PWMU.CO– Kritik terhadap pesantren dijawab oleh S-PEAM Kota Pasuruan dengan memberikan terobosan pendidikan lengkap. Para santri memiliki keunggulan ilmu agama, juga terampil berbagai bidang.
Hal itu disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti dalam acara Milad Virtual Sekolah Pesantren Entrepreneurship Al-Ma’un Muhammadiyah (S-PEAM) ke 6, Ahad (15/8/21). ”Sekarang ini kritik terhadap pesantren itu perlahan-lahan mulai mampu kita jawab,” tandasnya.
Abdul Mu’ti menjelaskan, di antara kritik itu antara lain, anak-anak pesantren pada umumnya hanya pinter ngaji, tetapi tidak terampil dalam bidang di luar ilmu agama.
”Mereka itu sering kali disebut dalam istilah di kampung saya sebagai santri kumprung. Santri kumprung itu kalau di kampung saya di Kudus gambarannya kalau ke mana-mana pakai sarung yang tidak pandai melangkah. Kalau disuruh mengaji, OK, tapi bidang-bidang lain di luar agama mereka itu tidak bunyi,” ucapnya.
Menurut Mu’ti, kadang-kadang ada kritik sosial, di mana kaum santri itu identik dengan mereka yang secara ekonomi dan secara kemakmuran material itu tertinggal dari kelompok-kelompok dari kalangan non santri.
Kritik yang kedua, sambung Mu’ti, pesantren itu dianggap sebagai produsen kelompok-kelompok ekstrem atau kelompok radikal, sehingga mereka terus diawasi dan dianggap sebagai ancaman keamanan di tanah air ini, terutama akhir-akhir ini.
Mu’ti mencontohkan, perdebatan yang riuh di ruang publik ketika BPIP menyelenggarakan lomba tema hukum menghormat bendera dan hukum menyanyikan lagu kebangsaan dalam rangka memperingati Hari Santri.
Gagasan itu ditentang oleh banyak pihak. Menurut dia, gagasan itu muncul di antaranya karena memang masih ada di backmind, otak bawah sadar para penyelenggra negara, yang melihat bahwa umat Islam itu masih menjadi kelompok yang anti NKRI, kelompok yang anti ke-Indonesiaan, dan karena itu kadang mereka ini terus on the spot, terus sekali mereka ini dicurigai dan kemudian perlu untuk mendapatkan perhatian secara khusus.
Peran Santri
Bagi Mu’ti, kritik-kritik itu tidak sepenuhnya benar, karena sesungguhnya kalau kita berbicara mengenai keindonesiaan dan kita bicara mengenai pembentukan negara ini, apalagi kalau kita bicara tentang gerakan Muhammadiyah peran kaum santri sangat besar.
”Saya kira kita bisa melihat bagaimana peran dari kelompok santri dan bagaimana peran dari persyarikatan Muhammadiyah, baik melalui peran para tokohnya maupun melalui kebijakan organisasinya memiliki peran yang sangat penting di dalam melahirkan Indonesia dan dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terangnya.
Karena itu, Mu’ti berpesan kepada lembaga-lembaga pesantren untuk terus menerus dikembangkan. ”Alhamdulilah S-PEAM ini saya kira menjadi sebuah lembaga pendidikan yang memberikan suatu terobosan. Selain para santri memiliki keunggulan dalam bidang ilmu agama, mereka juga memiliki keterampilan-keterampilan dalam berbagai bidang,” kata Mu’ti yang guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Abdul Mu’ti sangat berharap agar S-PEAM mendidik santri memiliki etos kerja untuk menciptakan lapangan pekerjaan, selain mengajarkan hard skill keterampilan-keterampilan yang mengantarkan mereka mendapatka n sumber kehidupan. Sebab, Mu’ti tidak menginginkan lembaga yang hanya menghasilkan generasi kuli, generasi yang hanya mengabdi dan bekerja kepada orang lain, tapi dia tidak punya etos kemandirian.
”Karena itu, S-PEAM dengan nama entrepreneurship adalah sebuah pilihan yang tepat. Karena yang kita lahirkan yang kita didik dalam lembaga pendidikan ini adalah para calon wirausahawan atau mereka yang akan mengangkat martabat umat dalam bidang ekonomi,” ungkapnya.
Hal ini, menurut Mu’ti sangat penting, karena sering kali kita melihat umat Islam secara ekonomi memang relatif tertinggal dibandingkan dengan komunitas lainnya. Salah satunya karena etos entrepreneurshipnya yang masih rendah. ”Kita bukan bangsa kuli dan bukan kulinya bangsa-bangsa,” tandas Mu’ti menirukan ungkapan Bung Karno.
Generasi Ulul Albab
Sebelumnya Abdul Mu’ti menyampaikan selamat atas milad S-PEAM. ”Atas nama pribadi dan pimpinan pusat Muhammadiyah, saya mengucapkan selamat Milad yang keenam untuk S-PEAM yang alhamdulilah seperti disampaikan oleh Bapak Direktur sudah memiliki prestasi yang sangat membanggakan,” ucapnya.
Tema milad tahun ini Melahirkan Generasi Ulul Albab untuk Kader Persyarikatan dan Bangsa. Acara tersebut dihadiri oleh jajaran PDM Kota Pasuruan, Majelis Dikdasmen, Lembaga Pengembangan Pesantren, Badan Pembina Pembina Pesantren S-PEAM, para wali santri dan seluruh santri dan santriwati.
Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pendidikan adalah sebuah proses panjang yang dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan generasi yang unggul sebagai Abdullah dan khalifatullah.
”Sebagai Abdullah, artinya pendidikan Islam itu kita ikhtiarkan untuk melahirkan generasi yang muttaqin, generasi yang beriman dan bertakwa kepada Allah,” lanjutnya.
Ia melanjutkan bahwa kualifikasi dan trademark pendidikan pesantren pada umumnya terletak pada keunggulan dalam ilmu agama dan keunggulan dalam ibadah serta akhlakul karimah. Tetapi dalam konteks masa depan dan dalam konteks bagaimana kaum muslimin menjadi generasi yang memimpin, maka pendidikan itu juga perlu menciptakan generasi yang bisa menjadi khalifatullah.
Generasi yang menjadi khalifatullah, menurutnya, adalah generasi yang mampu menciptakan kemakmuran di muka bumi, menciptakan kesejahteraan di alam semesta, tetapi semuanya tetap dalam konstruksi dan landasan ajaran Islam. Sehingga antara kualifikasi sebagai Abdullah dan kualifikasi sebagai khalifatullah itu tidak dapat dipisahkan.
Empat Syarat Generasi Kuat
Dalam konteks melahirkan generasi yang bisa menjadi khalifatullah, maka menurutnya, adalah dengan melahirkan generasi yang kuat. Yang kekuatan itu paling tidak ada empat yang harus dimiliki oleh generasi saat ini.
Pertama, quwwatul aqidah, atau kekuatan iman. Kemudian, yang kedua adalah quwwatu al-iqtishad, atau kekuatan ekonomi. Ketiga, quwwatu tsaqafah, atau kekuatan dan keunggulan di bidang peradaban. Keempat adalah quwwatu al jama’ah, kekuatan persatuan.
Karena itu kata Abdul Mu’ti, hadirnya lembaga pendidikan ini menjawab hadits Nabi, orang mukmin yang kuat itu lebih baik dari orang mu’min yang lemah.
”Itulah kekuatan yang ingin kita bangun lewat lembaga pendidikan ini. Sehingga dalam konteks pendidikan sekarang dan masa depan, kita melahirkan para santri yang mereka itu rasikhuna fi al’ilm, yang memiliki kedalaman ilmu agama tetapi mereka juga menjadi orang-orang yang terampil,” jelasnya.
Penulis Dadang Prabowo Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post