Bank Syariah Kena ‘Prank’ (Lagi) ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan publik berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Bung Reza Indragiri Amril tiba-tiba menuliskan pengalamannya menjadi nasabah institusi keuangan syariah di PWMU.CO sebagai ‘tandingan’ dari ungkapan seorang pengusaha yang merasa dizalimi oleh bank syariah.
Sebagai seorang berlatarbelakang ilmu psikologi dan dosen, sekilas Bung Reza yang mengungkapkan Bank Syariah Lebih Menenteramkan tidak ‘level’ dengan sang pengusaha papan atas. Tampak juga alasan-alasan ekonomis, untung, rugi yang diungkapkan sang pengusaha dalam interaksinya dengan bank syariah terkesan tidak nyambung dengan alasan-alasan psikologis yang disampaikan Bung Reza.
Lagu Lama
Bank syariah sejak awal kehadirannya di Indonesia tahun 1991 tidak luput dari kontroversi sampai detik ini. Ungkapan seorang pengusaha yang merasa dizalimi bank syariah baru-baru ini bukan hal baru, tapi lagu lama dengan ‘aransemen’ baru sehingga seperti kembali terdengar ‘merdu’ atau ‘sumbang’ tergantung persepsi pendengar.
Bagi hasil bank syariah lebih mahal daripada bunga pinjaman bank adalah lagu lama yang sering diulang, dikemas seolah-olah baru dengan kasus-kasus mutakhir. Bisa dikata bank syariah kena ‘prank’ lagi.
Sungguh disayangkan jika yang mengungkapkan beragam kelemahan bank syariah tersebut seorang Muslim dan dilakukan secara terbuka “tanpa tedeng aling-aling” melalui media mainstream. Namun demikian beragam kritik pada bank syariah semoga menjadi wasilah perbaikan.
Sejarah Bank Syariah
Bank syariah di Indonesia hadir sebagai respons adanya Paket Oktober 1988 (Pakto ’88), sebuah kebijakan yang memberi kemudahan pihak swasta mendirikan bank.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipimpin Ketua Umum KH Hasan Basri merespon regulasi perbankan dengan beragam diskusi dan seminar tentang bagaimana agar umat Islam tidak hanya menjadi penonton di tengah liberalisasi perbankan yang tumbuh bak cendawan di musim hujan.
Semangat mendirikan bank syariah semakin kuat dan bulat seiring berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) tahun 1990 dengan ketua umum Prof Dr BJ Habibie, Menteri Negara Riset dan Teknologi. Bank syariah pertama resmi berdiri tahun 1991 sebagai buah ijtihad syariah dan riset ilmiah kalangan ulama bersama cendekiawan Muslim.
Tanpa disadari, sepuluh tahun sejak hadirnya Pakto ’88 terjadi krisis ekonomi 1998 yang diawali krisis moneter 1997 dengan ditandai likuidasi sejumlah bank swasta. Hadirnya bank-bank swasta yang terlampau banyak ditengarai membawa andil maraknya ekonomi balon (bubbe economy) penyebab krisis moneter 1997 dan krisis ekonomi 1998.
Tahan Krisis, Tumbuh Subur
Pemerintah banyak melikuidasi bank-bank swasta dan menggabungkan bank-bank pemerintah yang ikut sakit terkena imbas krisis moneter. Tetapi tidak demikian dengan bank syariah. Krisisi moneter dan ekonomi 1997/1998 menjadi pembuktian kekuatan sistem perbankan syariah yang berbasis bagi hasil dan jual beli, murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah dan lain-lain.
Keunggulan bank syariah menghadapi krisis moneter dan ekonomi 1997/1998 mendorong banyak pihak mengikuti jejak dengan mendirikan bank syariah. Pemerintah mengawali dengan pendirian Bank Syariah Mandiri dari hasil akuisisi dan proses konversi penyehatan bank umum yang sakit pada tahun 1999.
Menyusul berikutnya BNI Syariah, BTN Syariah, BRI Syariah, BCA Syariah, Mega Syariah dan lain-lain. Sejauh ini sejak tahun 1991 sudah tiga puluh tahun sistem perbankan syariah hadir mewarnai urat nadi perekonomian Indonesia, mendorong hadirnya layanan-layanan keuangan pelengkap dan penunjang seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah termasuk pasar modal syariah tempat mencatatkan bank-bank syariah menjadi perusahaan go public.
Dalam kurun waktu 30 tahun tersebut, beragam pro-kontra tetap mewarnai perjalanan bank syariah dan sistem keuangan syariah secara keseluruhan sebagai dinamika proses belajar menuju ke arah lebih baik. Menandai 30 tahun bank syariah di Indonesia, pemerintah melakukan merger atau penggabungan Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia.
Merger yang menurut pemerintah sebagai upaya memperbesar aset dan peran bank syariah dalam perekonomian nasional bahkan global. Lebih lanjut pemerintah berharap Bank Syariah Indonesia bisa menjadi bank syariah terbesar di dunia mengingat keberadaan populasi umat Islam di Indonesia sebagai yang terbesar di dunia.
Top 10 Bank Syariah Dunia
Mengutip laman The Asia Banker, 10 besar bank syariah terbesar di dunia dinilai dari total aset didominasi bank-bank syariah negara-negara Timur Tengah. Malaysia ‘mewakili’ negara non-Arab yang mampu menempatkan dua bank syariah dalam 10 besar bank syariah terbesar di dunia.
Usaha pemerintah menjadikan bank-bank syariah di Indonesia masuk ke level dunia patut dihargai, tetapi peran masyarakat dan swasta tidak bisa diabaikan. Menilik perkembangan bank-bank syariah di kawasan Arab dan Malaysia bisa tumbuh subur di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
Ulama dan tokoh masyarakat Muslim serta ormas Islam menjadi andalan dalam menumbuhkan aset bank-bank syariah selaras dengan aktivitas dakwah. Hanya dengan dakwah masyarakat mampu memahami syariah dengan baik dan benar untuk selanjutnya menjadikan bank syariah sebagai pilihan layanan keuangan dengan penuh kesadaran, bukan paksaan.
Dengan pemahaman Islam yang baik dan benar diharapkan tidak ada lagi yang mempermasalahkan bank syariah lebih mahal atau lebih ruwet dari bank non-syariah. Dalam ilmu ekonomi, harga, mahal-murah berhubungan dengan permintaan dan penawaran (demand and supply).
Permintaan akan jasa pembiayaan bank syariah banyak, sementara penawarannya, dana masyarakat yang disimpan sedikit, otomatis menjadikan mahal. Bank syariah tidak bisa dibandingkan dengan bank konvensional semata-mata pada aspek ekonomis: mahal dan murah. Bisa jadi bank syariah bisa menghadirkan ketenteraman menurut ilmu psikologi sebagaimana disampaikan Bung Reza Indragiri Amril.
Pilih Ayam Kampung
Ketenteraman sebagai hal yang ‘abstrak’, tidak bisa dihitung atau diukur dengan nilai angka dan harga. Ketenteraman barangkali bisa disamakan dengan kenikmatan. Misalnya orang-orang tertentu lebih memilih ayam kampung yang harganya lebih mahal daripada ayam boiler.
Selain nikmat, ayam kampung juga sehat tanpa hormon-hormon tambahan untuk mempercepat pertumbuhan. Sejauh ini jarang terdengar penikmat ayam kampung mengeluhkan harganya yang lebih mahal dari ayam boiler. Nikmat dan sehat, demikian sebagian besar alasan orang memilih ayam kampung meskipun mahal.
Selain ketenteraman dan kenikmatan, keimanan juga hal “abstrak” yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang senantiasa menjaga hubungan dengan Allah SWT.
Kembali ke proses dakwah, keimanan hanya bisa ditanamkan melalui proses dakwah dan pendidikan yang berkeanjutan serta berkemajuan. Bank syariah dan sistem ekonomi syariah hanya bisa tumbuh subur di tengah masyarakat yang menghargai syariah, setuju dan sadar belajar syariah secara bertahap menuju kaffah.
Mustahil mimpi bank syariah menjadi besar dan menjadi pilihan masyarakat tanpa mendukung aktivitas dakwah untuk menyadarkan pentingnya syariah dalam kehidupan beraklakulkarimah. Apalagi jika disertai ‘framing negatif‘ bahwa syariat Islam identik dengan radikalisme, Wahabi atau gerakan pendukung khilafah, mimpi besar Bank Syariah Indonesia menjadi terbesar di dunia semakin jauh panggang dari api.
Wallahualam bishshawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni