“Jika Nabi pernah bersabda demikian, maka hadits tersebut akan mudah ditemukan atau paling tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa sahabat Nabi, tabi’in dan ulama salaf pernah mengamalkan maksud hadits tersebut. Namun, ternyata dalam sejarah tidak pernah ada ulama atau tokoh agama yang mengamalkan hadits tersebut sampai awal abad ke-7 H,” jelas Zainul.
Tidak cukup dengan ungkapan Nabi saja, tapi juga ungkapan para Khulafa’ al-Rasyidin, sebagaimana Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
(Baca juga: Doa Memasuki Bulan Rajab dan Bagaimana Tuntunan Puasa Rajab?)
Menurut para pencinta maulid, mereka menyatakan bahwa Abu Bakar pernah berkata:
من انفق درهما فى مولد النبى صلى الله عليه وسلم كان رفيقى فى الجنه
“Siapa yang menginfaqkan satu dirham dalam maulid Nabi Saw, maka ia akan menjadi pendampingku di surga.”
Masih menurut pecinta maulid, Umar bin al-Khattab juga mengungkapkan:
من عظم مولد النبى صلى الله عليه وسلم فقداحيا الا سلام
“Siapa yang mengagungkan Maulid Nabi Saw, maka ia benar-benar telah menghidupkan Islam.”
Masih menurut pecinta maulid, Usman bin Affan juga diklaim pernah mengatakan:
من انفق درهما فى فراءة مولد النبى صلى الله عليه وسلم فكأنما شهد يوم وقعة بدر و حنين
“Barang siapa yang menginfaqkan satu dirham untuk membaca maulid Nabi Saw, maka seakan akan ia syahid dalam perang Badar dan Hunain.”
Masih menurut pecinta maulid, selanjutnya nama Ali bin Abi Thalib yang dicatut pernah menyatakan:
من انفق درهما فى قراءة مولد النبى صلى الله عليه وسلم لا يخرج من الدنيا الا با لايمان
“Barang siapa mengagungkan maulid Nabi Saw, maka ia tidak akan meninggalkan dunia, kecuali dengan Iman.”
(Baca juga: Bagaimana Tuntunan Puasa Sya’ban? dan Masih Bingung Ibadah Nishfu Sya’ban? Inilah Penjelasan Lengkapnya)
Artinya, untuk menggerakkan peringatan maulid Nabi ternyata tidak cukup hanya dengan mengungkapkan hadits-hadits palsu, tetapi juga pendapat-pendapat sahabat Nabi, seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Dan ini semua jika dilacak di kitab-kitab hadits yang mu’tabar, tidak akan dapat ditemukan.
Hadits-hadits di atas dengan ungkapan para sahabat itu, apalagi ulama, sulit dilacak dalam kitab-kitab standar tidak ada rujukannya, dan lebih sulit lagi untuk diteliti. Untuk itu, peringatan maulid Nabi tidak ber-hujjah dengan hadits-hadits Nabi maupun ungkapan para sahabat dan ulama salaf, tetapi lebih cenderung berhujjah kepada hadits-hadits palsu atau ungkapan-ungkapan yang diungkapkan setelah abad awal ke-7 H.
(Baca juga: Hukum Oral Seks dan Bolehkah Masturbasi Menurut Islam?)
Para ulama hadits sepakat bahwa hadits yang digunakan dasar pijakan maulid itu dinisbahkan kepada Nabi, tetapi Nabi tidak pernah mengungkapkannya. Berarti ada pemalsuan, dan hal tersebut dilarang oleh Nabi Saw. Apakah kita akan mengadakan maulid dengan dasar-dasar hadits palsu tersebut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan?
Sudah sewajarnya peringatan Maulid Nabi dikembalikan pada asalnya. Tanpa harus menyandarkan pada hadits palsu, tanpa menambahinya dengan berbagai ritual yang tidak ada tuntunannya dalam Islam, dan juga tidak disertai kepercayaan akan hadirnya roh-roh tertentu. Jika demikian, maka hukumnya mubah atau boleh-boleh saja.
Allah a’lam bi al-shawab.