PWMU.CO – Ary Ginanjar Beri Resep Jadi Mukmin Istimewa. Melalui gaya berceritanya yang khas, pendiri ESQ Leadership Center itu mengajak para peserta refleksi diri bagaimana cara mereka berpikir selama ini dalam menghadapi situasi tidak nyaman.
Malam itu, Dr Ary Ginanjar Agustian membuka ceramahnya di Pengajian Virtual Orbit dengan berpantun, “Jalan-jalan ke kota Sampit, jangan lupa bawa blewah. Kalau ingat pengajian Orbit, di situlah para artis dan aktor berhijrah.”
Dari layar Zoom Meeting, tampak senyum lebar langsung tergambar di wajah para peserta dari kalangan artis dan pakar lintas karya, Kamis (12/8/21) malam.
Bayangkan Anda dalam Kondisi
Kemudian dia mengajak peserta membayangkan berada dalam kondisi yang membuat mayoritas peserta merasa kesal. Berikut ilustrasinya:
Anda memiliki tugas skripsi. Anda sudah mengerahkan tenaga mengerjakannya, sampai capai. Kemudian Anda mengumpulkan ke dosen pada hari yang ditentukan.
Setelah membaca tugas Anda, wajahnya merengut (cemberut). Dia mencoret tugas Anda dan memberikan nilai C, lalu mengembalikan tugas itu kepada Anda. Anda sangat kaget, “Wah kok nilainya C?”
Air mata Anda mulai bercucuran, lesu, dan akhirnya Anda pergi keluar. Di tengah jalan, A ditilang polisi. Ternyata, Anda sedang lupa membawa SIM dan STNK. Akhirnya motor Anda ditahan.
Dalam suasana galau itu, Anda memutuskan menelepon sahabat. Tapi, dia menolak panggilan itu. Kriiing! Dia matikan. Kriiing lagi, dia matikan lagi.
Lantas Ary bertanya, “Jika situasi tersebut terjadi pada Anda, apa perasaan dan respon Anda?”
Respon Cara Berpikir yang Mana?
Beragam jawaban peserta muncul di kolom obrolan Zoom. Ada yang merasa sedih, nyaris putus asa, capek, kesal, sabar, dan marah-marah dalam hati. Begitu pula responnya. Ada yang beristighfar, ada pula yang introspeksi diri.
Ary menambahkan, ada cara berpikir pertama berupa respon marah, merasa tidak dihargai dan menyalahkan dosennya. Bahkan merasa kesal karena ditilang polisi dan sahabatnya tidak menerima panggilannya.
Cara berpikir kedua, memakai sudut pandang positif, bersyukur. “Untung belum maju skripsi, jadi ada waktu untuk memperbaiki, ini belum puncak ujian, baru di tengah jalan. Terima kasih, tanpa ini saya sudah lupa diri, terlalu banyak main,” ungkapnya.
Kemudian, berterima kasih ditilang polisi, karena bisa jadi penilangan itu justru cara Allah menyelamatkan dari kecelakaan di depan sana. “Saya percaya Allah maha baik,” tambahnya.
Selain itu, juga berterima kasih karena sahabatnya mematikan telepon. Kalau diangkat, mungkin dia kena marah karena merasa terganggu. “Alhamdulillah,” ucap Ary.
Mukmin Istimewa
Ary mengatakan, “Anything is what you do everything.” Maksudnya, hal kecil yang kita lakukan menggambarkan cara berpikir kita.
Kemudian dia mengingatkan betapa sangat istimewanya seorang Muslim berdasarkan surat Asy-Syams ayat 7-10:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا .
Dia menerangkan, maksudnya, “Allah mengilhamkan semua kebaikan dan keburukan. Beruntunglah siapa yang menyucikan, rugi siapa yang mengotorinya.”
Rasulullah juga mengatakan orang Mukmin itu istimewa, kalau dia terkena ujian, maka dia bersabar. Dan itu baik baginya. Kalau dia dapat rezeki, maka dia bersyukur dan itu baik baginya.
Maka, agar menjadi bagian Mukmin yang istimewa itu, Ary mengajak para peserta untuk menyadari cara berpikir mana yang selama ini diambil. Menurutnya, banyak yang sudah hafal ayat dan hadits itu di luar kepala, tapi belum banyak yang bisa menerapkannya.
Untuk itu, dia mengajak para peserta beristighfar jika selama ini belum bersabar dan bersyukur ketika mendapat ujian. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni