malam pukul 00.30. Paginya 05.30 harus segera balik ke Jakarta dengan pesawat Garuda.
Masih pagi rombongan sampai kembali di Deppen. Tanpa acara perpisahan. Pak Harmoko hanya menyalami kami satu persatu sambil mengucapkan terima kasih. Tanpa harapan seperti biasanya bertemu kembali. Ternyata ini Safari Ramadhan terakhir kali. Semoga Pak Harmoko husnul khotimah.
Surabaya, 5 Juli 2021
Editor Sugeng Purwanto