Selamat Jalan Sahabat Al-Aqsha! Fanni Rahman (1978-2021): Dari Jogokariyan untuk Dunia Islam Aktivis Dakwah dan Pejuang Ukhuwah Tak Lelah Sampai Akhir. Ditulis oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku 50 Pendakwah Pengubah Sejarah.
PWMU.CO – Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raajiun. Muhammad Fanni Rahman, CEO Pro-U Media, berpulang ke rahmatullah Senin (2/08/2021) pukul 02.23 di Yogyakarta. Kabar wafatnya lelaki dengan banyak predikat kebaikan itu segera menyebar luas.
Banyak yang berduka dan merasa kehilangan atas bepergianya. Tak sedikit yang mendoakannya. Pendek kata, penghormatan kepada almarhum sangat terasa. Hal itu, dimulai sejak dari Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Yogyakarta tempat dia dirawat karena Covid-19.
Dari RS, jenazah dibawa dan dishalati di Masjid Jogokariyan, sekitar pukul 06.00-06.45. Kemudian, dibawa dan dishalati di Pesantren Merapi-Merbabu Magelang. Kemudian dimakamkan sekitar pukul 09.00, di pemakaman yang tak jauh dari Pesantren Merapi-Merbabu.
Di Jogokariyan Yogyakarta sempat Ustadz Muhammad Jazir—Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan—memberi sambutan ringkas melepas jenazah. Hal serupa juga dilakukan Ustadz Salim A. Fillah di Pesantren Merapi-Merbabu Magelang.
Rasanya, penghormatan besar yang diberikan masyarakat itu wajar karena almarhum punya jaringan persahabatan yang luas dan jejak kebaikan yang panjang. Almarhum dikenal tak lelah berdakwah dan rajin merajut ukhuwah.
Membanggakan Keluarga
Fanni Rahman wafat menjelang Subuh. Di hadapan jamaah Masjid Jokokariyan, bakda berjamaah shalat Subuh, HM Syabanim ayahnya, memberikan semacam sambutan.
Dengan kalimat yang tertata, dia sampaikan wafatnya Fanni sesuai dengan apa yang dicita-citakannya. Sang ayah lalu membagi sedikit kisah. Dulu, di salah satu perjalanannya ke Palestina, saat pamit ke orangtua, Fanni menyatakan keinginannya yang kuat untuk mati fi sabilillah. Sekarang, “Ananda Fanni mati dalam keadaan (sakit karena) Covid, insyaallah juga termasuk mati sebagai syuhada,” kata sang ayah.
Saya yang mengikuti serangkaian ucapan HM Syabani lewat video berdurasi 2 menit 51 detik itu, tak merasakan adanya nada sedih dari ayahanda Fanni. Dia selama berbicara tegar dan tegas. Bahkan, terasa ada nada kebanggaan dari seorang ayah atas capaian dakwah dan akhir hidup sang anak.
Pecinta Masjid
Fanni Rahman lahir pada 1978. Setelah belajar di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, Fanni kuliah di UGM. Dari kampus favorit itu dia mengantongi ijazah Sarjana Ilmu Pemerintahan.
Adapun aktivitas keorganisasian sekaligus keislaman dimulainya di Remaja Masjid Jogokariyan Yogyakarta, sejak SMP. Berangkat dari sana, dia pun aktif di Badan Koordinasi Pemuda-Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI).
Saat meninggal, Fanni Rahman masih memegang amanah sebagai salah satu anggota Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Kita tahu, masjid tempat almarhum aktif semasa hidupnya itu, di beberapa tahun terakhir ini model pengelolaannya telah banyak menginspirasi masjid-masjid lain di negeri ini. Sementara, pengalaman lain, Fanni adalah Ketua Takmir Masjid Jogokariyan pada periode sebelum sekarang.
Di dalam Keluarga
Fanni Rahman meninggalkan seorang istri dan lima anak. Terkait keluarga, Mohammad Fauzil Adhim punya kisah. “Di setiap bercerita mengenai keluarga, termasuk membicarakan anak, adalah bagaimana agar mereka semua menjadi orang-orang yang mencintai agama ini, mencintai amal shaleh dan memperjuangkan agama ini. Kegembiraannya adalah ketika anaknya mau hidup sederhana demi mempelajari agama di pesantren,” kenang Fauzil atas sahabatnya itu.
Benar, dua anak Fanni Rahman sekarang ini sedang belajar di pesantren. Satu putri dan satu putra. Putri yang disebut pertama adalah si sulung, masih di jenjang setingkat SMA kelas I.
Pak Gendong
Masih tentang Fanni dan keluarganya. Pekerjaan mengasuh anak dikerjakan Fanni dengan semua bentuk ekspresi kasih-sayang.
Lihatlah, meski secara ekonomi sudah terhitung mapan di lingkungan tempat dia tinggal, Fanni tetap menyempatkan diri menggendong putra kecilnya sambil berjalan-jalan di Jalan Jogokariyan. Kata Ustadz Salim A. Fillah, sambil jalan-jalan menggendong si kecil dengan jarik (kain panjang) Fanni shalawatan.
Fragmen seperti di atas, pernah saya lihat sendiri, mungkin pada 2018. Kala itu, sehari atau malam sebelumnya, Fanni baru saja pulang dari perjalanan dakwah ke Balikpapan. Bakda Subuh, dari jendela lantai dua Omah Dakwah Jogokariyan (kantor Pro-U Media), saya lihat dia menggendong putranya dengan jarik di seberang jalan. Lalu, dengan isyarat tangan dan ekspresi wajah, kami saling menyapa.
Dakwah di Kaki Dua Gunung
Bersama-sama sejumlah sahabat pegiat dakwah, Fanni Rahman mendirikan Pesantren Masyarakat Merapi-Merbabu di Magelang. Sampai wafat, Fanni masih sebagai ketua dari yayasan yang menaungi pesantren di kaki dua gunung tersebut.
Visi dari pesantren yang berlokasi di Windusajan, Wonolelo, Sawangan, Magelang itu adalah: mencetak generasi hafidzh, dai, serta imam masjid yang mandiri, tangguh, dan berakhlakul karimah.
Seperti apa performa pesantren itu? “Saya merasa malu dan trenyuh dengan kawan-kawan di Pesantren Masyarakat Merapi-Merbabu. Semangatnya menghafal al-Quran istimewa. Dan tekadnya berdakwah pada masyarakat itu juga yang membuat saya malu, karena saya belum melakukan apapun untuk membentengi akidah umat,” aku Ustadz Felix Y. Siauw, seorang dai dan penulis.
Pandai Memotivasi
Bergaul dekat dengan Fanni Rahman, banyak kebaikan yang akan kita dapat. Di antaranya, sesekali kita akan mendapat kalimat yang punya kedalaman makna. Setidaknya, dari dua contoh berikut ini bisa kita rasakan.
“Teruslah dan teruslah berjuang, menebar kebaikan dan kemanfaatan. Dakwah Islam menunggu kontribusi kita. Jadilah yang terbaik pada posisi kita masing-masing saat ini,” kata Fanni Rahman.
“Teruslah melangkah, teruslah berbuat untuk dakwah. Teruslah bergerak, tetap semangat dan saling membantu sehingga Allah nanti akan memberikan pertolongannya,” tutur Fanni Rahman.
Pintar Menyenangkan
Cukup banyak orang yang sebelumnya tak berpikir naskah bukunya akan diterima penerbit sekaliber Pro-U Media, lalu menjadi lega setelah ketemu Fanni Rahman sang CEO. Hal itu, setidaknya karena ada tiga kemungkinan dan tiga-tiganya baik.
Pertama, naskah langsung diterima karena memang layak Pro-U. Kedua, naskah diterima tapi harus dilakukan perbaikan yang persentase perbaikannya variatif. Ketiga, naskah yang disodorkan ditolak, tapi Fanni lalu meminta untuk dibuatkan sebuah naskah lain yang temanya beliau tetapkan. Saya termasuk jenis yang ketiga itu ketika membawa naskah buku pertama saya, dulu.
Level Dakwah
“Hari ini sudah selayaknya kita menyambung silaturahim pejuang NKRI terdahulu. Salah satu caranya, dengan membantu Baitul Maqdis sebagaimana dulu kita dibantu. Sudah saatnya kita membantu mereka dengan berdoa, berbagi informasi, dan memboikot produk Zionis,” pesan Fanni Rahman di suatu ketika.
Fanni konsekuen dengan apa yang dikatakannya. Maka, kerja dakwah Fanni pun berskala dunia. Sampai wafat, dia masih tercatat sebagai Ketua Sahabat Al-Aqsha, komunitas yang merupakan jaringan silaturahmi keluarga-keluarga Indonesia yang secara sukarela membantu keluarga-keluarga Palestina memperjuangkan kemerdekaannya.
Sahabat Al-Aqsha dibentuk pada September 2007. Sebagai badan hukum, Yayasan Sahabat Al-Aqsha resmi terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM pada 2013.
Siapa saja aktivis Sahabat Al-Aqsha? Mereka adalah para relawan dari berbagai latar belakang: oengusaha, guru, wartawan, mahasiswa, bapak dan ibu rumahtangga, serta profesional di berbagai bidang. Sahabat Al-Aqsha tidak berafiliasi pada kelompok atau organisasi manapun. Meski begitu, mereka siap berkhidmat (melayani) dan saling tolong dengan pihak manapun.
Selain di Palestina, Sahabat Al-Aqsha juga membangun jaringan silaturahmi dengan keluarga-keluarga Muslimin di dunia Islam lainnya. Tercatat, jaringan itu antara lain sampai di Myanmar, Suriah, dan Yaman.
Sahabat Al-Aqsha, sebagai Jaringan Silaturrahim Keluarga Pembebas Baitul Maqdis, didukung banyak pihak. Ada koordinator di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Pekanbaru, dan Balikpapan. Adapun alamat sekretariatnya, Omah Dakwah, Jalan Jogokariyan No. 41, Yogyakarta.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Sahabat Al-Aqsha, Fanni Rahman telah tiga kali bersilaturahmi langsung ke Gaza Palestina. Tiga kali ke sana lewat Pintu Rafah di perbatasan Mesir dan Israel pada tiga periode kepresidena di Mesir yang berbeda.
Masih dalam kapasitasnya sebagai Ketua Sahabat Al-Aqsha, Fanni Rahman juga pernah ke perbatasan Suriah dan Turki. Saat itu terkait dengan penyaluran sumbangan kepada pengungsi dari Suriah.
Pejuang Ukhuwah
Lewat video, di RS beberapa saat sebelum meninggal, Fanni Rahman menitipkan pesan. Suaranya jelas tertangkap, meski hidung dan mulutnya tertutup masker oksigen. Pesan Fanni, hendaknya kita “Jaga kekompakan, jangan saling suudzon (berburuk sangka), hilangkan perasaan ego, jangan mudah memandang kesalahan orang lain”. Sebaliknya, hendaknya, “Saling mendukung. Saling menutupi aib orang lain”.
“Hendaknya kita saling mendukung, jaga kekompakan.” sungguh ini pesan yang penting. Di titik ini, Fanni juga konsekuen. Dia pun dikenal sebagai pejuang ukhuwah. Dia sosok aktivis lintas ‘aliran’ yang tak pernah lelah berusaha mengeratkan dan menguatkan ukhuwah.
Sekadar contoh, sebuah sumber menyebut Fanni Rahman adalah salah satu penggagas acara Muslim United di Yogyakarta. Acara itu untuk kali pertama diselenggarakan pada 16 -18 Oktober 2018 di Masjid Gedhe Yogyakarta. Temanya, “Lelah Berpisah Mari Berjamaah”. Dari tema itu tampak bahwa misinya adalah berusaha menyatukan potensi umat dari berbagai jaringan dan ‘warna’ dakwah.
Di antara mata acara Muslim United adalah tabligh akbar, Muslim Expo, wisata kuliner halal, serta pagelaran nasyid dan hadrah. Adapun pada acara tabligh akbar menghadirkan sejumlah ustadz dan tokoh Islam. Mereka yang diundang seperti Ustadz Oemar Mita, Ustadz Bachtiar Nasir, Ustadz Adi Hidayat, Syaikh Ali Jaber, Ustadz Salim A. Fillah, Ustadz Felix Y. Siauw, Ustadz Hanan Attaki, Ustadz Derry Sulaiman, dan sederet artis hijrah.
Mereka, para ustadz atau tokoh itu bergiliran memberikan ceramah pada setiap hari selama acara berlangsung. Sayang, meski termasuk yang diundang, Ustadz Abdul Somad berhalangan hadir.
Acara itu terhitung sukses. Misal, ada catatan bahwa ada belasan ribu pengunjung di hari pertama. Acara yang sama diulang lagi pada 2019. Selanjutnya, Muslim United yang direncanakan menjadi agenda tahunan terhenti pada 2020 karena pandemi.
Kesaksian Sahabat
Ustadz Salim A. Fillah 21 tahun bersahabat dengan Fanni Rahman. Dengan rentang tahun persahabatan yang panjang itu dan apalagi mereka tinggal di kampung yang sama, maka kesaksian Salim sangat berharga.
Kata Ustadz Salim, Fanni Rahman itu gigih dan giat kerahkan segenap daya untuk dakwah. Gambarannya, lanjut Ustadz Salim, sekali Fanni keluar rumah, bisa empat-lima urusan diselesaikannya sekaligus. Sekali bergerak, bisa empat-lima potensi umat disinergikannya. Sekali bermusyawarah, bisa empat-lima persoalan dirumuskan solusinya.
Fanni Rahman, lanjut Ustadz Salim, merentang amalnya dari Jogokariyan-Yogyakarta, Merapi-Merbabu Magelang, Indonesia beserta pelosok-pelosoknya seperti Maluku Utara. Bahkan, hingga ke Rohingya, Uyghur, Yaman, Syam, dan Palestina.
Selanjutnya, kita seksamai kesaksian Ustadz Abdul Somad di IG, bakda Subuh sekitar tiga jam setelah Fanni Rahman wafat. Bagi beliau, Fanni punya tempat di hati. Hal itu, setidaknya karena tiga alasan: Fanni tidak sombong, tidak kasar, dan suka berbagi (hadiah). “Hatiku tertawan karena budi (almarhum),” aku Ustadz Abdul Somad.
Menutup tulisan sekian paragraf, Ustadz Abdul Somad menulis: “Saat menuliskan ini selepas Subuh, kulihat dia tersenyum. Senyum lepas dari huru-hara dunia.”
Pro-U dan Kampung Akhirat
Pro-U Media adalah usaha penerbitan ternama, terutama di kalangan aktivis Islam. CEO-nya, seperti telah disebut, adalah Fanni Rahman.
Pro-U Media awalnya bernama Pro-U Cetak-Cetak. Bernama Pro-U Cetak-Cetak karena bergerak di usaha percetaka: jasa pembuatan pamflet, publikasi, undangan walimah, dan lain-lain. Penggeraknya, dua aktivis Remaja Masjid Jogokariyan Yogyakarta yaitu Fanni Rahman dan Nur Hardiyanto.
Mereka berdua tergolong unik, karena berusaha di bidang percetakan tapi tidak memiliki mesin cetak. Hanya saja, mereka memiliki keahlian olah desain.
Setelah berdiri pada 2000, tiga berikutnya mereka telah menuai keuntungan terutama dari bisnis undangan walimatul ursy pernikahan. Sukses, tapi sedikit masalah lalu muncul. Sebagian pelanggan mulai ada yang memesan undangan walimah ursy dengan desain yang ‘aneh-aneh’.
Mereka meminta undangannya dilengkapi dengan foto-foto pre-wedding. Faktanya, pada sebagian permintaan itu jelas-jelas sangat tidak syar’i. Meski telah diusahakan untuk mengambil titik tengah, tetapi tetap saja mengarah ke jalan buntu. Maka, Pro-U Cetak-Cetak pun menolak permintaan pemakai jasa seperti itu.
Di sisi lain, kala itu, tren buku beraroma mesum menggejala. Atas hal itu, penggerak Pro-U Cetak-Cetak yang tak lain adalah aktivis masjid, gelisah. Mereka merasa harus segera mengambil langkah cerdas, efektif, dan efisien. “Mengapa buku tidak dilawan dengan buku, tulisan tidak dibantah dengan tulisan, gagasan tidak ditandingi dengan gagasan,” demikian ide kritis mengemuka.
Keputusan strategis segera diambil. Pro-U Cetak-Cetak diubah menjadi Pro-U Media. Lembaga yang disebut terakhir itu diharapkan dapat menghasilkan karya-karya tulis yang bermutu. Lewat buku, aktivis dakwah bisa menyerukan kebenaran dengan baik dan bijak. Juga, dapat membendung gagasan-gagasan dan ajaran-ajaran yang munkar.
Sebagai karya pertama, terbitlah buku Nikmatnya Pacaran setelah Menikah yang ditulis Salim A. Fillah. Tulisan itu atas permintaan dua bersahabat Fanni dan Nur.
Di luar dugaan, buku itu meledak di pasaran. Cetak ulang demi cetak ulang sejak terbit tahun 2003 terus bergulir hingga sekarang. Dari situlah, Pro-U Media semakin memantapkan diri berjuang dakwah Ilallah lewat perbukuan.
Kini, sejumlah aktivis dakwah telah tercatat sebagai penulis Pro-U Media. Disebut demikian, karena sejumlah buku mereka telah diterbitkan Pro-U Media. Mereka, selain Salim A. Fillah, antara lain adalah Mohammad Fauzil Adhim, Solihin Abu Izzudin, Bachtiar Nasir, Abdul Somad, Adian Husaini, Fahmi Salim, dan Abdullah Saleh Hadrami.
Terkait posisi Pro-U Media dalam pandangan sang CEO, Fauzil Adhim punya catatan menarik. Fauzil, salah seorang sahabat terdekat Fanni Rahman, turut mendengar rapat Pro-U Media beberapa pekan sebelum Fanni wafat. Saat itu Fauzil sedang bertamu ke Fanni, dan ketika itu sang sahabat sedang memimpin rapat.
Kala itu, catat Fauzil, sebagai CEO Pro-U Fanni menggariskan sebuah sikap penting yang sangat mendasar. Intinya, agar keputusan manajemen senantiasa memperhatikan kemaslahatan dan nasib tiap-tiap orang yang ada di dalamnya.
Kerisauan Fanni di ketika rapat itu, kata Fauzil, sama seperti kerisauannya saat melihat nasib Muslimin. Benar, Fanni memang selalu peduli kepada sekitarnya.
Bagi Fanni, lanjut Fauzil, “Penerbitan—sebagaimana usahanya yang lain—adalah wasilah untuk pulang ke kampung akhirat. Hanya sarana untuk membela Muslimin dan beramal shaleh”.
Alphard untuk Umat
Fanni Rahman itu pribadi yang sederhana. Ketika memulai usaha percetakan, lewat Pro-U Cetak-Cetak, dia tak punya mesin cetak. Saat itu, kendaraan yang dipakainya motor Astrea Prima tua. Anda, tentu bisa menebak harganya!.
Belakangan, setelah sukses besat lewat berbagai jenis usahanya—yang tak hanya di bidang penerbitan buku—penampilan keseharian Fanni tak berubah. Busana yang paling sering dikenakannya, “masih seperti yang dulu”. Apa itu? Kaos oblong dengan ilustrasi di bagian dada aneka kalimat pembangkit ghirah.
Belakangan, Fanni membeli Toyota Alphard (boleh ditebak harganya). Alasan dia, terutama untuk memenuhi keperluan jemput-antar para pendakwah atau tamu Masjid Jogokariyan. Sikapnya itu sebagai bagian dari usaha memuliakan tamu, terutama para pendakwah. Bagi dia, salah satunya adalah dengan menyediakan kendaraan yang nyaman.
Pro-Maslahat dan Sepenuh Peduli
Dalam ingatan Mohammad Fauzil Adhim, di setiap bertemu Fanni Rahman atau tatkala berkomunikasi via HP, senantiasa muncul spontanitas gagasan amal shalehnya. Fauzil benar! Saya sendiri yang kenal belasan tahun merasakan hal yang sama. Tentang ini, insyaallah ada tulisan khusus saya berjudul “Fanni Rahman; Lugas, Responsif, dan Kaya Ide”.
Hal lain yang menonjol, kepedulian Fanni Rahman kepada sahabat dan umat. Di tengah-tengah banyak aktivitasnya, dia sempatkan menghadiri pernikahan karyawannya meski jauh semisal di Depok atau di Bali. Jika ada sahabat atau keluarga si sahabat sakit, dia akan berusaha kuat untuk bisa besuk. Terlebih lagi, jika ada yang meninggal, dia akan datang takziah.
Siapa Penerus
Muhammad Fanni Rahman telah berpulang. Mengingat catatan amal baiknya yang begitu banyak, maka ketika dia wafat banyak yang berprasangkat baik. Bahwa, almarhum termasuk yang dipanggil dengan mesra oleh Allah di al-Fajr 27-30.
Muhammad Fanni Rahman telah berpulang. Usianya relatif pendek, yaitu 43 tahun, tapi jejak dakwahnya sangat panjang. Postur tubuhnya tak seberapa tinggi, tapi tekadnya menjayakan Islam sungguh tinggi menjulang. Maka, menjadi penerus spirit kepejuangan Almarhum adalah pilihan yang sangat tepat. Allahu Akbar! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni