Pakaian Badui Jokowi oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Pidato Presiden Jokowi di depan Sidang Paripurna MPR/DPR/DPD menjadi menarik. Bukan karena konten pidatonya saja tetapi juga pakaian adat yang dikenakannya. Pidato kenegaraan ketika pimpinan MPR, DPR, DPD, dan anggota serta undangan memakai pakaian sipil lengkap, Jokowi memakai pakaian Badui.
Bukan soal baju adat Badui pula yang unik melainkan ganjil pemakaiannya. Jika acara bukan resmi tentu bagus-bagus saja mengenakan baju adat. Tetapi dalam acara kenegaraan 16 Agustus seperti ini menjadi aneh.
Ada yang mengkritisi akan akal sehatnya. Siapa sutradaranya. Sementara masyarakat adat ada yang protes mengecam penggunaan atribut yang tidak sejalan dengan perhatian sebenarnya Jokowi pada hak-hak masyarakat adat. Lagi pula memilih salah satu pakaian saja menimbulkan rasa ketidakadilan perhatian pada adat lain.
Soal ’tidak nempat’ dalam berpakaian mungkin hanya menimbulkan gumaman dan kecaman. Namun yang menarik justru pengantar Ketua MPR saat menyatakan agenda MPR untuk menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) semacam GBHN dahulu. Ketua MPR menyebut amandemen ini terbatas dan tidak meluas. Jika meluas akan menjadi bahaya. Ia menyebut seperti membuka kotak pandora.
Mungkin yang dimaksud dengan kotak pandora itu termasuk soal perpanjangan masa jabatan untuk tiga periode. Memang jika hal ini dibahas dan ditetapkan bakal menimbulkan kegoncangan politik. Bukan berarti tidak bisa untuk mendapat dukungan partai politik tetapi publik akan bereaksi sangat keras. Amandemen perpanjangan periodisasi adalah putusan tidak rasional, memaksakan, dan tidak demokratis.
Sebenarnya PPHN pun bisa menjadi kotak pandora jika tidak dijalankan dengan konsekuen. Berbeda dengan GBHN dalam UUD 1945 asli di mana presiden adalah mandataris MPR (untergeordnet). Kini Jokowi bukan lagi mandataris. Kedudukan MPR dengan presiden saat ini ternyata sejajar (neben).
Presiden Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan memakai baju adat suku Badui dengan menyelempangkan tas. Mungkin ada yang nyeletuk bahwa tas Jokowi tersebut berisi uang Rp 11 triliun sebagaimana yang pernah dipidatokannya. Atau presiden sedang membawa tas kotak pandora yang ketika tas itu dibuka akan membumihanguskan bangsa dan negara?
Kalau begitu keadaannya, sungguh berbahaya sekali Pak Jokowi. Karenanya menjadi suatu keniscayaan bahwa harus cepat diganti. Merdeka ! (*)
Bandung, 17 Agustus 2021
Editor Sugeng Purwanto