PWMU.CO – Proses Kreatif Menulis Opini dan Esai. Pemimpin Redaksi mojok.co Agung Purwandono membagikannya pada hari kedua pelatihan di Sekolah Jurnalistik Vol.1, Ahad, (8/8/2021).
Sejak lulus SMA, mantan Pemimpin Redaksi KRjogja.com itu hidup dari menulis. Dia pun menguak proses kreatif menulisnya. Yaitu latihan yang dia lakukan saat dulu bingung menulis opini atau esai.
Pertama, pilih salah satu tulisan dengan tema atau topik yang sama. Dengan esai atau opini yang sudah ada itu, dia menyarankan untuk menulis esai dengan gaya bahasa sendiri.
“Tulis ulang itu, tapi bukan hanya sekadar menyalin. Rasakan pilihan kata dan kalimat yang dibuat, kemudian dianalisis,” tutur Agung.
Sebab, menurutnya, strategi ini bisa membuat kita merasakan bagaimana proses si penulis mengisahkannya. “Buat catatan paragraf pertama gini, yang ditulis gini,” terangnya.
Awalnya memang lambat, katanya. Tapi semakin lama, menjadi sebuah kebiasaan yang membantu menulis jadi lebih terstruktur.
Bekal Nulis Opini atau Esai
Agung Purwandono juga membagikan bekal menulis opini atau esai dalam sebuah rumus: objek + skeptis + kritis + naratif/imajinasi.
Pertama, harus punya objek. Agung menerangkan, objek bisa dari peristiwa yang disaksikan, dirasakan, dan didengar; atau momentum. “Seperti sudah tahu bulan ini ada Hari Kemerdekaan, siapkan tulisan yang berkaitan dengan itu,” tutur dia.
Selain itu, bisa juga dari fenomena yang tren. Kemudian, kata Agung, objek diulas dengan skeptis. “Gimana sikap ingin tahu kita munculkan untuk jadi pisau analisis. Kritis terhadap apa yang kita lihat dan rasakan,” sambungnya.
Agung juga mengimbau agar menulis opini atau esainya secara naratif. Meskipun tidak selalu naratif, tapi dia menekankan untuk menggunakan gaya bercerita. Bahkan dia juga sampai belajar penulisan skenario.
“Semua orang di dunia suka cerita dan mendengarkan cerita. Sehingga model-model esai, karya jurnalistik, dengan gaya cerita itu sangat menarik,” ungkap mantan wartawan Kedaulatan Rakyat itu.
Dia menegaskan, imajinasi dalam rumusnya itu tidak berarti mengarang, tapi karena opini sifatnya subjektif, maka bisa memunculkan hal-hal gimmick. “Tapi itu sangat relate dengan opini yang kita tulis,” tegasnya.
Bahasa Tulisan Opini
Dia juga menyarankan untuk menulis seperti berbicara. “Menulislah seperti kamu bicara, karena sangat dekat, hanya saja menggunakan struktur,” terangnya.
Dia mengungkap, bahasa di media massa bukan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna. “Ada yang namanya gaya selingkung, yang memang digunakan media tersebut. Bukan kata baku, tapi itu jadi gaya bahasa khasnya,” jelas Agung.
Dia mencontohkan, di media sebelumnya, penulisan gelar pada nama tidak perlu titik-koma, karena mengutamakan keterbacaan. Berbeda dengan Mojok yang harus sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Dalam menulis opini dan esai, menurut Agung perlu logika bahasa. “Ketika kita menulis kalimat yang membingungkan, pasti ada sesuatu yang salah. Kalao kamu sendiri bingung, gimana dengan pembacanya?” ujarnya.
Temukan Ide dan Topik
Agung menyimpulkan, jika sudah menemukan peristiwanya, maka selanjutnya menggagas jadi ide. Dia tertarik dengan ungkapan Sindhunata, “Pekerjaan menulis adalah pekerjaan kaki.”
Maksudnya, dalam menulis, perlu banyak dolan dengan orang yang tidak kita kenal untuk menemukan ide. Dengan bertemu orang yang tidak dikenal, menurutnya bisa melatih batin. “Meski awalnya kita tidak tahu ceritanya, setelah berkenalan, kita mendapat sesuatu yang bisa menjadi ide,” ungkapnya.
Selain itu, menurut dia, ide juga bisa ditemukan pada hal yang bikin menertawakan diri sendiri. “Lewat tulisan yang menertawakan diri sendiri, sebenarnya kita sedang mewakili gejolak isi hati orang lain, sangat relate,” terang Agung.
Yang utama dari cara ini adalah keamanannya. Kisah bisa ditulis dengan latar belakang keluarga atau teman. Kemudian, dihubungkan dengan hal-hal kekinian yang relate dengan pembaca.
“Jadi sangat personal. Idenya dari apa yang kita rasakan atau alami. Nggak perlu lihat peristiwa nasional. Peristiwa itu bisa dihubungkan dengan yang kita alami. Meskipun sebenarnya bisa mengarah ke sana juga,” jelasnya.
Struktur Tulisan
Agung mengatakan, gaya struktur tulisan opini bermacam-macam. Yang pertama diperhatikan dari pembukaan, perlu ada lead yang menggigit dari objek yang diangkat. Ada juga intro pengantar sebelum lead.
“Untuk mengakali lead-nya itu, (agar) secara SEO (dari Search Engine Optimization atau optimasi mesin pencari) bagus, jadi ada intro dulu, baru masuk ke tulisan,” terangnya.
Kemudian, ada pembahasan yang meliputi analisis, kritik, atau hipotesis atas sesuatu. Hipotesis bersifat subjektif (menurut penulis). “Tapi bukan sekadar hanya mengkritik atau ngomong tanpa sadar atau malah menyerang secara personal. Bedakan dengan menyerang cara berpikir seseorang ya!” tutur dia.
Selain itu, ada bagian penutup yang berisi kesimpulan objek peristiwa. Kata dia, ada tulisan yang kesimpulannya ditulis di depan. “Tinggal bagaimana mengolahnya dengan pisau analisis,” ujarnya.
Ketika terbiasa membaca dan menulis, lanjutnya, kita akan memiliki cara pikir yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni