PWMU.CO – Kondisikan Growth Mindset untuk Mental Prima. Motivator Dr Ary Ginanjar Agustian menerangkannya dalam Pengajian Virtual Orbit, Kamis (12/8/21) malam.
Ary menyatakan, mencapai kedamaian dan ketenangan sangat dipengaruhi bagaimana mengalihkan pikiran negatif menjadi positif. Orang yang berpikiran negatif disebut fixed mindset, pikiran buntung, terpenjara. Sedangkan yang berpikiran positif, growth mindset, pikiran yang bertumbuh kembang.
Mata Lebah Vs Mata Lalat
Ary menegaskan, kalau ingin punya mental prima, harus growth mindset. Dia lantas menerangkan perbedaan mata lebah dan mata lalat sebagai ilustrasinya.
“Mata lebah akan senantiasa mencari bunga, meskipun berada di tempat sampah. Tapi mata lalat akan senantiasa mencari sampah meskipun berada di taman bunga,” ungkap pendiri ESQ Leadership Center itu.
Manusia juga demikian, sambungnya. Ada manusia dengan tipe mata lebah dan mata lalat. “Meskipun datang berbagai pertolongan, mata lalat senantiasa mencari keburukan. Namun mata lebah, pasti menemukan kebaikan-kebaikan!” ujarnya.
Karena itu, Tuhan mengatakan tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum dia mengubah cara pandangnya. “Meskipun sejuta pertolongan diberikan, kalau kita berkata lalat, yang dicari hanya keburukan,” terang Ary.
Rumus Takdir
Ary lantas menyajikan rumus: Event + Response = Outcome
Dalam rumus tersebut, event merupakan takdir. Ada yang tidak bisa diubah, seperti kejadian datangnya Covid-19. Begitu pula dengan kematian yang sudah demikian adanya takdir.
Tapi menurut dia, jangan sampai manusia lupa melakukan respon yang menjadi haknya. “Responnya bisa berupa faalhamaha fujuraha wataqwaha,” ungkapnya.
Kemudian, outcomenya Islam. “Islam itu damai. Damai itu muthmainnah, damai hatinya!” tutur Ary.
C-Map
Ary pun membagikan temuan C-Map yang dia susun.
Kolom pertama, core values. Itulah nilai-nilai dasar atau fitrah dasar hati manusia. Misal, jujur, bertanggung jawab, visioner, adil, dan peduli. Seperti kata Nabi Muhammad SAW, dalam diri manusia ada sebuah daging. Kalau baik, baik semua. Kalau buruk, buruk semua.
Kedua, mentalitas. Ketiga, aksi (pekerjaan amal). Keempat, performance atau kinerja.
Ary menemukan, urutan terjadinya hari raya sesungguhnya bukan sembarangan. Selama tahun baru Hijriah ada dua hari raya besar, pertama Idul Fitri. “Kita ketemu fitrah. Kemurnian hati, fitrah diri. Yang menceritakan tentang cinta, kasih sayang, kemuliaan yang Allah tiupkan dalam jiwa manusia,” jelasnya.
Ini sebagaimana dijelaskan dalam Surat al-Hijr ayat 29:
فَاِذَا سَوَّيۡتُهٗ وَنَفَخۡتُ فِيۡهِ مِنۡ رُّوۡحِىۡ فَقَعُوۡا لَهٗ سٰجِدِيۡنَ
Artinya, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
Sebelum mengetahui istilah fitrah, Ary pernah menyebut “God spot”. Yaitu sebuah titik yang terjadi akibat perjanjian Allah dengan hamba-Nya.
Fitrah itu dilanjutkan dengan Idul Adha. “Tidak bisa hanya untuk kepentingan diri. Tapi kepentingan bersama itu ketika mengatakan Allah di atas segala-galanya,” tuturnya.
Kemudian, peristiwa 1 Muharram. “Baru tala’al badru ‘alaina min tsaniyatil wada’ wa jabassyukru ‘alaina mada ‘a lillahida’,” ujarnya.
Barulah kemenangan Islam. Setelah di Madinah, kemudian terjadi kebangkitan Islam. Romawi dan Persia dikalahkan, bersambung dengan Bani Abbasiyah. Ketika itulah Andalusia, Cordoba, Granada, dan Spanyol bangkit dari abad ke-7 sampai ke-14.
Lalu bagaimana dengan arena manasik? “Karena yang diajarkan Nabi Ibrahim AS sama. Semua itu dalam satu rangkaian, menunjukkan Allah yang satu, indah luar biasa!” komentarnya.
Selanjutnya, wukuf. Ialah ketika manusia memahami tentang Arafah. “Siapa diri, dimana diri, dan mau ke mana diri,” ungkapnya.
Kemudian thawaf, menjadikan Allah di atas segala-galanya.
Selanjutnya, sa’i. Hijrahnya, berlari. Baru air Zamzam keluar. Baru kita akan meraih kemenangan: baldatun thayyibatun warabbul ghafur.
Spiritual Intelligence
Inilah peristiwa lima ribu tahun yang lalu. Oleh Muhammad SAW—tentu dengan petunjuk Allah—di Gua Hira. Iqra bismirabbikalladzi khalaq. “Tujuh ratus tahun kemudian, ditemukan fungsi otak God spot. Bahwa manusia akan terus mencari purpose atau makna,” jelas Ary.
Pada tahun 1980, Michael dari California University menemukan ada fungsi otak God spot. Dalam al-Quran surat al-Alaq disebut nasiah atau ubun-ubun. Ketika bagian ini tersentuh, maka tercerahkan. Kata Ary, sekarang istilahnya spiritual intelligence yang dia buat dalam buku ESQnya.
Kenapa banyak orang kaya bunuh diri? Narkotika di mana-mana? “Karena nggak ketemu God spotnya, Hiranya, wukufnya, Idul Fitrinya,” jawabnya.
“Kalau sudah ‘Gua Hira’, maka barulah Makkah, 13 tahun tauhid dibentuk,” sambungnya. Dia menerangkan, surat-surat Makiyyah mengajarkan Tauhid, menjadikan Allah di atas segalanya.
Setelah itu, hijrah ke kota Madinah. Di sana dibangun pasar, ekonomi, dan sistem politik. Lalu masuk era kebangkitan Islam.
Sejak 25 ribu tahun yang lalu, Nabi Adam AS sudah mengajarkan dzikir. Yaitu ketika menemukan kebenaran, maka mengcap subhanallah walhamdulillah. Ketika monumental, mengucap lailalahaillah.
Kemudian, ketika berlari dan bekerja, mengucap Allahuakbar. ‘Tapi ketika kedatangan kemenangan rezeki, jangan pernah mengatakan saya atau kami, tapi katakan lahaula walaquwwata illabillahilali hiladzim!” jelasnya.
Ary menyimpulkan, semua itu kalau digambarkan sederhana, maka menjadi lingkaran sederhana. “Yang tengahnya Padang Arafah. Yang hitamnya adalah Mina. Yang birunya itu thawaf. Yang merahnya itu sai. Yang putihnya itu Gua Hira. Yang barunya itu Makkah.”
“Yang merah Madinah. Yang putih Idul Fitri. Yang biru Idul Adha. Yang merah 1 Muharram. Yang hitam belenggunya, di tempat lempar jumrah, belenggu hati yang menutup fitrah harus dibebaskan ketika Idul Fitri,” ungkapnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni