PWMU.CO – Teknik lengkap penulisan best practice ala sang juara Dr Mustakim SS MSi. Dia adalah peraih berbagai penghargaan penulisan best practice atau praktik baik. Misalnya pada tahun 2013 Mustakim dinobatkan sebagai Peserta Terbaik Best Practice Pengawas Sekolah dalam Pelaksanaan Tugas Kepengawasan.
Dalam lomba yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—kini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)—itu, Pengawas SMA Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik ini mendapat hadiah uang Rp 10 juta.
Pada tahun 2015 best practice dia tentang Film Sejarah untuk Pembelajaran Sejarah juga meraih penghargaan Anugerah Peduli Pendidikan (APP) kategori Kreativitas Pendidikan. Penghargaan diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Ada tiga pemenang se-Indonesia yang mendapatkannya: Papua, Aceh, dan Jatim. “Saya alhamdulillah dapat Rp 10 juta dan laptop,” ungkapnya kepada PWMU.CO, Selasa (27/7/2021).
Prestasi lainnya, pada tahun 2016 Mustakim menjadi Juara II Pengawas Prestasi Nasional dengan best practice berjudul Strategi Batu Akik Berbantuan Jupe: Strategi Praktis Menulis Artikel Hasil Penelitian. Atas prestasi itu dia diganjar hadiah kuliah singkat di Monash University, Australia.
Masih banyak prestasi yang telah diukir oleh Mustakim, yang terlalu banyak kalaa ditulis satu per satu di sini. Atas otoritas ilmu dan pengalaman juara itulah, SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) mengundang mantan Guru Sejarah SMA Muhammadyah 1 Gresik tersebut untuk menjadi pamateri tunggal dalam Workshop Penulisan Best Practice secara daring, Sabtu (24/7/2021).
Selain diikuti oleh guru dan tenaga kependdikan SDMM, bergabung pula melalui Zoom Clouds Meetings peserta dari sekolah partner SDMM.
Ialah: SD Almadany Kebomas; MIM 1 Gumeno Manyar; MIM 2 Karangrejo Manyar; MIM 3 Doudo Panceng; SD Muhammadiyah 1 Bawean; serta TK Aisyiyah 36 dan Play Group Tunas Aisyiyah Perumahan Pongangan Indah (PPI) Gresik.
Judul: Beda Best Practice dengan PTK
Mengawali materi, Mustakim meminta kepada para guru dan tenaga kependidikan untuk menyiapkan ‘senjata’ pulpen dan kertas. Ia lalu mengajak latihan menulis judul, latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan kajian pustaka.
Dia lalu memberikan teknik menulis best pracatice yang benar-benar the best alias terbaik dengan memulai dari judul. Menurutnya judul harus mengandung dua hal: permasalahan dan solusi.
“Untuk jumlah maksimal kata tergantung ‘madzhab’-nya,” ujarnya. Dia lalu menyebut ‘madzhab-madzhab’ itu. Ada ‘madzhab’ Suwarjono, Azwar Arikunto, Sanjaya, dan lain-lain.
Dia melanjutkan, best practice ditulis secara singkat, jelas, dan mudah dimengerti—yang meliputi masalah dan solusi.
Masalah yang diangkat bisa berupa mata pelajaran, kompetensi dasar, atau tema spesisifik.
Namun, Mustakim mengingatkan, best practice tidak sama dengan penelitian tindakan kelas (PTK). “Best practice memiliki judul ‘liberal’. Judulnya bebas. Jadi, judulnya tidak harus sistematis seperti PTK,” kata dia menyampaikan trik.
Pria yang lahir di Desa Pelangwot, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, ini kemudian membeberkan perbedaan judul antara best practice dengan PTK dengan sebuah analogi.
“Judul PTK kan ada penyakit, obat, siapa yang sakit, subjeknya, juga ada rumah sakitnya,” urainya. Misalnya, lanjut dia, kebijakan peningkatan apa, dengan menggunakan apa, pada siswa kelas berapa, dan tahun pelajaran berapa.
“Nah itu kalau judul PTK lengkap ya. Tapi kalau judul best practice cukup penyakit dan obatnya. Terkait dengan scope temporal, scope spasial, bisa dimasukkan pada isi, pada metode, atau langkah-langkah,” terang dia.
Sekali lagi, dia menegaskan, best practice tidak sama dengan PTK. Sebab PTK itu ada siklusnya. Minimal dua siklus. “Jadi PTK minimal dua siklus. Kalau siklus pertama berhasil maka siklus kedua itu untuk meningkatkan. Tapi kalau siklus pertama gagal maka siklus kedua itu untuk memperbaiki. Jadi, syarat PTK itu minimal dua siklus,” paparnya.
Semua Bisa Menulis Best Practice
Usai menjelaskan soal judul, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik itu memberikan motivasi pada peserta yang terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependdikan.
Dia mengatakan, untuk guru dapat menceritakan praktik baik terkait dengan penggunaan-penggunaan media di dalam pembelajaran. Selain guru, best practice juga dapat ditulis oleh kepala sekolah atau tenaga kependidikan.
Best practice kepala sekolah terkait dengan tiga tupoksi alias tugas pokok dan fungsinya. Yakni tugas manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. “Hal-hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan atau materi yang disusun menjadi lebih baik,” tuturnya.
Mustakim menyampaikan, tenaga administasi sekolah juga harus bisa menulis praktik baik. Dia lalu memberikan contoh seorang bendahara sekolah. Ketika diminta laporan keuangan oleh kepala sekolah mengenai berapa tunggakan SPP siswa maka da menggunakan strategi tertentu—tidak ada tunggakan atau meminimalkan tunggakan— dapat dijadikan sebagai best practice.
Dia juga menyuguhkan contoh lain, seorang tenaga administrasi atau TU (tata usaha) sekolah. Ketika dia melayani kebutuhan administrasi guru mengalami masalah, maka bisa menyusun dan membuat strategi.
“Jadi praktik baik tidak hanya dilakukan oleh guru tapi juga oleh kepala sekolah, tenaga administrasi, pustakawan, dan lain-lain. Maka dari itu, di dalam lomba GTK (guru atau tenaga kependidikan) berprestasi terdapat kategori pustakawan berprestasi, laboran berprestasi. (Jadi) tidak hanya guru berprestasi,” ungkap dia.
Mendorong Ikut Lomba
Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) lulusan tahun 2020 itu menyampakan, selama ini terdapat banyak kompetisi untuk guru dan tenaga kependidikan, baik di tingkat kabupaten, provinsi, mapun nasional.
Itu semua dapat diikuti oleh para guru dan atau tenaga kependidikan. Namun, kata dia, banyak di antara mereka yang tidak mau bergerak. Mustakim mengatakan, ia yakin jika para guru dan tenaga kependidikan mau turut serta, maka akan sukses mendapatkan prestasi.
“Saya lihat prestasi-prestasi di SD maupun MI, seperti SDMM dan klusternya, baik itu Gumeno, Karangrejo, dan lain-lain itu sukses. Seperti di Karangrejo, perpustakaannya bagus, itu bagian dari praktik baik dari pustakawan, praktik baik kepala sekolah,” ujar Mustakim.
“Kemudian, banyak prestasi juga itu bagian dari praktik baik ya. Jadi, itu perlu dimunculkan jangan disimpan saja apalagi SDMM. Dalam satu tahun itu berapa ratus kejuaraan, itu tidak hadir dengan sendirinya, itu adalah proses, dan proses itu menggunakan strategi tertentu,” tambahnya.
Menurut Mustakim, strategi memiliki nilai yang lebih mahal dari pada emas. Karena itu dia menganjurkan kepada para guru dan tenaga kependidikan untuk menulis dan membukukan tulisan.
“Apabila prestasi-prestasi yang diraih (itu) dituliskan oleh seorang kepala sekolah yang berprestasi tertentu. Maka banyak kepala sekolah lain yang tertarik untuk mendapatkan informasi bahkan akan mecari buku yang telah ditulis oleh kepala sekolah tersebut,” ujarnya memotivasi.
Buku Laris Pahala Mengalir
Mustakim kembali menyemangati: “Kalau Bapak-Ibu menuliskan strategi praktis menjuarai kompetisi tingkat Internasional dengan meraih berapa medali, sebutkan. Jadikan buku nanti akan laris.”
Selain itu, sambung dia, tidak hanya laris, tapi itu bagian dari mengamalkan ilmu. “Al-ilmu bila amalin kassyajari bila samarin. Ilmu yang tidak diamalkan itu bagaikan pohon yang tidak berbuah,” ujarnya mengutip mutiara kata Arab.
“Jadi ilmu Bapak-Ibu kalau dibaca oleh siapapun—dan orang lain memanfaatkan ilmu itu untuk pengembangan diri, pengembangan masyarakat, peserta didik—maka Bapak-Ibu pahalanya akan tetap mengalir,” ujarnya.
Alumnus SMA Muhammadiyah 3 Parengan, Maduran, Lamongan ini, lalu mengutip isi hadits shahih tentang amal yang tak terputus pahalanya yaitu sedekah jariah, ilmu bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orangtuanya.
“Jadi kalau kita tidak bisa memberikan sedekah uang, ilmu yang kita punyai yang kita miliki kita bagi ke orang lain,” pesannya.
Penyakit dan Obat dalam Best Practice
Setelah memotivasi para peserta untuk menulis praktik baik, Mustakim kembali membahas teknik penulisannya. Dia menegaskan, dalam judul best practice harus mengandung masalah, yang ia analogikan sebagai penyakit dan solusi yang ia analogikan sebagai obat.
“Adapaun masalah bisa meliputi proses atau hasil belajar. Sedangkan solusi bisa meliputi pendekatan, metode, strategi, dan teknik,” urainya.
Dia kemudian memberikan contoh judul best practice mata pelajaran Bahasa Indonesia: Media Gambar untuk Terampil Menulis Puisi. Dia menjabarkan, dalam judul itu sudah terdapat ‘penyakit’, yakni rendahnya ketrampilan siswa dalam menulis puisi.
“Kemudian, guru Bahasa Indonesia menggunakan media gambar di dalam meningkatkan ketrampilan siswa dalam menulis puisi,” kata dia. Maka, menurutnya, judul praktik baiknya bisa beberapa alternatif. Mislanya: Terampil Menulis Puisi dengan Menggunakan Media Gambar atau ‘Media Gambar untuk Terampil Menulis Puisi’.
Untuk menjelaskan judul itu Mustakim bertanya, “Subjeknya siapa?”
Dia pun menjawab sendiri pertanyaan itu: “Jelas di sini secara tidak langsung siswa yang memerlukan keterampilan. Sedangkan di mana dan tahun berapa tidak perlu dituliskan di judul. Tapi bisa dijelaskan pada bab ketiga, yakni dalam metode atau langkah-langkah kegiatan.”
Jadi, dia menyimpulkan, keterampilan yang rendah adalah penyakitnya. Sedangkan media gambar adalah obatnya.
Kemudian Mustakim memberikan contoh praktik baik yang diadaptasikan dari PTK yang berjudul panjang seperti ini: Peningkatan Kreativitas dan Pemahaman Matematika Materi Perbandingan Menggunakan Strategi Pembelajaran Sibernetik pada Siswa Kelas VII C Di SMPN 4 Gresik Tahun Pelajaran 2017/2018.
Mustakim menerangkan, judul PTK tersebut bisa dijadikan judul praktk baik. Misalnya Strategi Pembelajaran Sibernetik Tepat, Kreativitas dan Pemahaman Siswa Hebat.
“Artinya, ketika guru menggunakan strategi pembelajaran sibernetik tepat, maka kreativitas dan pemahaman siswa akan hebat. Dalam hal ini, judul yang sangat baku bisa diubah menjadi judul yang indah, yang mudah dipahami, dan isinya juga harus indah,” ungkap dia.
Alumnus SMP Muhammadiyah 4 Pangkatrejo, Maduran, Lamongan, itu menegaskan, PTK bisa diadaptasikan menjadi praktik baik bila PTK tersebut dilaksanakan satu kali dan hasilnya signifikan. Yakni apabila besok lagi, kelas VII masalahnya sama.
“Untuk pembelajaran materi perbandingan banyak anak yang susah pemahamannnya, maka digunakan lagi strategi pembelajaran sibernetik, dan hasilnya luar biasa. Kemudian pada kelas berikutnya kelas VII lagi, kelas baru juga menggunakan pembelajaran sibernetik, hasilnya signifikan, maka bisa dijadikan praktik baik,” jelasnya.
Praktik Baik seperti Sejarah
Dalam sesi tanya jawab, Guru SDMM M Fadloli Aziz bertanya soal waktu penulisan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilakukan dengan penulisan best practice.
“Kira-kira misalnya KBM yang sudah dilakukan lebih dari satu atau dua tahun yang lalu, apa memungkinkan untuk bisa ditulis kembali dalam best practice gitu?” tanyanya.
Mustakim menjelaskan, praktik baik ibarat cerita sejarah masa lalu. Sebenarnya, konsep praktik baik adalah satu praktik yang dijalankan selama tiga tahun.
“Misalnya, sekarang, tahun 2021 dilaksanakan praktik atau strategi dan hasilnya baik. Sebelumnya pada 2020 dan 2019 dilaksanakan dan hasilnya baik. Hal tersebut malah akan matang menjadi praktik baik yang memang layak untuk disuguhkan,” terangnya
Dia menegaskan, bedanya dengan PTK yang terjadi masa kini dan masa yang akan datang, praktik baik adalah masa lalu. “Maka dari itu, jika kita membahas masa lalu, maka ada hubungannya dengan heuristik, sumber-sumber penulisan praktik baik, bisa sumber tulisan,” terangnya.
Alumnus Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada lulus ahun 1998 itu menerangkan, tulisan dalam praktik baik meliputi data-data nilai di buku, nilai guru, catatan-catatan ketika pembelajaran, atau ingatan guru saat mengajar.
“Apa yang menyebabkan terkait dengan masalahnya dimunculkan kembali adalah proses pengumpulan sumber. Dalam sejarah terdapat verifikasi sumber yang valid dan tidak valid. Dalam praktik baik juga harus memerhatikan proses interpretasi dalam menggabungkan fakta-fakta dalam penulisannya,” paparnya.
Dia menjelasnya, metode best practice ini sebetulnya sama dengan metode yang diberikan oleh penulis sejarah. Sumbernya dikumpulkan, diverifikasi, diinterpretasi, dan historiografi atau penulisan.
“Jadi, kalau tiga tahun itu malah akan lebih bagus. Tapi untuk masa pandemi ini ya misalkan media tertentu digunakan untuk materi apa kemudian media itu lagi digunakan untuk materi apa dan seterusnya, hasilnya signifikan sudah bisa disebut sebagai praktik baik ya, karena sudahh jelas,” jelasnya.
Mendorong Dibukukan
Selain membahas mengenai metode penulisan best practice, Mustakim juga menjelaskan mengenai jumlah halaman ideal dalam penulisan praktik baik. Ia mengatakan menurut ‘madzhab’ Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud tahun 2016 best practice ideal berjumlah 25 halaman.
“Tapi pada tahun 2019 dan 2020 dipadatkan menjadi 15 halaman. Jadi, terkait dengan praktik baik jumlah halaman disesuaikan dengan permintaan. Untuk lomba pada lembaga tertentu biasanya dicantumkan jumlah maksimal halaman, 20 atau 25,” ulas Magister Sosiologi UMM lulusan tahun 2011 itu.
Mustakim menambahkan, untuk best practice kegiatan di sekolah yang akan dijadikan buku, paling tidak minimal 15 atau maksimal 25 halaman. “Kalau dikumpulkan bisa menjadi buku bunga rampai keberhasilan guru dalam pembelajaran sebagai bentuk praktik baik.
“Misalnya dalam satu buku bisa diisi dengan 10 guru. Kalau satu sekolah ada 30 guru, bisa menjadi tiga buku. Jadi, harapan saya semua guru pasti memiliki pengalaman terbaiknya. Silakan ditulis dan nanti harus diterbitkan dalam buku yang ber-ISBN atau bisa dimasukkan dalam jurnal yang ber-ISSN,” tegasnya. (*)
Teknik Lengkap Penulisan Best Practice ala sang Juara: Penulis Ayu Triria Puspita Devi Editor Mohammad Nurfatoni