
PWMU.CO – Kematian, Jembatan Berjumpa dengan Maha Kekasih. Ustadz Ali Hasan al-Bahar Lc MA menerangkannya pada Pengajian Virtual Orbit bertema “Takdir Ilahi”, Kamis (29/7/21) malam.
Pengajian rutin setiap dua pekan itu digelar Yayasan Orbit Lintas Karya yang dibina Prof M Din Syamsuddin MA PhD.
Jawaban Rasulullah saat Ditanya Kiamat
Ali Hasan menerangkan induk hadits nabi (sangat populer) tentang takdir dan perlunya iman kepada qadar (ketetapan) Allah yang diriwayatkan Imam Muslim.
Diriwayatkan dari Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, datang seseorang yang kami tidak mengenalnya.”
Tamu itu rambutnya sangat hitam, bajunya sangat putih. Selain itu, tidak terlihat jejak jalannya (di padang pasir) yang dia tinggalkan.
Dia datang ke tengah mereka, mengucapkan salam kepada Rasulullah. Dia duduk berhadapan langsung dengan Rasulullah. Lututnya bersentuhan dengan lutut Rasulullah.
Saat tamu tersebut bertanya, “Jelaskan padaku tentang iman!”
Rasulullah menjelaskan, iman berarti percaya dengan ketetapan Allah yang menguntungkan—manis—ataupun yang pahit.
“Jelaskan untukku tentang ihsan!” tanya dia lagi.
Rasulullah menjawab, “Ihsan itu engkau menyembah Allah. Kamu sadar kamu melihat Allah. Atau kalau kamu tidak mampu sampai ke level itu, kamu sadar Allah melihat kamu.”
Akhirnya, dia bertanya tentang hari kiamat. Rasulullah mengatakan, “Yang bertanya dengan yang ditanya sama-sama tidak tau. Hari kiamat tidak ada yang tau karena akan datang tiba-tiba. Yang jelas, sebelum datang kiamat itu ada tanda-tanda.”
Anggap Tuhan Kekasih
Ali Hasan menerangkan, iman kepada qadar dimulai dengan menyadari dan menganggap Tuhan kekasih kita. Dia mengajak belajar dari Nabi Ibrahim alaihissalam yang punya julukan kekasih Allah.
Ketika ajalnya akan datang, Ibrahim alaihissalam bertanya kepada malaikat, “Hai, malaikat! Masih ada waktu untukku untuk bertanya?”
Malaikat menjawab, “Masih ada waktu singkat. Tolong cepat sampaikan pertanyaannya!”
“Malaikat, aku kekasih Allah. Sekarang kamu diutus Allah mengambil nyawaku. Tolong tanya ke Allah, apakah ada kekasih yang tega mengambil nyawa kekasihnya?” tanya Ibrahim.
Malaikat menghadap Allah dengan sangat cepat. Lalu Allah mengatakan, “Hai malaikat, sampaikan kepada kekasih-Ku Ibrahim, ‘Adakah kekasih yang menolak berjumpa dengan kekasihnya?'”
Dia menyimpulkan, kematian tidak lain adalah jembatan untuk mengantarkan kekasih unuk berjumpa dengan Maha Kekasih. Allah kasih sayangnya selalu meluap dan tidak pernah lepas karena selalu melekat.
Sesuai dengan sifatnya, rahman (Maha Pengasih) dan rahim (Maha Penyayang). Dalam bahasa Arab, berarti meluap-luap atau yang melekat.
Ali Hasan menyarankan, posisikan Tuhan sebagai kekasih, sehingga semua keputusan Tuhan itu dirasa indah. “Semua keputusan kekasih pasti akan kita cari hikmahnya,” ungkapnya.
Sebagai contoh, saat diberi hadiah buku penulis ternama, ketika tidak paham kontennya, tentu kita menyalahkan diri sendiri yang belum paham. Bukan menyalahkan penulisnya. “Saya belum paham, ini karya profesor nomer satu di dunia,” ujarnya.
Kapan Takdir Meninggal?
Ali Hasan mengatakan, akhir-akhir ini banyak mendengar guru dan sahabat kita dipanggil Allah, terutama akibat Covid-19. Dalam bahasa agama karena thaun. “Di satu sisi bersedih, tapi di sisi lainnya, yang meninggal dunia karena wabah termasuk syahid,” jelasnya.
Menurutnya, tidak perlu menanyakan kapan kita diqadhakan Allah meninggal. Stres sendiri, karena pengetahuan tentang itu terbatas. Yang terpenting, kita melakukan apa yang Allah perintahkan: melakukan perubahan, bekerja, dan bergerak.
Bicara soal takdir, dia berharap Allah memberi kesadaran manusia makhluk yang lemah sekaligus yang Allah cintai. “Yang diberi potensi oleh Allah SWT, sehingga kita sibuk untuk bertafakkur (ambil pelajaran) dari semua ciptaan Allah. Termasuk dari diri kita,” ungkapnya.
Takdirnya seperti Apa?
Ali Hasan menerangkan, semua dimulai dari pena, catatan Allah. Ibaratnya, bangunan yang megah dan bagus dimulai dengan rancangan arsitek. Termasuk juga pertemuan pada pengajian malam ini, semua sudah Allah ketahui.
Saat Rasulullah mengatakan semua sudah dicatat karena Allah yang menciptakan alam raya, ada sahabat berkomentar, “Kalau gitu kita nggak usah ngapa-ngapain ya Rasulullah.”
Bukan demikian yang Rasulullah maksud. “Kalau mau lihat—tapi tidak ada yang bisa melihat—dia ditakdirkan menjadi orang seperti apa, lihat dia mengambil langkah yang mudah ke mana!” tutur Rasulullah SAW.
Dia mencontohkan, antara seorang yang pergi ke masjid dan diskotik, mana yang ditakdirkan? Ditakdirkan ke masjid atau tidak, tahu dari ke mana dia melangkah. “Kalau dia ke masjid, takdir Allah untuk dia. Ketika dia ke diskotik, itu juga takdir. Dia memilih takdir itu,” terangnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni