‘Menikmati’ Kurban di Masa Pandemi, opini Alfain Jalaluddin Ramadlan, mahasiswa Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla).
PWMU.CO – Idul Adha, hari raya bagi umat Islam yang jatuh pada 10 Dzulhijjah tahun Hijriah. Segenap umat Islam selalu mengagungkan kebesaran nama Allah SWT, bertakbir selama empat hari berturut-turut. Peringatan peristiwa kurban ketika Nabi Ibrahim mengorbankan putranya Ismail untuk Allah SWT, lalu sembelihan itu digantikan oleh-Nya dengan domba.
Tetapi hari raya tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu sempat sama, tetapi tidak seperti sekarang. Dari waktu ke waktu, pandemi Covid-19 semakin meningkat di seluruh Indonesia, terlebih di Jawa-Bali. Pemerintah akhirnya memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di kedua wilayah tersebut.
Karena itu, seluruh aktivitas manusia dibatasi dalam kehidupannya. Perayaan Idul Adha pun terkena imbasnya. Hari Raya Kurban harus dilaksanakan di rumah masing-masing. Berkurban juga dilaksanakan sesuai protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Menjaga Diri, Keluarga, dan Lingkungan
Takbir keliling, shalat, dan mudik Idul Adha ditiadakan sementara karena berpotensi membahayakan jiwa—karena bisa menjadi sarana penyebaran Covid-19. Menjaga kesehatan diri, keluarga, dan lingkungan adalah kewajiban bersama.
Pelaksanaan shalat Idul Adha pada tahun 1442 Hijriah, yang jatuh pada 20 Juli 2021 ini juga berbeda pada tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, kaum Muslimin ketika sudah datang Hari Raya Idul Adha banyak yang berbondong-bondong pulang ke kampung halaman masing-masing. Mereka merayakan hari raya bersama keluarga.
Namun, menilik surat keputusan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia maupun Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, untuk pelaksanaan shalat Id pada tahun ini tidak dianjurkan di lapangan atau di masjid. Tetapi harus dilaksanakan di rumah masing-masing bersama keluarga dengan cara dan syarat yang telah ditentukan.
Kata kurban berasal dari bahasa Srab yaitu qariba-yaqrabu-qurban yang berarti dekat. Di dalam ajaran Islam, kurban disebut juga dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan. Misalnya, unta, sapi, dan kambing yang disembelih pada Hari Raya Idul Adha, juga pada hari tasyriq yaitu 10,11,12,13 Dzulhijjah, sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa kurban merupakan sunnah bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, umat Islam bersepakat bahwa ibadah kurban disyariatkan—sunnah muakkad—bahkan dianjurkan bagi orang yang telah mampu.
Pembahasan tentang kurban saat Idul Adha juga bisa kita lihat dalam al-Quran surat al-Hajj ayat 34 yang berbunyi, “Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira pada orang-orang yang tunduk (patuh) pada Allah.”
‘Menikmati’ Kurban, Ada Hikmah Besar
Namun pada situasi saat ini, dengan pandemi yang tak kunjung reda, ibadah shalat dan kurban harus dilaksanakan di tengah Covid-19. Dengan ketentuan Allah SWT ini, tidak boleh serta merta menurunkan semangat spiritual kita sebagai umat Islam. Kita harus menyakini bahwa, selalu ada hikmah besar yang terkandung dari setiap ketetapan yang diberikan oleh Allah SWT.
Ada hikmah besar di tengan pandemi yang bisa diambil, di antaranya adalah kesabaran dan kepasrahan, tawakal. Hikmah yang pertama, Allah SWT telah berfirman dalam al-Quran Surat al-Anfal ayat: 46 yang artinya, “Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.
Kedua, seperti yang Allah firmankan pada Ali Imran ayat 159, yang berkaitan tentang tawakal, yang bunyinya “Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal.”
Di tengah pandemi seperti ini, ibadah kurban akan bermakna dan terasa bagi masyarakat yang ekonominya lemah. Satu tahun lebih kita mengalami pandemi, berbagai sektor terutama ekonomi ikut terkena imbas.
Kurban bisa menjadi bukti sosial, ketika masyarakat mampu peduli terhadap yang lemah. Kurban juga semakin memberikan kesadaran kepada kita, jika harta yang kita miliki bukan mutlak milik kita sendiri, tetapi milik Allah semata. Sebab seluruh yang dimiliki di dunia ini semata-mata hanyalah titipan dari Allah SWT, yang di dalamnya terdapat hak orang lain.
Teringat pesan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis, yang mengatakan, “Idul Adha di tengah pandemi Covid-19 ini akan semakin mempererat ikatan keluarga. Kita mungkin tidak akan pernah mengalami lagi, sampai kita dipanggil Allah SWT seperti suasana saat ini. Di mana kita banyak di rumah, lalu kita merasakan lebih khidmat ketika takbiran dan sebagian yang shalat dengan keluarga.” (*)
‘Menikmati’ Kurban di Tengah Pandemi, Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.