PWMU.CO – Muhammadiyah ormas yang paling siap membahas ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) khususnya dengan perangkat-perangkat yang dimiliki oleh perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM).
Hal itu disampaikan Prof Agus Puwanto DSc pada Pengajian Refleksi Milad Ke-112 H Muhammadiyah yang diselenggarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Rabu (14/07/2021)
Agus mengatakan, Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan, sejak awal kelahirannya telah mengambil peran untuk mengembalikan bahwa sains dan teknologi itu bagian terpadu dari islam.
“(Saat itu) di tengah situasi yang anti pengetahuan, lahirlah Muhammadiyah yang kemudian diidentifikasi sebagai gerakan tajdid. Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendirinya, melakukan pendekatan sains dengan mengoreksi arah kiblat,” ucapnya.
Sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, Agus mengaku menyayangkan, jika saat ini islam mengalami reduksi dan hanya dipersepsikan tentang surga dan neraka.
“Islam yang saat ini ada, mengalami reduksi sedemikian rupa hanya menjadi fiqih dan tasawuf. Jadi, ketika kita mendengar kata al-Qur’an, kata islam, persepsi kita itu seperti hanya tentang surga, neraka, ikhlas, anak yatim, dst, tapi lepas dari istilah sains dan teknologi,” katanya.
Umat sebagai Penonton di Panggung Sejarah
Akibat selama ini mengabaikan sains dan teknologi, Guru Besar Fisika Teori ITS itu mengatakan, umat islam secara keseluruhan hanya berdiri di panggung sejarah sebagai penonton, pengguna, konsumen atau user dalam perkembangan iptek.
“Secara umum, dalam kompetisi Sains-Matematika, dunia islam secara umum relatif rendah, karena saya juga pernah menjadi juri lomba Fisika se-Asia,” katanya.
“Kecuali pelajar-pelajar dari Iran yang memang kita ketahui sejak awal, Iran itu tradisi sains dan filsafatnya masih kokoh. Tidak mengalami masa masa vakum,” imbuh penulis buku Ayat-ayat Semesta itu.
Agus mengaku, umat Islam selama ini hanya fokus pada kajian-kajian tentang agama, namun abai terhadap persoalan alam. Padahal ada 800 ayat yang membahas tentang alam dan hanya 160 ayat tentang fiqih di dalam al-Qur’an.
“Dan sekarang itu (kajian tentang alam) dikuasai orang-orang barat, padahal Allah melalui al-Qur’an intens menyampaikan pesan tentang alam,” jelasnya.
Pria kelahiran Jember tahun 1964 ini menerangkan, ada 800 ayat tentang alam, namun banyak ulama hanya fokus pada 160 ayat tentang fiqih itu.
“Sementara 800 ayat tentang alam sebenarnya akan menuntun umat islam pada sains dan teknologi, pertanian, kedokteran. Namun inilah yang kita abaikan selama ini. Tentu ke depan harus kita dorong, sehingga umat islam kembali menggenggam teknologi seperti yang pernah dilakukan oleh muslim generasi awal,” tandasnya.
Dorong Kultur Riset di PTM
Melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, Agus pun mengajak agar Muhammadiyah secara serius mendorong kultur riset bagi PTM dalam perkembangan iptek, sebagaimana yang telah diperlihatkan sarjana muslim generasi awal.
“Antara sekian ormas Islam, Muhammadiyah ormas yang sebenarnya relatif paling siap membahas iptek, khususnya dengan perangkat yang dimiliki oleh PTM-PTM,” katanya.
Terkait dengan Covid-19, Agus pun memberikan contoh integrasi sains dan agama dengan penelitian Guru Besar Unair Prof Chairul Anwar Nidhom saat awal-awal Covid-19, bahwa ternyata jahe mampu meningkatkan imunitas.
“Nah, mestinya kajian ini bisa dilakukan dengan lebih intensif. Majelis Tarjih melalui PTM bisa melakukan kajian yang lebih intensif dan serius tentang jahe dengan berbagai jenis dan pemanfaatannya,” katanya.
“Karena al-Quran sudah menjelaskan, bahwa ia (jahe) menjadi minuman penghuni surga dan tentu punya keistimewaan. Tentu ini bukan hanya untuk kajian kualitatif, tapi harus menjadi bagian dari riset,” tegasnya.
Alumnus Hiroshima University Jepang ini pun menegaskan, teknologi itu bukanlah ilmunya orang kafir. Teknologi itu adalah ajaran yang disampaikan para nabi. Seperti halnya pembuatan kapal yang diawali oleh Nabi Nuh.
“Demikian juga Surat Saba yang menceritakan tentang Nabi Daud yang melunakkan besi. Tentu ini bukan pemahaman mistik ala Empu Gandring, tapi ini berbicara tentang teknologi. Bagaimana kemudian apa yang telah diajarkan oleh para Nabi ini menjadi bagian dari gerakan umat islam, supaya umat islam tidak hanya menjadi penonton dan konsumen,” tandasnya. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni