PWMU.CO – Tiga Wakil Rektor Umla Mengenang Budi Utomo. Almarhum Budi Utomo banyak meninggalkan kenangan bagi tiga wakil rektornya di Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla).
Hal itu sebagaimana disampaikan Wakil Rektor I Dr H Masram MM, Wakil Rektor II H Alifin SKM MKes dan Wakil Rektor III H M Bakri Priyodwi Atmaji SKep MKep.
Kepada PWMU.CO, Senin, (2/8/2021) Wakil Rektor I Dr H Masram MM merasa sangat kehilangan atas kepergian almarhum. Dia mengatakan, kebersamaan dengan almarhum Budi Utomo telah dijalaninya sejak lama.
“Ketika mengurus izin mendirikan Stikes Tahun 2005, penambahan Program Studi, mengubah Stikes menjadi Umla, dan mengurus kerjasama dengan luar negeri,” ujarnya.
Menurut Masram, banyak cita-cita Budi Utomo yang belum terwujud, contohnya membangun gedung Rektorat 15 lantai yang sekarang masih proses. Namun dia berharap Umla tetap maju, berkembang dan menjadi lebih baik.
“Saya berharap Umla tetap baju, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terus meningkat, sarana prasarana semakin baik, dan kualitas kampus menjadi lebih baik,” tuturnya.
Berteman Sejak 1989
Rasa kehilangan juga disampaikan Wakil Rektor II H Alifin SKM MKes. Dia mengatakan, pertemanan dengan almarhum Budi Utomo telah dijalaninya sejak Tahun 1988 setelah lulus dari Akademi Keperawatan RI Bandung.
“Waktu itu saya masih bekerja di Puskesmas Laren. Kemudian pada Juli Tahun 1989 saya dipindah ke Rumah Sakit Umum Dokter Soegiri Lamongan. Pada saat itu, lulusan Akademi Keperawatan (Akper) masih sedikit, sehingga saya diajak Pak Budi untuk membantu mengajar di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang dikonversi menjadi Akper Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan,” kenangnya.
Di samping bekerja di RSUD Dokter Soegiri, Alifin juga ikut mengajar di SPK dan di Akademi Keperawatan Lamongan. Hingga kemudian, menjelang pensiun -karena Budi Utomo adalah PNS- Budi Utomo ingin mendirikan Stikes Muhammadiyah Lamongan.
“Di dalam kebersamaan ini, beliau termasuk perawat senior dan saya perawat junior. Jadi Pak Budi itu bisa dikatakan sebagai perintis pendidikan kesehatan khususnya di Lamongan. Bahkan beliau pernah menjadi Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Keperawatan dan Kebidanan Jawa timur (FKPKK),” terang Alifin.
Spesialis Pendiri Institusi Pendidikan Kesehatan
Pak Budi itu, lanjut Alifin, bisa dikatakan sebagai spesialis pendiri sekolah atau institusi pendidikan kesehatan.
“Buktinya saja mulai dari Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), kemudian Akademi Keperawatan Pemkab Lamongan, Stikes Muhammadiyah Lamongan sampai akhirnya mengembangkan menjadi Umla,” tutur Alifin.
Bagi Alifin, memang ada cita-cita Budi Utomo yang belum tercapai dalam membangun Umla. Namun banyak hal yang ia kenang, termasuk walaupun usianya sudah mencapai 69 tahun, tapi ia selalu bersemangat mendorong dosen-dosen muda Umla untuk melanjutkan sekolah.
“Akhirnya Umla mengirimkan dosennya menempuh Pendidikan S3 (Doktor) sebanyak 12 orang sesuai dengan bidang tugas dan profesinya masing-masing. Ada yang di UNS Solo, Unair, UIN dan Universitas Brawijaya,” katanya.
Cita-cita Doktor Belum Terwujud
Budi Utomo bersama Alifin juga melanjutkan S3 Program Ilmu Administrasi di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya.
“Pak Budi sudah masuk di semester 6 dan beliau tinggal ujian. Karena di Untag itu program doktor ada ujian enam kali. Beliau sudah tiga kali, sehingga tinggal tiga kali lagi yaitu finalisasi, ujian tertutup dan ujian terbuka,” terangnya.
“Oleh karena itu, cita-cita menjadi doktornya ini yang belum tercapai, dan sekaligus juga membangun Gedung Rektorat 15 lantai yang belum selesai,” imbuhnya.
Alifin menuturkan, pada Hari Rabu (7/7/2021) Budi Utomo sempat menelepon dirinya dan mengabarkan kalau opname selama dua hari di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
“Beliau menelpon saya, mengatakan kalau lagi sakit lalu menyampaikan pesan, tolong Umla ini diurus. Lalu saya jawab, siap Pak Budi,” kata Alifin menirukan Budi Utomo.
Bahkan Alifin sempat menyarankan agar Budi Utomo juga menghubungi Wakil Rektor (Warek) I dan Warek III.
“Karena masing – masing Warek itu sudah memiliki tugasnya. Warek I mengurusi bidang akademik dan pengabdian kepada masyarakat, Warek II bidang urusan umum, Sumber Daya Manusia (SDM), keuangan, sarana dan prasarana. Sedangkan Warek III itu bidang kemahasiswaan dan Al-Islam Kemuhammadiyaan (AIK),” ucapnya.
Bagi Alifin, para Warek tetap akan melanjutkan cita-cita Almarhum Budi Utomo untuk memajukan Umla serta melanjutkan apa yang telah digagas olehnya.
Dari Kepala SPK hingga Rektor Umla
Hal senada juga dikatakan Wakil Rektor III H M Bakri Priyodwi Atmaji SKep MKep. Menurutnya, wafatnya Budi Utomo meninggalkan duka mendalam, dan pengalamannya bersama Budi Utomo itu juga terhitung lama.
“Pak Budi itu di SPK sejak Tahun 1986. Di Tahun 1992, begitu saya lulus dari Akper, saya diajak pak Budi mengajar di SPK. Setelah itu, pada Tahun 1998 beliau mendirikan Akper Lamongan. Kemudian Tahun 2005 mendirikan Stikes, dan pada Tahun 2018 berubah menjadi Umla,” katanya.
“Jadi, saya dengan pak Budi itu sudah sejak Tahun 1992 ketika di SPK. Pak Budi itu mulai dari Kepala SPK, Direktur Akper, menjadi Ketua Stikes, dan terakhir menjadi Rektor Umla,” imbuh Bakri.
Bakri mengaku selalu ikut dengan Budi Utomo. Ketika di Akper, Budi Utomo menjadi Direktur, dirinya menjadi Wakil Direktur II Bidang Administrasi Keuangan selama 14 tahun.
“Kemudian di Stikes, pada Tahun 2006, beliau menjadi Ketua, saya menjadi Wakil Ketua I. Dan setelah berubah menjadi Universitas dan beliau menjadi Rektor, saya mendampingi menjadi Wakil Rektor III. Jadi kalau dihitung, saya bersama pak Budi itu sudah lebih dari 25 tahun,” katanya.
Cita-cita Menjadi Universitas Unggul
Menurut Bakri, Budi Utomo bersama dirinya telah mempunyai rencana mulai dari program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk memajukan Umla.
“Jadi, setelah menjadi Universitas ini, cita-citanya ingin menjadi salah satu perguruan tinggi unggulan sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanangkan,” ucapnya.
Dia mengaku, tentu masih banyak cita-cita yang perlu ditindak lanjuti oleh generas-generasi penerus Budi Utomo, karena Budi Utomo menjadi Rektor Umla masih sangat singkat, yakni baru 2,5 tahun.
“Padahal kita tahu, untuk bisa menjadi universitas unggulan itu butuh tahap demi tahap. Kalau dilihat dari perencanaan, sebenarnya memang sudah banyak yang sesuai dengan perencanaan,” katanya.
“Tapi kalau cita-cita beliau yang belum terwujud itu, ingin menambahkan fakultas-fakultas baru. Contohnya Fakultas Kedokteran, Fakultas Pendidikan Agama Islam (PAI), dan seluruh Program Studi akreditasinya minimal B. Tapi itu tentu membutuhkan tahap demi tahap. Jadi cita-citanya masih banyak yang belum terwujud, tapi rencana dan strateginya itu sudah dibuat,” imbuh Bakri.
Kerja Keras dan Berpegang pada Tujuan
Setelah ditinggalkan Budi Utomo, menurut Bakri, untuk memajukan Umla ke depan tentu dibutuhkan kerja keras, tetap berpegang teguh pada maksud dan tujuan Muhammadiyah untuk mendirikan lembaga pendidikan agar sesuai fungsi untuk dakwah dan untuk mencerdaskan bangsa.
“Jadi Umla itu mendakwahkan Muhammadiyah kepada seluruh umat. Bahwa Muhammadiyah itu memiliki lembaga yang inklusif. Artinya, siapapun bisa mengambil manfaat-manfaat di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Tetapi Muhammadiyah juga tidak boleh kehilangan jati diri sebagai dakwah mar ma’ruf nahi munkar,” tandasnya.
Menurutnya, agar lembaga ini menjadi yang terdepan, maka ada tiga aspek yang harus dibenahi yakni sarana prasarana, SDM, dan pengembangan keilmuan.
“Tentunya nanti di Umla ini juga harus ada jurusan agama seperti Hadist, Tafsir, dll. Jadi inginya tidak hanya pelajaran-pelajaran umum saja. Seperti di Universital Al-Azhar itu tidak hanya ilmu agama saja tetapi juga ada ilmu umum,” katanya.
Bakir berharap, Umla nanti melahirkan tidak hanya ilmuwan-ilmuwan sains, tetapi ilmu agama juga menjadi basic keilmuan para mahasiswa, agar nanti menjadi penerus dakwah Muhammadiyah.
“Makanya kita ingin, lulusan-lulusan pondok pesantren kalau masuk sini itu kita coba untuk mempermudah dan kita berikan beasiswa. Karena siapa lagi yang akan menggantikan generasi-generasi selanjutnya,” ujarnya. (*)
Tiga Wakil Rektor Umla Mengenang Budi Utomo: Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni