Islam Asli dan Kesombongan Beragama oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar
PWMU.CO– Kalau antum ingin melihat Islam asli seperti saat pertama diturunkan maka tengoklah salafi-wahabi. Ahhh, yang benerrr?
Siapa berani jamin bahwa salafi-wahabi atau lainnya yang punya jargon kembali kepada al-Quran as-Sunah adalah model ideal Islam pada zaman Nabi saw? Nonsens, saya bilang.
Hipotesisnya adalah: siapa bisa membawa Islam kembali ke masa asal saat diturunkan? Apakah jargon kembali kepada al-Quran dan as-Sunah sebuah ikhtiar atau model berpikir? Lantas apakah dengan jargon kembali kepada al-Quran dan as-Sunah mendadak ’sulapan’ Islamnya menjadi murni 24 karat tanpa campuran?
Jadi benarkah ada Islam asli dan Islam tidak asli. Ada Islam otentik dan Islam generik atau sebutan lain yang semisal ? Apakah Islam bisa dipalsu? Apakah Islam yang dianut bermiliar-miliar penduduk dari berbagai belahan bumi ini palsu? Dan hanya satu saja yang asli. Mengklaim paling asli maksud saya.
Persoalan berat dan butuh kajian komprehensif dan cara pandang luas jernih dan objektif. Tapi siapa bisa? Di mana sekarang ada model Islam otentik yang persis seperti pada saat pertama kali turun. Yang bisa dijadikan model dan rujukan untuk padanan di tempat lain.
Apakah para imam madzhab sudah mencakup. Apakah Syeikh Ibnu Taymiyah sudah mencakup. Syeikh al Albani, Syeikh Utsaimin, Syeikh Bin Baz bahkan para habaib dan ahlul bait sudah mencakup keseluruhan Islam?
Ini klise saya bilang. Tidak mungkin dan absurd. Sebab Islam terlalu luas dipadankan dengan seseorang. Perintahnya adalah mencontoh Rasulullah saw dengan bersandar pada dua pusaka berbasis kemampuan. Tidak ada klaim paling asli sebab kaffah adalah sebuah proses.
Hanya Rasulullah saw yang diberi kewenangan dan otoritas. Lainnya tidak sama sekali. Sebab itulah kemudian Rasulullah saw tidak menyebut orang atau kelompok atau keluarganya: tapi kembali ke al-Quran dan as- Sunah bila ada selisih dan silang sengkarut. Lantas siapa berani sebut bahwa Islamnya persis Rasulullah saw?
Beruntung punya kitab suci al-Quran yang keotentikannya dijaga langsung oleh Allah tabaraka wa ta’ala sehingga tak ada ruang meski satu harakat bisa berubah atau diubah.
Kesombongan Beragama
Kembali pada al-Quran dan as-Sunah tidak serta merta menjadikan Islam yang dipeluk berubah asli, murni, seratus persen otentik. Lebay saya bilang. Kalau tidak boleh disebut kesombongan beragama. Sesama pemeluk lazimnya saling tawadhu. Tidak membanggakan hanya Islamnya paling asli, lainnya palsu.
Saya berani berkata: merasa bahwa hanya Islamnya yang paling sesuai al-Quran dan as-Sunah adalah kesombongan beragama. Sebab klaim atas nama Islam asli bisa menafikan Islam yang lain. Meski hanya sebagai buah pikir. Dari situlah radikalisasi tumbuh.
Islam asli itu Islamnya Rasulullah saw. Selainnya tidak boleh ada yang mengaku asli. Otentik dalam pengertian generic. Kecuali disebutkan langsung oleh Rasulullah saw. Tak ada yang berwenang mengklaim paling otentik. Hitungannya hanya persentasi. Entah berapa persen otentisitas berdasar kesempurnaan, sebab itu pula Islam tidak mengenal kerahiban yang punya otoritas mewakili Tuhan menentukan mana yang asli dan palsu.
Secara normatif disebut bahwa: Yang paling baik di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Dengan tidak melihat nama besar, kelompok, atau madzhab sebagai indikator keaslian. Wallahu ta’ala a’lm
Editor Sugeng Purwanto