PWMU.CO – Di kalangan umat Islam Indonesia, setiap menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad saw, 12 Rabi’ul Awwal, beredar tulisan di media sosial tentang pentingnya hari ini. Selain dengan berbagai ungkapan, tidak jarang yang menambahinya dengan teks “hadits”. Benarkah ada matan hadits Nabi Muhammad saw yang memerintahkan atau memberi balasan tertentu bagi umatnya yang merayakan Maulid Nabi?
Di antara hadits yang popular dalam masyarakat yang seringkali dijadikan alasan pentingnya peringatan Maulid Nabi adalah sebagai berikut:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِي كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِي مَوْلِدِي فَكَأَنَّمَا أَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَهَبٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ.
Artinya: Nabi saw bersabda: “Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, niscaya aku akan memberi syafa’at kepadanya kelak pada hari kiamat. Dan barang siapa mendermakan satu dirham di dalam menghormati hari kelahiranku, maka seakan-akan dia telah mendermakan satu gunung emas di jalan Allah’.”
(Baca juga: Bukan Boleh Tidaknya Hukum Memperingati Maulid Nabi, tapi Inilah Masalahnya)
“Setelah kami teliti dalam kitab-kitab hadits, kami tidak mendapatkan hadits tersebut. Ini berarti hadits tersebut tidak memiliki sanad dan rawi,” jelas doktor Hadits, DR Syamsuddin. Karena itu, tambahnya, hadits semacam ini sering disebut sebagai hadits ”laa ashla lahu”. “Semua hadits yang ”laa ashla lahu” adalah maudhu’ atau palsu.”
Tambahan pula, kata dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini, dalam masalah maulid Nabi saw itu memang banyak hadits palsu yang dibuat untuk mengagungkan perayaan hari kelahiran tersebut oleh orang-orang yang mengaku mencintai Nabi saw. “Mereka beralasan bahwa tidak mengapa berbohong untuk kepentingan Nabi saw.”
“Padahal Nabi saw sendiri tidak perlu kepada pembohongan mereka itu, bahkan beliau menyampaikan kecaman keras bagi siapa saja yang berdusta atas nama beliau,” kata pria yang juga Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
(Baca juga: Sejarah Asal-Muasal Kemunculan Peringatan Maulid Nabi dan Rambu-rambu yang Perlu Diperhatikan dalam Maulidan)
Sementara menyebarluaskan hadits palsu adalah bagian dari dusta atas nama Nabi saw. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Rasulullah Muhammad saw bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ubaid dari ‘Ali bin Rabi’ah dari Al Mughirah ra berkata; Aku mendengar Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya berdusta kepadaku tidak sama dengan orang yang berdusta kepada orang lain. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia bersiap-siap mendapat tempat duduknya di neraka. “. (HR Imam al-Bukhari, hadits nomor – 1209)
Dalam pandangan Syamsuddin, sudah tentu acara maulid Nabi yang disandarkan pada hadits palsu tidak boleh atau haram. Baginya, cara untuk mengapresiasikan kebahagiaan kelahiran Nabi itu sangat beragam: makan bersama, pengajian, dan lain sebagainya, dengan catatan peringatan itu tidak boleh memasuki wilayah syari’at. “Sebab kalau masuk dalam wilayah syari’at harus ada tuntunannya,” jelasnya.
(Baca juga: Hadits-Hadits Palsu Seputar Nishfu Sya’ban)
Pandangan senada juga dikemukakan oleh guru besar Ilmu Hadits UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr Zainul Arifin MA. Seperti hadits “Man ‘adldlama mawlidiy … dan seterusnya itu, tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits standar. Seperti Kutub al-Sittah, Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Ibn Majah, dan kitab-kitab lainnya. “Hal ini menunjukkan kepalsuan hadits”
Jika dilihat dalam kitab hadits standar yang menjadi rujukan kajian ilmiah, hadits-hadits tersebut tidak akan didapati. Hal ini apakah disebabkan para penulis lupa sehingga tidak mencantumkan hadits tersebut di kitab-kitabnya, atau memang Nabi Muhammad Saw tidak pernah bersabda seperti itu?
Selanjutnya halaman 2