PWMU.CO – Ingat Pesan Din Syamsuddin agar Keluarga tanpa KDRT. Pesan Pembina Pengajian Virtual Orbit itu diungkap Anggota Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Aisyiyah Yulianti Muthmainnah SHI MSos, Kamis (26/8/21) malam.
Dia teringat pada pesan itu ketika menanggapi pendapat salah satu peserta Pengajian Orbit, Asep Purnama Bakhtiar, Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2010-2015.
Saling Lengkapi, bukan Dominasi
Dalam sejarah peradaban ada dua simbol lingga (laki-laki) dan yoni (perempuan). Dari simbol itu, Asep menilai laki-laki dan perempuan seharusnya saling melengkapi, bukan mendominasi.
Mengenai istilah-istilah yang muncul, dia berpendapat, tidak bisa mengubah secara paksa. Misal, mengubah konsep Ibu Pertiwi menjadi Bapak Pertiwi. “Kaum laki-laki menerima, tidak protes ‘mengapa tidak ada Bapak Pertiwi?’,” terangnya.
Tapi untuk para pendiri bangsa yang istilah lazimnya founding fathers—tidak ada founding mothers—kaum perempuan ada yang protes. Menurutnya, itu hal-hal yang secara substantif bukan persoalan bias gender, tapi terkait penegasan fungsi yang saling melengkapi.
Tanggapan Asep membuat Yulianti ingat pada pesan Din Syamsuddin saat menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada kisaran tahun 2013. Keluarga yang sakinah, kata Din, keluarga yang tidak ada kekerasan dalam rumah tangga.
Ini, tambahnya, berangkat dari indikator tidak mendominasi satu sama lain— antara laki-laki dan perempuan—dan tidak ada kekerasan. Juga menjadikan keluarga itu sebagai surga.
Keluarga Sakinah tanpa KDRT
Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta itu menerangkan, baiti jannati (rumahku surgaku) bisa didapat kalau istri merasa nyaman dengan suaminya, dan sebaliknya, begitu juga anak-anaknya.
“Kalau salah satu pihak tidak merasa nyaman, tidak ada jannah,” ungkap lulusan Universitas Paramadina itu.
Dari sebuah film India yang dia tonton, ada adegan menarik. Suaminya selalu merendahkan istrinya. “Dia mah nggak bisa, gitu-gitu doang, bukan _enterpreneurship yang oke,” ujarnya menirukan adegan si suami.
Secara tidak langsung, kata Yulianti, istrinya menjadi inferior dan marilah dalam keluarganya sendiri. Maka kata Rasulullah SAW, sebaik-baik laki-laki adalah yang memperlakukan keluarganya dengan baik.
Anggota Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) itu mengingatkan empat dari enam prinsip dalam keluarga sakinah sesuai Fatwa Muhammadiyah tahun 2015 yang ditandatangani Prof M Din Syamsuddin MA PhD. Di antaranya, tidak ada KDRT, saling menghormati, tidak ada poligami, dan saling menghargai.
Dia menegaskan, Muhammadiyah sudah maju dalam fatwa, menggerakkan Islam berkemajuan. Karena, banyak pemahaman dan tradisi dalam masyarakat yang tidak membuat setara antara laki-laki dan perempuan.
Kasus KDRT Salahkan Perempuan
Perempuan yang pernah bergelut di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) itu menyatakan, di kasus KDRT selalu menyalahkan istri yang sebenarnya adalah korban.
“Istrinya sih nggak bisa melayani istri dengan baik, (atau) istrinya sih nggak berdandan, suaminya pulang kerja masih bau bawang!” ucapnya menirukan pendapat yang menyalahkan istri itu.
Menurut Yulianti, ini terjadi karena begitu banyak pekerjaan rumah tangga yang harus dikerjakan. Sehingga istri tidak memiliki kemerdekaan terhadap tubuhnya sendiri, untuk mempercantik tubuhnya. “Bagaimana istri bisa berdandan, dari pagi sampai sore melulu mengerjakan pekerjaan rumah tangga,” bantah Yulianti.
Padahal, lanjutnya, si suami tidak mampu membayar pekerja rumah tangga. Dulu laki-laki itu (suami) mendapat gadis yang cantik dan wangi, karena perempuan itu (istri) punya waktu berdandan untuk diri sendiri. Belum terbebani pekerjaan rumah tangga yang tidak pernah selesai. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni