PWMU.CO– Hj Sulistyawati Djaldan (85), Ketua Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah periode 1971-1985 dan Sekretaris I Pimpinan Pusat Aisyiyah (1985-1995), meninggal dunia di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Senin (16/8/2021) pukul 14.50.
Hj Sulistyawati Djaldan meninggalkan 4 anak dan 8 cucu dimakamkan di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta, pada 17 Agustus 2021 pukul 10.00 setelah dishalatkan di Masjid Gedhe Kauman. Sulistyawati Djaldan lahir di Ponorogo, 31 Oktober 1936 hingga akhir hayatnya berkhidmat di Aisyiyah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Dr Hj Siti Noordjannah Djohantini, MM MSi, menyampaikan duka yang mendalam atas berpulangnya Hj Sulistyawati Djaldan, tokoh Aisyiyah.
“Turut bela sungkawa yang mendalam, semoga almarhumah ibu Sulistyawati husnul khatimah, diampuni kesalahannya dan ditempatkan di surga jannatun na’im,” tutur Noordjannah.
Menurutnya, Hj Sulistyawati adalah pejuang Aisyiyah yang gigih, ikhlas, dan penuh keteladanan dalam berkiprah. “Amal kebaikan dan perjuangan beliau mengantarkan menghadap Allah Yang Maha Agung dan Pemurah,” katanya.
Hj Shoimah Kastolani dari PP Aisyiyah juga mengatakan, Hj Sulistyawati merupakan sosok yang mendedikasikan dirinya di jalan dakwah melalui Badan Pendidikan Kader (BPK). “Sosoknya adalah memang sangat mengagumkan,” kata Shoimah yang belajar pada Hj Sulistyawati tentang ketelatenannya, kesabarannya dan banyak senyum.
Askiyah, salah satu kerabat Hj Sulistyawati warga Kauman menceritakan, akhir-akhir ini almarhumah sering menanyakan Dra Hj Shoimah Kastolani, “Shoimah nang endi yo?”
Komentarnya tentang aktivitas Shoimah Kastolani itu dinyatakan dengan ungkapan, “Dik, kok koyo wong ora nduwe wudel.” Maksudnya memuji kesibukan Hj Shoimah Kastolani di PP Aisyiyah.
Bagi Shoimah, Hj Sulistyawati adalah sosok yang memberi motivasi kepada orang yang lebih muda. Ketika Shoimah masuk di PP Aisyiyah tahun 1995, Hj Sulistyawati sudah tidak menjadi sekretaris lagi. “Beliau menjadi Wakil Ketua BPK,” katanya.
Hj Sulistyawati Djaldan sudah aktif berorganisasi ketika masih muda. Dimulai sebagai anggota PII (Pelajar Islam Indonesia) di Ponorogo hingga aktif ke tingkat Provinsi Jawa Timur.
Salah seorang temannya di PII Jawa Timur adalah Ichlasul Amal, Rektor UGM periode 1998-2002. Setelah menikah dan pindah ke Yogyakarta masuk organisasi Nasyiatul Aisyiyah dari tingkat Daerah Yogyakarta hingga Wilayah DIY sampai akhirnya menjadi Ketua PPNA tahun 1971-1985. Selepas dari NA lantas aktif di PP Aisyiyah sebagai sekretaris I dan berlanjut sebagai anggota Biro Organisasi (2010).
Aktif di Masjid
Hj Sulistyawati juga aktif memberikan tausiyah dalam pengajian ibu-ibu dan remaja di berbagai tempat, seperti masjid dan musala dari kampung ke kampung di sekitar Wirobrajan, Yogyakarta.
Aktivitasnya itu dijalaninya sampai lanjut usia dengan mengajari ibu-ibu sepuh membaca al-Quran di Masjid Darussalam Wirobrajan. Juga bergabung dengan Griya Lansia Baiturrohmah yang dikelola Aisyiyah.
Dia anak pertama dari delapan bersaudara. Orangtuanya Sunaryo dan Aisyah adalah pedagang batik. Pendidikannya mulai Sekolah Rakyat (SR) dan SMP di Ponorogo. Lanjut Sekolah Guru Atas (SGA) di Madiun.
Setelah lulus SGA menjadi guru di SD Suci Magetan sampai menikah dengan M Djaldan Badawi, putra kedua KH A Badawi pada tahun 1962.
Setelah menikah pindah ke Yogyakarta dan tinggal bersama keluarga Badawi di Kauman, Yogyakarta. Pekerjaan sebagai guru PNS dilanjutkan di SD Muhammadiyah Ngadiwinatan, Ngampilan, Yogyakarta. Kemudian tinggal di rumah kontrakan di Ngadiwinatan dan melahirkan empat anak sejak 1963-1978: Siti Daulah Khoiriati, M Wafron Darmawan, Ahmad Iwan Kurniawan dan Siti Difla Rahmatika.
Pada tahun 1978 membeli rumah di kampung Wirobrajan. Tahun 1990 dipindahtugaskan ke SD Muhammadiyah Purwodiningratan 1 sebagai kepala sekolah sampai pensiun tahun 1996.
Siti Daulah Khoiriati, anak pertamanya, menceritakan, sejak kecil dia sudah terbiasa melihat keaktifan ibunya. “Baik dalam pekerjaannya sebagai guru, aktivis organisasi dan penceramah agama,” ungkap Siti Daulah Khoiriati.
Dikatakan Siti Daulah Khoiriati, waktu ibunya banyak dihabiskan untuk aktivitas mengajar, berorganisasi dan memberi ceramah. “Sehingga tidak jarang kami anak-anaknya diajak, terutama ketika kegiatan di luar kota seperti kongres atau muktamar,” kata Menik, panggilan Siti Daulah Khoiriati.
Menurutnya, bapaknya M Djaldan Badawi juga aktif. Menjadi kepala kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Jika tidak memungkinkan untuk diajak, maka anak-anaknya dititipkan kepada eyangnya di Kauman atau Ponorogo. “Sewaktu menjadi ketua Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah seringkali ibu mengadakan rapat di rumah supaya tidak harus meninggalkan anak-anaknya,” kenang Menik.
Anak-anak Dikader
Aktivitas Hj Sulistyawati dan suaminya, Djaldan, mendorong anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya. Sejak di bangku SMP sampai perguruan tinggi, anak-anaknya aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), OSIS, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), organisasi pecinta alam.
“Ibu adalah pekerja keras yang disiplin. Dalam mendidik kami, ibu cenderung keras dalam menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak,” papar Siti Daulah Khoiriati.
Menurutnya, semua anaknya harus dapat membaca al-Quran sejak kecil. Juga tertib shalat dan mengaji. Sejak SD sampai SMA, anak-anaknya diharuskan sekolah di Muhammadiyah. Kecuali anak bungsunya, Siti Difla Rahmatika, yang waktu itu diterima di SMA Negeri dan bapaknya akhirnya juga mengizinkan.
Di samping itu, Hj Sulistyawati Djaldan juga ingin di antara anak-anaknya ada yang menjadi guru. “Karena menurut ibu menjadi guru adalah ibadah sepanjang hayat,” kata Siti Daulah Khoiriati.
Siti Daulah Khoiriati pun memutuskan menjadi dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM). “Sesuai keinginan ibu, meskipun setelah lulus kuliah ada berbagai alternatif pilihan pekerjaan,” katanya.
Anak nomor tiga Ahmad Iwan Kurniawan yang lulusan IKIP Negeri Yogyakarta juga sempat menjadi guru di SMEA. “Namun kemudian beralih pekerjaan,” jelasnya.
“Kami jadi saksi kebaikan ibu. Selamat jalan, ibu. Surga menantimu,” ujar Siti Daulah Khoiriati. (*)
Penulis Affan Safani Adham Editor Sugeng Purwanto