Ngudo Roso Jamaah Muhammadiyah, Opini Akhmad Faozan, Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jepara, Jawa Tengah.
PWMU.CO – Muhammadiyah dikatakan besar karena kekuatan pada sumber dayanya. Bukan dilihat dari aset fisik yang dimilikinya saja. Tetapi modal dasar yang dimiliki Muhammadiyah karena awalnya sumber daya para penggerak dan jamaahnya berada di kota-kota.
Konon mereka yang tinggal di kota-kota mindset-nya bisa diajak maju, tidak kerdil. Mereka pun dikatakan berstatus sebagai jamaah di rantingnya. Mereka memiliki karakteristik berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya.
Karakteristik yang dimiliki para penggerak dan para jamaah sampai saat ini memiliki mindset perubahan dan berkemajuan. Mereka juga berkemauan keras untuk maju.
Progres jumlah aset fisik berupa tanah wakaf, gedung, dan yang sejenis sedemikian besarnya. Sampai saat ini jumlahnya puluhan ribu. Secara legal, aset yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah dikelola dengan manajemen yang baik dan tertib.
Pengelolaan atau manajemen aset milik Muhammadiyah tak lepas dari tenaga-tenaga, yakni sumber daya insani yang professional, handal yang berjiwa ikhlas, maju, dan visioner, beriringan dengan visi-misi serta tujuan Muhammadiyah.
Hal inilah yang menjadikan posisi strategisnya seorang kader militan dan sekaligus mereka ini sebagai jamaah penggerak. Sementara aset yang berada di setiap tingkatan, sangat membutuhkan polesan kebijakan dari unsur pimpinan struktur dan eksekutor, sebagai pemangku amanah dalam mengelola aset yang ada. Mulai dari pusat sampai ranting.
Struktur pimpinan di tingkat pusat tidak dapat memantau atau memonitor secara langsung dengan intensif kalau tidak atas peran serta dari unsur pimpinan di setiap tingkatan pimpinan. Sehingga, kekuatan jamaah yang diusung oleh persyarikatan dengan ciri khas kolektif kolegialnya, menjadikan sinergitas unsur para pimpinan itu sangat penting.
Memberdayakan Para Penggerak Muhammadiyah
Tidak hanya diukur dari jumlah asetnya, AUM, masjid, atau mushalanya, namun justru akan menjadi penting mengukur barometer kemajuan dan keunggulannya dengan melihat demikian masifnya mobilitas para penggeraknya. Para penggerak persyarikatan yang menjadikan muhammadiyah mencapai progres seperti saat ini. Siapa saja mereka yang disebut penggerak Muhammadiyah?
Mereka adalah yang menggerakkan AUM, mereka juga menjadi peserta aktif kajian sekaligus menjadi jamaah aktif di masjid dan mushala. Merekalah yang menjadikan Muhammadiyah semakin bersinar terang dan memberikan pencerahan tidak hanya kepada jamaah Muhammadiyah, namun kepada masyarakat pada umumnya.
Hanya yang menjadi persoalan, masih ditemukan adanya dis-harmoni antara pimpinan di struktural, AUM maupun para pemanfaat AUM. Kalau tidak diambil langkah berorientasi harmonisasi, dikhawatirkan kondisi ini akan menjadi ketimpangan yang terus menerus menggejala dan terus ada. Yang itu bisa menjadikan lemahnya pergerakan. Maka upaya serius untuk menyambungkannya dengan bahasa komunikasi yang efektif dua arah di tingkat paling bawah sangat perlu dilakukan.
Ngudo Roso Jamaah Muhammadiyah
Dalam pengistilahan jamaah, Muhammadiyah yang hanya sebatas sebagai anggota atau sebagai jamaah di masjid atau mushala di sebuah ranting. Kadang para pemangku kebijakan memandangnya sebelah mata. Mereka tidak memperhatikan kebutuhan dan apa yang dirasakan oleh jamaah.
Ruang untuk komunikasi nonformal dan ngudo roso, berbagi isi hati, dari jamaah kadang tidak didengarkan. Padahal, mereka berperan utama di dalam persyarikatan sehingga kuantitas di persyarikatan Muhammadiyah benar-benar ada dan berada.
Apalah artinya cabang dan ranting Muhammadiyah kalau jamaahnya sangat minimalis atau kalau tidak disebut ketiadaan jamaah.
Keberadaan mereka secara realitas disebut sebagai jamaah Muhammadiyah. Sementara pemberdayaannya masih sangat minimalis. Disadari atau tidak jamaah adalah kekuatan utama Persyarikatan Muhammadiyah.
Ngudo Roso di Masjid dan Mushala
Jamaah berada di tingkatan paling bawah, yaitu di ranting-ranting. Dengan kesadaran itulah yang kemudian memunculkan adanya lembaga pengembangan cabang dan ranting. Sebenarnya posisi jamaah di ranting inilah posisi yang sangat strategis dalam persyarikatan Muhammadiyah.
Jamaah ranting Muhammadiyah adalah sekumpulan orang yang mantab keyakinan dan agamanya. Mereka sudah merelakan diri dan hartanya menjadi bagian dari pergerakan Muhammadiyah di tingkat ranting.
Mereka tampak keaktifannya sebagai peserta dalam mobilisasi penggalangan dana, mereka juga kadang mengikuti kegiatan rapat, aktif dalam kegiatan pengajian dan menjadi jamaah shalat di masjid atau mushala Muhammadiyah walaupun kurang intensif, tetapi mereka tetap disebut jamaah Muhammadiyah.
Sehingga langkah pemberdayaan jamaah di ranting perlu terus dioptimalkan. Dimana langkah strategis ini dilaksanakan? Jawabannya adalah di masjid dan mushala. Pemanfaatan masjid dan mushala sebagai tempat untuk memberdayakan jamaah sebagai pemakmur masjid dan mushala harus diupayakan secara maksimal.
Al-Falah Sragen dan Jogokariyan
Sudah demikian banyak masjid dan mushala Muhammadiyah yang dikelola atas nama Muhammadiyah. Adakah masjid Muhammadiyah yang dikelola bukan dengan misi dan visi Muhammadiyah? Atau di luar kendali Muhammadiyah?
Bahkan tersiar kabar ada sebagian masjid dan mushala yang berganti tangan dalam pengelolaan. Kalau sudah demikian ini, maukah kita disebut orang yang tidak amanah dalam melaksanakan pesan dari muwakif? Na’udzubillah.
Maka saatnya bergerak maju ke arah perubahan. Dengan berbagai langkah perbaikan. Salah satunya dengan silaturahim belajar kepada masjid dengan manajemen modern. Sebut saja Masjid Al-Falah Sragen yang konon kemakmuran masjidnya sudah menyamai Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Demikian juga masjid Muhammadiyah di Lamongan. Kemodernan masjid bukan terletak pada bentuk dan keindahan masjidnya, tetapi kemakmuran jamaahnya dengan variasi dan inovasi programnya.
Mudah dan Murah
Kegiatan dengan berbagai macam variasi dan inovasi tujuan utamanya adalah untuk pemberdayaan dan bentuk perhatian kepada jamaah. Seperti mengenal lebih detail jamaah masjid dengan berbagai kebutuhan, nilai lebih maupun kekurangannya. Program dengan orientasi kepada jamaah adalah suatu hal yang sangat penting.
Contoh inovasi dan kreativitas sebuah masjid Muhammadiyah yaitu dengan membuat undangan menggerakan shalat subuh dilanjutkan sarapan dengan balutan ramah tamah bernuansa kebersamaan.
Hal tersebut sebagai bentuk apresiasi dari pemakmur masjid kepada para jamaah aktif maupun tidak aktif di masjid tersebut, sebagai pemantik dan pemancing juga perlu untuk diterapkan. Demikian juga seperti penggantian barang jamaah yang hilang, sebagai garansi atas kehilangan yang diderita jamaah juga sebagai bentuk perhatian.
Apalagi program membangun gairah berjamaah dengan rutinitas kajian dan variasi bentuk kajian maupun tema-tema yang menarik dengan mengundang ahli di bidangnya. Juga sebagai daya pikat dan daya tarik tersendiri bagi jamaah. Sehingga kenyamanan berjamaah, dan terjaganya rasa rindu untuk ketemu dengan ustadz yang jamaah ikuti kajiannya menjadi hal yang sangat menarik.
Rumus jitu simpel dan tidak jlimet untuk memberdayakan jamaah yaitu dengan memfasilitasinya di kegiatan-kegiatan masjid Muhammadiyah dengan amati, tiru, dan modifikasi (ATM) pada masjid Muhammadiyah yang sudah berjalan dengan baik.
Sebenarnya langkah ini adalah mudah dan murah. Hanya tekad bulat dan kemauan keras untuk memakmurkan masjid Muhammadiyah di masing-masing ranting penting sekali diikhtiarkan perubahan kearah kebaikannya. Wallahu a’lam.
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.