PWMU.CO – Kemenag Ajak BPKH dan Kemenparenkraf Kolaborasi Hadapi Visi Saudi 2030. Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah H Khoirizi HD SSos MM menyampaikannya pada Indonesia Islamic Marketing Festival 2021 Episode 1, Senin (12/7/21).
Bahasan ini bermula dari pertanyaan Ajeng, peserta perwakilan Bank Syariah Indonesia (BSI). “Bagaimana arah kebijakan pemerintah dalam rangka perlindungan jemaah dan pelaku pengusaha travel untuk menghadapi visi Saudi 2030? Apakah pemerintah berencana mengakomodasi ekosistem haji dan umrah?”
Dia menanyakan pada sesi talkshow yang digelar MarkPlus Islamic melalui Zoom Webinar itu. Deputy Chairman MarkPlus Inc H Taufik menjadi moderatornya.
Kemenag, Bina dan Ajak Kolaborasi
Menanggapi pertanyaan tersebut, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama H Khoirizi HD SSos MM berpendapat, pemerintah punya kapasitas melakukan pembinaan.
Sasaran pembinaannya meliputi penyelenggara ibadah umrah maupun haji. Salah satu contohnya, seperti yang sedang dia lakukan saat itu, yaitu hadir mengedukasi.
Kedua, pemerintah—Kemenag—melakukan kolaborasi dengan penyelenggara dan BPKH. Tapi menurutnya, keberhasilan kolaborasi itu juga tergantung bagaimana BPKH bisa lebih mendapat kepercayaan masyarakat.
“(Kepercayaannya) jauh lebih meningkat ketika (dana haji) dikelola Kemenag,” harapnya.
Menurut Khoirizi, penyelenggara Haji dan Umrah butuh sentuhan BPKH. “Saya tahu persis kawan-kawan itu bagaimana mereka terpuruk karena uangnya sudah terpakai, (tapi) jemaahnya belum umrah,” kata dia.
Terpakai dalam hal ini, maksudnya, terlanjur digunakan untuk biaya tiket jemaah yang sudah sampai Singapura, Malaysia, bahkan Jeddah, lalu kembali ke Jakarta. Tapi ternyata belum bisa umrah.
“Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab atas uang yang sudah terpakai itu, padahal jemaah itu harus diumrahkan lagi,” ujarnya.
Khoirizi mengatakan, kalau perlu, bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparenkraf) dalam memberikan suplemen. Harapannya, agar meningkatkan peran wisata yang tidak hanya sebagai wisata ibadah, tapi juga wisata edukasi.
“Ketika kita melihat aspek wisata dan aspek bisnis itu maka banyak hal yang harus kita diskusikan, jangan sampai aspek ini menghilangkan esensi dari aspek ibadahnya,” sambungnya.
Khoirizi pun sepakat dengan Beny, peluang ini harus diambil para stakeholder. “Kementerian Agama hari ini melakukan pengawasan dan memberikan perizinan. Maka, peluang umrah ke depan pascapandemi kita harus raih sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat, kalau kita bisa mitigasi dengan baik, penyelenggaraan umrah akan lebih siap dari program haji,” jelasnya.
BPKH Proyeksikan Rencana Strategis
Ikut menanggapi pertanyaan Ajeng, Dr Beny Witjaksono SP MM—Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji—menyatakan, BPKH sudah menyiapkan proyeksi rencana strategis.
“Tapi jujur kalau bicara hari ini, seperti sekarang ini, setiap tahun menghabiskan dana sekitar 14,5-15 triliun untuk berangkat langsung sampai dengan 3 kali lipat, tidak sanggup secara keuangan,” ungkapnya.
Namun, karena menurutnya ibadah haji 2030 tidak serta-merta langsung terjadi, maka mereka bisa menyiapkan proyeksinya. “Misal 2026, terjadi pembayaran dobel Januari dan Desember, karena memang SOP mentransfer dana itu harus 3-4 bulan sebelum berangkat haji,” terangnya.
Beny mengatakan, BPKH sudah menyerahkan pusat layanan haji dan umroh terpadu (PLHUT). “Itu adalah ide yang sangat cemerlang dari Kemenag. Kebetulan tanahnya sudah terbeli, sudah kita catat sebagai aset BPKH. Kemudian, kita hibahkan pada dirjen Kemenag untuk kita bangun bersama,” ungkapnya.
PLHUT itu dibangun untuk menampung jemaah yang transit di Jeddah. “Untuk jemaah haji yang keleleran, nggak jelas kalau 1-2 hari di Jeddah mau ke mana. Tidak ada tujuannya, karena memang tidak ada destinasi sama sekali,” ungkapnya.
Dia menerangkan, itu merupakan bentuk investasi di Mekkah dan Madinah. “Tahap pertama adalah yang pasti di sewa oleh Kementerian Agama itu akan kita biaya dulu, sehingga kepastian cash flow itu … (teratasi), dana haji kan nggak boleh diinvestasikan yang berisiko tinggi,” ucapnya.
Setelah menyewa yang pasti digunakan itu, BPKH akan lambat laun memperpanjang. Jika mendapat izin dari Kemenag, BPKH memakai yang boleh sewa sampai 5 tahun ke depan. “Bersyukur kita belum punya yang 5 tahun, seandainya Pak Dirjen yang lama sudah kasih izin, maka yang terjadi, 2 tahun terakhir nggak dapat sewa,” ungkapnya.
Dia optimis, saat kondisi ke depan sudah membaik, BPKH berani investasi untuk bisa memperoleh nilai manfaat.
Terkait ekosistem haji dan umrah, dia menyatakan BPKH mendukung secara infrastruktur. Lantas dia menyerahkan pada Khoirizi untuk melengkapi jawabannya, karena dianggap lebih tepat.
Minta Wadah Komunikasi Asosiasi Penyelenggara
Khoirizi meluruskan, perlakuan Haji dan Umrah berbeda. “Kalau haji, sepenuhnya menjadi kewenangan, ada kewajiban pemerintah; tapi bicara tentang umrah, bussiness to bussiness,” ungkapnya.
Jadi, dia lebih menekankan pada bagaimana peran penyelenggara umrah. Maka, yang dia harapkan untuk mendukung ekosistem haji, ada wadah seperti forum komunikasi asosiasi penyelenggara haji dan umrah, di mana mereka bisa saling berdiskusi dan memberi masukan.
“Bisa lebih mudah berkoordinasinya, sehingga yang diharapkan bagaimana umrah ini menjadi angin perubahan dalam wisata (bisa) menjadi kenyataan, ” tuturnya.
Dia optimis, ke depan, banyak peluang wisata yang bisa digerakkan bersama dengan kekuatan yang ada di BPKH. “Umpamanya kita membuat suatu event yang dibuat BPKH, kemudian kita jual kepada masyarakat, nilai manfaatnya kita bagi 2,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, misal mengajak ke Pulau Maluku untuk melihat pedesaan yang umat Muslim yang masih terbelakang. “Sebagai wisata, dikelola sedemikian rupa, dibiayai oleh BPKH, kemudian kita jual siapa yang mau ikut,” terangnya.
Khoirizi menegaskan, tujuannya sambil berjalan-jalan, mencari nilai manfaat, sekaligus membantu masyarakat di daerah tertinggal. “Yang jelas, bagaimana kita membuat suatu gerakan sehingga mendapat suatu kesamaan persepsi, dalam mengedepankan kepentingan umat,” ungkapnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni