PWMU.CO – Waspadai Ancaman Bocornya Data Pribadi. Hal itu diungkapkan oleh Komunitas Surabaya Hacker Link (SHL) David Surya, Sabtu (10/7/2021).
Dia menyampaikannya saat menjadi pemateri pada Webinar Seri Keempat Cyber Security yang diselenggarakan oleh Direktorat Vokasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Cegah Duplikasi Data Pribadi
Menurut David hampir 70-80 persen aktivitas manusia kini bisa dilakukan secara online. Mulai dari banking, pesan, kontak, konfigurasi, dan hal-hal lainnya. Sayang sekali tidak jarang kasus kebocoran data terjadi tanpa pandang bulu.
“Misalnya saja yang menimpa BPJS, Tokopedia, dan Bukalapak. Maka dari itu saya menekankan agar kita bisa memahami terkait pentingnya data pribadi dan bagaimana mencegah adanya duplikasi data tersebut,” ujarnya.
Semakin banyak data yang bocor, lanjutnya, maka akan semakin tinggi juga bahaya yang mengintai. “Penyalahgunaannya bisa berbentuk phising, penipuan berkedok pinjaman online atau juga peretasan akun media sosial untuk menipu keluarga dan kerabat dekat yang dimiliki oleh pengguna terkait,” ungkapnya.
Masalah ini, menurutnya, tidak bisa diselesaikan dengan hanya memperkuat aspek keamanan sistem. Harus ada dukungan pemerintah dan pihak berwajib agar bisa meminimalisasi kejadian kebocoran data.
“Sangat penting juga adanya aturan dan hukuman yang jelas bagi pelaku serta pengusaha yang lalai dalam mengamankan data-data penting,” jelasnya.
“Setiap perusahaan harus melakukan audit secara rutin untuk berjaga-jaga, karena masih banyak sekali keamanan sistem yang lemah. Memang usaha-usaha ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Tetapi paling tidak ada usaha untuk meningkatkan keamanan sistem dengan investasi beberapa hal,” tambahnya.
Hindari VPN
Sementara itu dosen Cyber Security Vokasi UMM
Syaifuddin menyarankan para pengguna internet untuk tidak menggunakan VPN. Hal ini karena VPN bisa menembus batas-batas yang sudah ditentukan oleh negara.
“Baik itu konten kriminal, kejahatan, dan juga pornografi. Dengan VPN kita bisa melewati banyak filter dan firewall yang sudah diatur. Namun perlu diketahui bahwa akan sangat berbahaya jika VPN yang kita gunakan merupakan buatan perusahaan yang tidak jelas asal-usulnya,” pesannya.
Beberapa negara, lanjutnya, telah melarang penggunaan VPN. Diantaranya Turki, Uni Emirat Arab, Tiongkok, Belarus dan Rusia.
“Dari hasil studi keamanan data saya menemukan dari 300 penyedia VPN, ternyata ada 38 persen yang mengandung advertising, adware dan malware. Kemudian ada juga sekitar 84 persen yang membocorkan trafik data penggunanya ke pihak lain. Begitupun ada sekitar 18 persen dari mereka yang tidak memiliki enkripsi,” paparnya.
Penjual dan Pembeli Data Pribadi
Pemateri terakhir founder Orang Siber Indonesia (OSI) Dendi Zuckergates mengungkapkan biasanya pelaku penjual dan pembeli data pribadi tidak hanya satu orang. Tetapi satu tim yang terdiri dari leader, coders, bot herder, intrution specialist, data miner hingga money specialist.
“Transaksinya biasanya tidak menggunakan bank atau rekening. Mereka menghindari hal-hal yang dapat menampilkan profilnya. Biasanya mereka menggunakan cryptocurrency, salah satunya bitcoin,” ungkapnya.
Menurutnya banyak pihak yang biasanya membeli data tersebut. Mulai dari perusahaan hingga para calon kepala daerah. Data-data tersebut digunakan untuk kepentingan dan keuntungannya masing-masing.
“Kalau teman-teman sering mendapati Whatsapp blast atau SMS yang nomer yang tidak dikenal, maka sudah dipastikan data teman-teman berada di database mereka,” terangnya.
Di sisi lain Direktur Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Vokasi UMM Dr Tulus Winarsunu MSi menyampaikan Prodi Sarjana Terapan Cyber Security dan Digital Forensik Center (CSDFC) akan segera dibuka di kampus putih UMM.
“UMM akan menjadi satu-satunya universitas yang memiliki prodi tersebut. Meski prodi CSDFC belum lahir, namun sudah ada berbagai aktivitas yang diselenggarakan. Tidak hanya webinar series ini saja, tetapi juga pelatihan-pelatihan bersertifikat. Terakhir kali UMM menyelenggarakan pelatihan mikrotik pada bulan Juni lalu,” tuturnya. (*)
Penulis Maharina Novi. Editor Sugiran.